JAKARTA- Selain memeriksa Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Kementerian Kesehatan, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) juga memeriksa Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Dalam pemeriksaan itu BPK menemukan kekosingan obat di RSCM. Hal ini disampaikan oleh Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (4/6) berdasarkan laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2015 yang dibuat oleh BPK.
BPK juga menemukan permasalahan pada pengelolaan sediaan farmasi yang diperlukan untuk mendukung pelayanan pasien peserta JKN BPJS Kesehatan belum memadai.
“Terdapat 229 jenis perbekalan farmasi kosong pada Juni 2015 dan ada perbedaan persepsi atas pengakuan penghitungan barang farmasi. Akibatnya, terjadi kekosongan obat pada beberapa unit layanan di RSCM yang memengaruhi pelayanan pasien JKN peserta BPJS Kesehatan,” demikian Sekretaris Jenderal DKR, Web Warouw mengutip laporan BPK tersebut.
Laporan BPK yang ditanda tangani oleh Ketua BPK, Dr. Harry Azhar Azis, M.A di Jakarta, pada bulan Maret 2016 itu menyebutkan bahwa proses verifikasi, administrasi dan penyelesaian klaim pasien JKN peserta BPJS Kesehatan belum tepat waktu dan tepat jumlah. Akibatnya, perlu prosedur tambahan dalam pengendalian pendapatan, karena perbedaan nilai pendapatan diterima dengan bukti penerimaan.
“Selain itu, proses penyelesaian klaim gagal/ pending perlu waktu lebih lama dan berpotensi tidak tertagih karena tidak adanya SOP klaim tersebut,” jelasnya.
Pemeriksaan pada RSCM bertujuan untuk menilai efektivitas pelayanan Unit Rawat Inap Terpadu (URIT) Gedung A dan Unit Rawat Jalan Terpadu (URJT) pada RSCM sebagai fasilitas kesehatan dalam mendukung keberhasilan program JKN.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan RSCM telah melaksanakan program JKN sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan maupun BPJS Kesehatan. Keberhasilan yang telah dicapai antara lain adanya perencanaan atas pelaksanaan program pelayanan kesehatan secara menyeluruh, meskipun belum menggunakan dasar perhitungan kebutuhan dan didokumentasikan dengan baik,” katanya.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa RSCM juga telah memiliki prosedur operasi standar mulai dari pasien mendaftar sampai pasien memperoleh pelayanan kesehatan, meskipun belum lengkap dan terperinci. Selain itu, RSCM juga telah melaksanakan prosedur pelayanan secara konsisten sesuai dengan panduan klinis dan kebutuhan pasien tanpa dikenakan biaya pada kelas pelayanan sesuai dengan hak yang harus diterima oleh pasien.
“Namun BPK menyimpulkan penyelenggaraan program JKN pada RSCM khususnya pada URJT (Unit Rawat Jalan Terpadu-red) dan URIT (Unit Rawat Inap Terpadu-red) Gedung A belum sepenuhnya efektif dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada peserta JKN,” ujarnya.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama RSCM agar menyusun sistem pengelolaan rujukan yang lengkap, terperinci dan aplikatif sebagai pedoman bagi pelaksanaan pelayanan kesehatan. Memerintahkan kepala unit kerja/ layanan dalam melakukan usulan perencanaan pemenuhan kebutuhan sediaan farmasi berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya.
“Menetapkan SOP pengajuan klaim yang mengatur alur dan jangka waktu yang diperlukan untuk setiap tahapan proses pengajuan klaim, dan menetapkan SOP klaim gagal/ pending,” ujarnya. (Aan Rus)