PONTIANAK – Kabut asap tebal akibat karhutla (kebakaran hutan dan lahan), Kamis (26/9), kembali menyelimuti Kota Pontianak dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Barat. Dari pantauan Stasiun Meteorologi Kelas I Supadio-Pontianak, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan terpantau sebanyak 228 titik panas atau hotspot di empat wilayah di Kalbar.
Kepala Stasiun Meteorologi Kelas I Supadio-Pontianak Erika Mardiyanti dalam siaran persnya di Pontianak, Kamis (26/9), menyatakan, jumlah titik panas di Kalbar yang dipantau melalui hasil pengolahan data citra satelit Lapan mulai 25 September 2019 pukul 07.00 WIB hingga 26 September 2019 pukul 07.00 WIB, sebanyak 228 titik panas.
“Titik panas terbanyak di Kabupaten Ketapang, yakni 226 titik panas, kemudian di Sanggau dan Melawi masing-masing satu titik panas. Sementara di Sambas, Mempawah, Sintang, Kapuas Hulu, Bengkayang, Landak, Sekadau, Kayong Utara, Kubu Raya, Kota Pontianak dan Singkawang tidak ditemukan titik panas,” katanya.
Sebelumnya, terpantau sebanyak 34 titik panas, terbanyak di Kabupaten Ketapang yakni sebanyak 24 titik panas, kemudian Sintang 10 titik panas, sementara kabupaten/kota lainnya tidak ditemukan titik panas.
Penambahan kualitas kabut asap diakui Riko, salah seorang warga Kota Pontianak.
“Kalau mau keluar rumah harus menggunakan masker (penutup mulut dan hidung),” katanya.
Ia menjelaskan dalam dua hari terakhir kabut asap sempat berkurang karena di beberapa wilayah Kalbar dan termasuk di Kota Pontianak diguyur hujan, tetapi kini kabut asap kembali menyelimuti Pontianak.
Harus Permanen
Kepada Bergelora.com sebelumnya dilaporkan, Doni Monardo, Kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dalam acara diskusi media FMB 9 dengan topik ‘Antisipasi Karhutla Berlanjut’” di Jakarta, Kamis (26/9) menegaskan bahwa solusi untuk memadamkan karhutla (kebakan hutan dan lahan) harus permanen dan membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak karena tak ada yang mampu mengatasinya sendirian.
Doni menyebutkan selama 2019 sudah 328.724 hektare lahan amblas karena karhutla atau kebakaran hutan dan lahan. Sekitar 27 persennya atau 86.563 hektare adalah lahan gambut.
Dia menjelaskan untuk Sumatera Selatan hingga saat ini sudah tercatat 60.123 hektare menjadi korban karhutla. Tapi dia optimistis jumlah titik api dan kebakaran akan berkurang seiring dengan mulai turun hujan di beberapa daerah rawan Karhutla.
“Hujannya sudah turun di Jambi dan menyebar luas hingga ke Sumsel ini. Berdasarkan data BNPB, hujan terjadi di 10 kabupaten/kota di Sumatera Selatan, 11 kabupaten di Riau, 6 kabupaten di Kalimantan Selatan, 1 kota di Kalimantan Tengah, 7 kabupaten di Jambi, 11 kabupaten di Kalimantan Barat,” paparnya.
Hujan yang terjadi dalam beberapa hari ini tidak lepas dari peran tehnik modifikasi cuaca (TMC) oleh Mabes TNI dengan 4 armada, yakni 1 hercules, 1 unit CN 295 dan 2 unit Casa 212.
Kemarin siang hingga sore, Kota Palembang dan sebagian kota-kota lainnya di Sumatera Selatan diguyur hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Tidak hanya hujan akan tetapi pada daerah tertentu, disertai dengan angin kencang dan petir. Sebelumnya beberapa daerah yang kering tanpa hujan lebih dari 60 hari, di antaranya di Jambi dan sekitarnya. Akibat karhutla di Jambi asapnya menyebar hingga masuk ke wilayah Riau. Menurutnya, asap berkumpul menyeberang ke Selat Malaka dan mungkin ke negara tetangga.
BNPB juga memadamkan api karhutla dengan melakukan pengboman air menggunakan 49 helicopter. Untuk di Sumsel adalah jumlah unit terbanyak yakni 9 helikopter, yakni 7 untuk waterbombing dan 2 untuk patroli.
“Upaya ini belum berakhir, kita masih berjuang hingga pertengahan Oktober,” tukasnya.
Pemadaman karhutla di wilayah Indonesia yang berlahan gambut memang berbeda dengan karhutla di negara lain. Menurut Doni, ada lahan gambut yang memiliki bara api hingga 7 meter. Bahkan ada yang kedalaman yang masih mengandung bara hingga 20 meter. Dengan keadaan ini maka masalah karhutla jadi masalah permanen.
“Karena itu perlu solusi secara permanen dan membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak.Tak ada yang mampu bekerja sendirian,” tegasnya. (Aju/Enrico N. Abdielli)