Sabtu, 25 Oktober 2025

Virus Corona Jungkir Guncang Peradaban Dunia

Penanganan pasien Corona di Italia. (Ist)

Wabah Corona semakin meluas merambah keseluruh dunia. Menyasar petinggi negara, pangeran sampai ke rakyat biasa. Sampai saat ini belum ada upaya yang berhasil untuk menahan penyebaran dan penularannyanya yang sangat cepat. Toga Tambunan, seorang evangelis dari Gereja Huria Kristen Batak Protestan menyorotinya untuk pembaca Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh : Toga Tambunan

KI HAJAR DEWANTARA meng-Indonesia-kan Lagu Internasionale karya Eugenne Pottier dan dikenal sebagai versi Indonesia (dahulu disebut Melayu). Disiarkan Serikat Islam Merah dalam suratkabarnya pada 5 Mei 1920, serangkaian momen 1 Mei yang dirayakan kaum buruh sedunia.

Di lirik bagian akhir Soewardi Soerjaningrat (nama aslinya Ki Hajar Dewantara) itu menterjemahkannya puitis “Dunia sudah berganti rupa…..” sebagai rumusan cita-cita besar kaum klas buruh mengilhami habis-habisan berjuang  bahkan dengan revolusi menghancurkan tatanan  sistim kedaulatan negara   terdahulu yang sudah mapan dan disebutnya adat tua, digugat dan berlanjut dijungkirbalik demi memproklamasikan negara berkedaulatan (dunia) baru.

Lagu Internasionale itu sempat menjadi lagu negara untuk multi bangsa di Uni Sovyet.

Virus Corona itu asal muasalnya produksi siapa dan dari mana, masih samar-samar. USA menuduh RRT kebocoran laboratorium pembiaknya menjadikan senjata biologis di Wuhan dan tempat lain di Tiongkok.  Serta didramatiser, pemerintah RRT rela mengorbankan warganya penghuni Wuhan, biarlah menderita sebagai pionir dalam rangkaian export (baca: serangan) senjata biologi ini ke seluruh negara di penjuru semua benua. Kesengsaraan manusianya di Wuhan dan dibeberapa kota/daerah di negara itu terinfeksi virus perangkat perang ini, bagi RRT merupakan titi atau akses pendominasi tiap negara di segenap penjuru dunia. Begitulah buzzer USA menggambarkan kebrutalan RRT merekayasa Corona itu.

Operasi mengandalkan senjata biologi ini, memang kreasi perang teramat canggih super hiper efektif. Operasi perang berperangkat tehnologi mutahir sekali pun antara lain bom nuklir, pesawat terbang siluman  super jet, kapal induk super besar, drone penembak laser jadi tereliminasi kedaluarsa, terlalu mahal harga, dilakukan ngak mudah, serta lambat.

RRT balik menuduh USA penyebar Corona yang muncul di Wuhan itu melalui lima serdadu anggota militer USA yang ternyata sakit demam. USA diundang dalam ajang kompetisi olahraga antar militer negara peserta. RRT melakukan investigasi yang rumit tentang mitigasi pendatang di Wuhan dan ditemukan bahwa serdadu USA itulah no-1 terinfeksi Corona di Wuhan.

Perang saling tembak statemen tuduhan pun berlangsung sengit diantara kedua negara adi daya itu, menyusul perang dagang dan harga atau pajak import sedang berlanjut seru.

Namun pihak ilmuwan USA sendiri telah ungkapkan keterlibatan Pentagon mengentas senjata biologi Corona. Dan sejak merayakan berhasilnya rekayasa produksi, dikabarkan laboratoriumnya selaku produsen segra dibubarkan, sebagai akal-akalan buang jejak. Ilmuwan Eropah antara lain Jerman juga mensinyaler USA merekayasa Corona itu.

Para ilmuwan rekayasa genetik dunia tahu WHO menetapkan Global Influenza Surveillance Network (GISN) jadi aturan  mengharuskan semua negara wajib mengirim sampel terinfeksi virus hanya ke WHO Collaborating Centre (WHO CC). Jadi tidak boleh ke negara dan ke insititusi lain, walau institusi itu berada bahkan institusi resmi pemerintah di negri setempat. Semua data hayati bersumber sampel itu sepenuhnya dan dipatenkan jadi milik WHO CC. Sequencing DNA tidak dapat dilakukan oleh negara pengirim virus itu. Lembaga itu otoriter, penguasa absolut atas rekayasa sampel virus, setelah sampel diterimanya dari negara pengirim (yang WHO wajibkan harus dikirim oleh negara terinfeksi).

