PALU- Selasa (6/8) masyarakat Desa Lee bersama KPA Sulteng dan jaringan serta beberapa aktivis agraria mendatangi kantor DPRD Sulteng. Dalam audiensi bersama komisi 1 DPRD Sulteng perihal tindakan intimidasi serta provokasi yang dilakukan oknum masyarakat yang pro terhadap perusahaan pasca keputusan gugatan HGU PTPN XIV /PT.SPN di PTUN Palu. Hal tersebut mendapatkan respon baik dari salah satu anggota komisi I DPRD Sulteng Yadi Basmah yang ditemui di tempat.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, dalam audiensi tersebut masyarakat Desa Lee meminta agar adanya dukungan serta perlindungan hukum dari DPRD sebagai perwakilan rakyat atas intimidasi dan tindakan provokasi yang mengganggu keamanan masyarakat Desa Lee saat ini.
Dalam keterangan yang disampaikan oleh kepala Desa Lee Almida Batulapa mengatakan bahwa tindakan intimidasi serta provokasi tersebut telah menganggu rasa aman di Desa Lee, hal tersebut telah menimbulkan potensi konflik antar warga yang akan mempengaruhi proses pembangunan desa. Sebagai pemerintah desa, Almida Batulapa sangat tidak menginginkan adanya konflik horizontal yang akan mengakibatkan pertumpahan darah nantinya.
Saat ini masyarakat Desa Lee telah memasukan laporan tersebut di Polda Sulteng dengan Nomor : STTLP/183/VIII/2019/SPKT/SULTENG hari senin 05 Agustus 2019 tentang tindakan pidana pengancaman. Dalam proses tersebut mendapatkan dukungan dari berbagai pihak NGO yaitu YTM, YMP serta Aktivis agraria Eva Bande
Aktivis Agraria Eva Bande sangat mengecam tindakan intimidasi yang dilakukan oleh oknum masyarakat yang diduga bagian dari kepentingan perusahaan PT.PN XIV / PT.SPN.
“DPRD diharap bisa melakukan presure dengan menyurat Ke Polda terkait pengaduan ini di tembuskan ke Polres dan Polsek Morowali utara, Bupati dan BPN,” tegasnya.
Kordinator KPA Sulawesi Tengah, Noval Apek Saputra mengatakan semua pihak harus mematuhi putusan PTUN Palu yang mengabulkan gugatan warga yang meminta pencabutan HGU PT SPN yang tumpang tindih dengan pemukiman dan lahan garapan warga desa.
“Secara bukti kepemilikan, warga desa telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) sejak tahun 1980-an yang di dalamnya juga terdapat kebun, sawah, irigasi dan bangunan lainnya,” tambah Noval Apek Saputra.
Kasus tanah dalam dinamika konflik agraria di negeri ini, memang harus jadi perhatian ekstra Negara. INPRES 8 Tahun 2018 sebagai perintah Presiden Jokowi sudah memulai itu
Dari hasil audensi tersebut Yadi Basma selaku anggota komisi 1 DPRD Sulteng, secara tegas akan mendesak dengan menyurat Ke Polda Sulteng dan pihak yang terlibat untuk menseriusi laporan masyrakat Desa Lee atas pengancaman tersebut.
Tahap berikutnya, PEMDA dan stake-holder di Daerah (Polda,Polres,Forkopimda dll) harus resapi, pentingnya dayagunakan “kuasa dan kompetensi” untuk dan demi kepentingan.
“PT. SPN anak usaha PTPN-XIV ini harus segera hentikan cara-cara lama dalam relasi sosial ekonominya,” tegas Yadi Basma. (Lia Somba)