JAKARTA- Upaya untuk menutupi fakta sejarah keterlibatan Amerika Serikat dalam upaya menjatuhkan Presiden Soekarno tidak bisa ditutupi lagi. Dalam kabel diplomatik Kedutaan Amerika untuk Indonesia kepada Kementerian Luar Negeri Amerika di Washington tanggal 12 Oktober 1965 disebutkan bahwa, “Tentara Angkatan Darat Indonesia mempertimbangkan menjatuhkan Soekarno dan mendekati beberapa kedutaan negara-negara Barat memberi tahu soal kemungkinan itu.” Hal ini diungkap dalam dokumen rahasia Amerika Serikat tentang penggulingan Presiden RI, Soekarno dan pembantaian massal 1965 yang barusan dirilis http://nsarchive.gwu.edu/ dan diberitakan oleh www.bbc.com secara internasional dan dikutip Bergelora.com di Jakarta, Rabu (18/10).
Dari dokumen ini, Amerika Serikat telah mengetahui skala pembantaian tragedi 1965
Sejumlah dokumen kabel diplomatik Amerika soal tragedi 1965 kembali dibuka ke publik oleh lembaga nonprofit National Security Archive (NSA), National Declassification Center (NDC), dan lembaga negara National Archives and Records Administration (NARA). Laporan itu menguak sejumlah surat dari dan ke Amerika Serikat ketika pembantaian terjadi.
Dokumen yang dibuka adalah 39 dokumen setebal 30.000 halaman yang merupakan catatan Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia sejak 1964 hingga 1968. Isinya antara lain seputar pertikaian antara tentara dengan PKI, termasuk efek selanjutnya berupa pembantaian massal.
Dalam telegram rahasia itu juga disebutkan, “Jika itu terlaksana, maka itu akan dilakukan dengan gerakan yang cepat tanpa peringatan dan Soekarno akan digantikan kombinasi junta militer dan sipil.” Dari negara-negara Barat, Angkatan Darat mengharapkan bantuan ekonomi berupa makanan dan lainnya.
Hal itu terkait perkembangan pada 10 Oktober 1965 yang menyebutkan Soekarno menerima pimpinan Angkatan Darat di Istana yang memberikan laporan soal keterlibatan PKI pada kejadian 30 September. Soekarno menolak membaca dan memarahi mereka karena menghina PKI. Para jenderal yang tidak disebutkan namanya itu kemudian meninggalkan Soekarno dengan rasa jengkel.
Sutarto, asisten Menteri Penerangan Ruslan Abdulgani, menyampaikan ke diplomat Amerika perlunya mengeksekusi pimpinan PKI dan membunuh Omar Dani yang kala itu menjabat Menteri Panglima Angkatan Udara Indonesia. Itu tercatat dalam kabel dari Kedutaan untuk Kemenlu tanggal 18 Oktober 1965.
Sutarto menyampaikan bahwa gejolak anti-PKI sudah merebak di Medan dan Makassar, sementara Jawa Tengah sedang berada dalam situasi yang kacau. Aksi-aksi anti-PKI ini dilaporkan dipimpin oleh “Angkatan Darat/kelompok Muslim”.
“Kita perlu menggantung Aidit, Njoto, dan Lukman di Lapangan Banteng guna menunjukkan ke semua orang seperti apa sebenarnya mereka,” kata Sutarto dikutip laporan tersebut.
Bahkan lebih lanjut Sutarto menyebutkan, “Omar Dani harus meletakkan jabatannya atau kita harus membunuh dia.” Ada pejabat AU lain yang juga disebut harus dicampakkan, yakni Sri Muljono, Suryadarma, dan Abdoerachmat.
Data dan fakta ini menguak sebagian tabir yang selama ini masih tertutup rapat dalam sejarah Indonesia. Selama ini, negara, terutama Tentara Nasional Indonesia, mengelak untuk membicarakan atau membuka sejarah kelam tragedi 1965.
Kebingungan Kader PKI
Fakta yang tersaji dalam dokumen diplomatik Amerika ini membantah narasi tunggal yang selalu didegungkan bahwa korban pembantaian tragedi 1965 adalah komunis atau mereka yang memang seharusnya bertanggung jawab.
“Mereka kebingungan dan mengaku tak tahu soal 30 September,” tulis laporan diplomatik Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia pada 20 November 1965.
Dalam telegram Kedutaan ke Kemenlu 20 November 1965, digambarkan bahwa kader-kader PKI kebingungan, tidak mengerti apa yang terjadi, dan tidak tahu harus berbuat apa. Informasi didapat diplomat Amerika dari seorang jurnalis Australia yang dapat dipercaya.
Si jurnalis disebutkan adalah jurnalis Barat pertama yang mengunjungi Jawa Tengah, yakni pada 10 Oktober 1965. “Dia berbicara dengan kader-kader PKI di beberapa tempat di Jawa Tengah,” tulis laporan itu.
Informasi serupa dikonfirmasi Konsuler Politik Kedutaan Yugoslavia yang mengatakan terlibat kontak secara rutin dengan aktivis PKI. Si aktivis sama sekali tidak panik dan tetap percaya Soekarno akan melindungi mereka. “Mereka tidak akan bertindak tanpa perintah Soekarno,” ujar sang diplomat.
Membantai PKI
Dokumen itu juga melaporkan, pada 26 November 1965 laporan dari Konsulat Jenderal Amerika di Surabaya menyebutkan terus mendapatkan laporan pembantaian di berbagai wilayah di Jawa Timur oleh Ansor. Di Tulungagung setidaknya 15.000 komunis dibunuh.
“Pembantaian diwarnai dengan Perang Suci (jihad): membunuh kafir akan memberi tiket ke surga dan jika darah korban diusapkan ke wajah, maka akan lebih terjamin (masuk surga),” tulis laporan tersebut.
Selain kelompok-kelompok Islam, Angkatan Darat juga mempersenjatai pertahanan sipil atau Hansip sebagai kekuatan memerangi PKI. Dalam laporan Konsulat Jenderal Amerika di Medan menyebutkan hal itu dilakukan untuk meningkatkan peran pengawasan di kota maupun pedesaan.
“Ketika ini dilaksanakan, rantai komando militer bertambah luas hingga setiap desa yang ada di Sumatera,” tulis laporan tersebut.
Tak sampai di situ, pemuda yang berusia 8-13 tahun diwajibkan ikut Pramuka yang dikontrol tentara. “Secara singkat, Sumatera dengan cepat berubah menjadi tanah tentara.” (Web Warouw)