Sebagai contoh, data sequencing DNA H5N1 dari Indonesia, yang tidak dapat di akses oleh Indonesia sendiri, tapi entah gimana tidak diketahui apa dasarnya, tidak ada protokolnya, tapi WHO CC mengirim sampel virus itu ke Los Alamos National Laboratory di New Mexico, yang berada dibawah kendali Kementerian Energi USA, berawak hanya 4 ilmuwan WHO diantara 15 ilmuwan yang tentunya ditetapkan Kementerian Energi USA. (Baca buku “Saatnya Dunia Berubah” curhat Dr. Siti Fadillah, mantan Menkes RI, sewaktu kasus virus H5N1).

Setelah Dr. Siti Fadillah selaku Menkes RI melabrak GISN aturan WHO itu, dunia tercelik, dan banyak negara meniru Indonesia merekayasa virus untuk memperoleh strain / vaksin bagi keperluan nasionalnya.

Konspirasi WHO dengan USA sebenarnya sudah terjalin lama di Indonesia sejak masa Presiden Bung Karno. Dengan atribut WHO agen CIA berseliweran di Komando Operasi Pembasmian Malaria di ke segala desa Indonesia, mendata bahkan potret tiap rumah di daerah yang sedang melaksanakan program malaria eradication itu. Terutama Jawa dan Bali ketika itu. Aku sendiri mengetahui sedikit mainannya mereka berhubung memimpin tim penelitian terhadap penderita sakit malaria bersama Doktor Baydia, malarialogist WHO serta Doktor Shogaki, peneliti Entomologist WHO, di Kalimantan, yakni saat itu melakukan tahapan belum operasional data rumah pada tahun 1962 – 1965.

Tedros Adhonom Ghebreyesus, Ketua WHO merekomandasi Presiden RI Joko Widodo segera bertindak lakukan lockdown meliputi seluruh wilayah NKRI, entah apa targetnya, dan untuk keuntungan siapa rekomandasinya itu. Padahal resiko lockdown itu, akan meremukkan Indonesia. Bahkan tidak realistis untuk postur  kepulauan Indonesia serta tingkat ketahanan pangan sebagai segmen tak terpisah dari ekonomi Indonesia. Anehnya ada level atas, organisasi nasional, bahkan figur atas Indonesia menyetujuinya. Syukur NU dan organisasi agama lain mendukung Jokowi.

Entah negara mana produsen senjata biologi Corona ini, baiklah kita tunggu pemberitaan yang meyakinkan oleh badan internasional yang kredibel. Atau mungkin akan bagai awan mendung beralih tak menentu ujung, seperti halnya penyimpan surat perintah Presiden Sukarno, 11 Maret 1966, atau pembunuh Marsinah, Munir, Ucok Siahaan, dll yang tewas misterius sampai sekarang tidak ketahuan pelakunya.

Corona tiba-tiba  menyeruduk keras tiang peradaban global  sebagaimana dialami warga dunia dimana pun berada saat ini.

Insan konglomerat di semua negara yang dikategorikan Marxis selaku musuhnya dalam perjuangan klas, yakni  penggenggam 90% uang dan kekayaan tiap negara maupun dunia, ternyata semaput berat bukan oleh perjuangan rakyat ditindasnya. Sistim moneter dan fiskal ambrol. Saham jadi kertas buram.

Di Italia, warganya yang kaya, dikabarkan hamburkan uang di jalanan, berhubung tak berguna membeli perangkat diperlukan yang kosong atau tak bisa beli kesehatan.

Bahkan Donald Trump mengajukan minta pertolongan kepada Xi Jin Ping yang selama ini masing-masing negara yang dipimpin oleh mereka saling bermusuhan keras dengan tujuan menjatuhkan sistim kedaulatan negara. RRT sukarela humanis bantu warga USA.

Corona merombak permusuhan mereka, jadi saling membutuhkan. Humanis.

Ritual tiap agama atau keyakinan tak dapat dilakukan lagi seperti yang dibakukan semula, yakni  dituntut berjamaah di rumah yang dipatenkan rumah spesial menyembah Allahnya.

Patut dicerna puisi KH Mustofa Bisri, kuturun dibawah ini :

“Tuhan Mengajarkan Melalui Corona

 

Oleh : KH Mustofa Bisri

Rabu, 25 Maret 2020

 

Vatikan sepi /Yerusalem sunyi /Tembok Ratapan dipagari /Paskah tak pasti

 

Ka’bah ditutup /Shalat Jumat dirumahkan /Umroh batal /Shalat /Tarawih Ramadhan mungkin juga bakal sepi.

 

Corona datang /Seolah-olah membawa pesan / bahwa ritual itu rapuh! /Bahwa “hura-hura” atas nama Tuhan itu semu /Bahwa simbol dan upacara itu /banyak yang hanya menjadi topeng /dan komoditi dagangan saja.

 

Ketika Corona datang, /Engkau dipaksa mencari Tuhan /Bukan di Basilika Santo Petrus /Bukan di Ka’bah./Bukan di dalam gereja./Bukan di masjid /

Bukan di mimbar khotbah /Bukan di majels taklim /Bukan dalam misa Minggu /Bukan dalam sholat Jumat. /

 

Melainkan,

 

Pada kesendirianmu! /

Pada mulutmu yang terkunci. /Pada hakikat yang senyap /

Pada keheningan yang bermakna./

 

Corona mengajarimu,

 

Tuhan itu bukan (melulu) pada keramaian /Tuhan itu bukan (melulu) pada ritual /dunia yang berpenyakit./

 

Corona memurnikan agama /Bahwa tak ada yang boleh tersisa./

Kecuali Tuhan itu sendiri! /

 

Tidak ada lagi / indoktrinasi yang menjajah nalar. /

Tidak ada lagi sorak sorai memperdagangkan nama Tuhan./Datangi, temui dan kenali DIA /di dalam relung jiwa dan hati nuranimu sendiri./Temukan Dia di saat yang teduh / dimana engkau hanya sendiri bersamaNya./

 

Sesungguhnya Kerajaan Tuhan ada dalam dirimu./Qalbun mukmin baitullah./Hati orang yang beriman adalah rumah Tuhan./Biarlah hanya Tuhan yang ada./

Biarlah hanya nuranimu yang bicara.”

Beliau seiring sekata Gus Dur, menyiarkan pikiran cara pandang Gus Dur terhadap perkara sosial obyektif yang secara pokok terdiri dari empat butir, bahwa segala sesuatu obyektif itu mempunyai:

1. bentuk sekaligus isi

2. ruang dan sekaligus waktu

3. relasi antar wujud.

4. perubahan itu mutlak.

Selanjutnya KH Mustafa Bisri, berpesan :

“Biarlah para pedagang, makelar, politikus dan para penjual agama disadarkan oleh Tuhan melalui kejadian ini. Semoga kita bisa belajar dan mengambil hikmah dari kejadian ini.”

Peradaban egois yang bersumber dari individualisme pragmatis  mengejar harta karun selaku pengukur sukses karir atau akal pintar, yang sangkil niscaya sudah mewabah, sebaliknya seperti sisi lain dari satu keping mata uang, niscaya pula budaya itu dibrantas dan ditarik mundur ke kultur kolektivisme dari era agraris bersinergi yang disebut psychical distancing bahkan balik ke kolektif era primitif, kultur kesatuan sosial,  social bond yang disebut social distancing. Kini warga dituntut banyak di rumah. Tadinya kultur saling sibuk sendiri mengejar hasrat setinggi bulan diantara tiap keluarga, kini diseret berdiam bersama nonton tv, atau ngobrol, berkreasi melukis, menyanyi riang yang sebelumnya langka dalam romantika keluarga.

Berkat adanya pandemi Corona, lenyap kemacetan lalulintas kota metropolitan yang selama ini krusial mengatasinya. Begitu pula padatnya arus hingar bingar bandara internasional berubah drastis menjadi akrab satu dengan lain.

Kasus kriminal amat jauh berkurang yang tadinya merupakan produk oleh utamanya

gangster mafia sempalan kapitalisme maupun bandit berasal lompen proletar.

Lapisan ozon telah tertutup kembali terproses dalam dua bulan ini, paling sedikit, sejak wabah corvid-19. Efek rumah kaca yg berasal dari polusi CO2 industri, serta gas AC, asap knalpot motor & mobil dan pembakaran material buangan elektrik lainnya, atau asap dari pembakaran sengaja hutan oleh korporat,  tadinya akumulatif polutan itu memamah ozon sehingga lapisannya bolong, kini polutan itu signifikan berkurang memulihkan kembali lapisan ozon itu.

Di belahan kutub, air laut kembali membeku.

Sekolah belajar di rumah dengan guru atau mentor orang tua.

Perubahan di segala lini terkecil sekali terjadi menderas. Bagaimana dengan konglomerat Indonesia? Bagaimana dengan exponen atau petinggi era rezim Suharto yang berlimpah meraup Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia Indonesia? Presiden Joko Widodo memerlukan daya dan dana menekan penyebaran Corona sehingga butuh puluhan juta APD buat tenaga medis di garda depan.

Seberapa ratus trilyun sudah dihibahkan tanpa syarat? Ataukah dana terhimpun dikepit genggaman brandkasnya itu akan digunakannya biayai aksi dan demo melipat Joko Widodo bertepatan momen beliau jungkir balik sukar mengatasi Corona ini? Serta berupaya menggembosi arahan psychal distancing itu?

Dari pandangan dimensi peradaban demokrasi liberal perekonomian pasar bebas global yang status qua ini, wabah Corona memang menyengsarakan teramat ngelongso jemaat manusia. Bersamaan itu dimensi antipodanya juga  obyektif yakni bangkitnya dimensi radikal setidaknya progressif menuntut perubahan peradaban status quo ini. Teori kedaulatan negara, teori filsafat, teori para teoloog, teori para pemenang Nobel, teori demokrasi, sosial, politik, ekonomi, budaya, pertahanan semesta, dll ternyata tertabrak Corona seakan dibentur roket. Itulah keniscayaan obyektif pula.

Seyogianya seluruh exponen mengubah mindset dengan bertanya: apakah semua pendapat teori-teori itu dijunjung itu masih relevan? Bahkan para pemuka atas manusia itu dituntut pandangan dunianya untuk bertindak segra turut sktif merealisasi, proses ujung zaman dunia sudah berubah berganti rupa.

Secara tegas agar dimaklumi, meski bangkit potensi baru kita tidak patut bersyukur munculnya fenomena Corona ini, namun layak kita atensi konsekuensi logis yang muncul oleh fenomena itu. Dengan begitu kita dapat mengamati antisipasi kedepan masing-masing para pihak adi daya dunia maupun setiap negara dan solusi yang ditetapkan demi kepentingannya.

Vaksin atau strain mengatasi Corona pasti ditemukan. Seraya peradaban tentu tidak lagi kembali persis semula lagi, status qua persaingan sengit. Fenomena Corona yang sudah terjadi menginspirasi para pihak adi daya dan seluruh jemaat manusia.

Uang kertas bisa tidak relevan lagi, berganti entitas baru. Bisa chip dikreasi.

Kekejaman di dunia belum tentu kualitasnya susut. Bisa saja ada negara atau negara-proxy makin bringas. Dan lain-lain kemungkinan.

Jika segala teori dan pandangan dunia para pakar kaliber atas serta semua kepala negara di dunia, menampak kesia-siaan, tawaran sangat lama yang selama ini dilihat nonsens atau disikapi sebatas romantis tidak lengkap obyektif,  yakni Firman Allah utamanya Kitab Wahyu hendaknya dikaji sungguh-sungguh secara materialis dialektis.

 

———-

Catatan:

Tentang puisi kukutip. 

Baru saja, kutemukan di medsos, klarifikasi dari Ienas Tsuroiya, putri KH Mustofa Bisri,  menyatakan puisi tersebut bukan karya ayahnya. Ternyata puisi itu oleh Said Muniruddin, berjudul asli “Bubarnya Agama”. Tidak disebut entah siapa yang menyiarkannya seolah karya Gus Mus dengan merobah judul.

Sehubungan hal itu, kumohon, info ini turut disertakan juga dalam esai yang kutulis, agar publik tahu, sebagai ralat bahwa puisi itu adalah karya Said Muniruddin : Bubarnya Agama.

Tentang isi puisi tetap selaras terhadap topik esai.

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru