JAKARTA- Ternyata, Jaksa Adnan Buyung Nasution yang ketika itu berusia 31 tahun, ikut membantu penghancuran PKI. Dalam perbincangannya dengan Sekretaris Kedua Kedutaan Amerika Robert Rich, Buyung mengusulkan untuk terus mengejar komunis guna melemahkan kekuatan PKI. Hal ini diungkap dalam dokumen rahasia Amerika Serikat tentang penggulingan Presiden RI, Soekarno dan pembantaian massal 1965 yang barusan dirilis http://nsarchive.gwu.edu/ dan diberitakan oleh www.bbc.com secara internasional dan dikutip Bergelora.com di Jakarta, Rabu (18/10).
Dokumen itu juga menyebutkan bahkan Buyung juga mengusulkan agar fakta pembantaian ribuan komunis disembunyikan dari Soekarno.
“Pembantaian oleh tentara harus tetap dirahasiakan dan masifnya represi tentara terhadap PKI harus dijauhkan dari Soekarno,” kata Buyung seperti ditulis telegram Kedutaan Amerika untuk Kemenlu tanggal 23 Oktober 1965.
Buyung yang disebutkan dua kali mendatangi Kedutaan untuk berdiskusi yakni pada 15 dan 19 Oktober 1965, juga menyampaikan informasi lainnya.
“Beberapa elemen tentara berencana membebaskan pimpinan Masjumi dan PSI yang dipenjara sejak pemberontakan PRRI,” tulis laporan tersebut.
Dalam biodatanya Buyung disebutkan sebagai asisten pribadi jaksa agung sejak 1964 dan pernah di intelejen kejaksaan. Pada 1961, Buyung adalah perwakilan kejaksaan yang bertanggung jawab pada perencanaan keamanan bagi Jaksa Agung Robert Kennedy yang akan berkunjung ke Indonesia.
Kebingungan Kader PKI
Data dan fakta ini menguak sebagian tabir yang selama ini masih tertutup rapat dalam sejarah Indonesia. Selama ini, negara, terutama Tentara Nasional Indonesia, mengelak untuk membicarakan atau membuka sejarah kelam tragedi 1965.
Fakta yang tersaji dalam dokumen diplomatik Amerika ini membantah narasi tunggal yang selalu didegungkan bahwa korban pembantaian tragedi 1965 adalah komunis atau mereka yang memang seharusnya bertanggung jawab.
“Mereka kebingungan dan mengaku tak tahu soal 30 September,” tulis laporan diplomatik Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia pada 20 November 1965.
Dalam telegram Kedutaan ke Kemenlu 20 November 1965, digambarkan bahwa kader-kader PKI kebingungan, tidak mengerti apa yang terjadi, dan tidak tahu harus berbuat apa. Informasi didapat diplomat Amerika dari seorang jurnalis Australia yang dapat dipercaya.
Si jurnalis disebutkan adalah jurnalis Barat pertama yang mengunjungi Jawa Tengah, yakni pada 10 Oktober 1965. “Dia berbicara dengan kader-kader PKI di beberapa tempat di Jawa Tengah,” tulis laporan itu.
Informasi serupa dikonfirmasi Konsuler Politik Kedutaan Yugoslavia yang mengatakan terlibat kontak secara rutin dengan aktivis PKI. Si aktivis sama sekali tidak panik dan tetap percaya Soekarno akan melindungi mereka. “Mereka tidak akan bertindak tanpa perintah Soekarno,” ujar sang diplomat.
Membantai PKI
Dokumen itu juga melaporkan, pada 26 November 1965 laporan dari Konsulat Jenderal Amerika di Surabaya menyebutkan terus mendapatkan laporan pembantaian di berbagai wilayah di Jawa Timur oleh Ansor. Di Tulungagung setidaknya 15.000 komunis dibunuh.
“Pembantaian diwarnai dengan Perang Suci (jihad): membunuh kafir akan memberi tiket ke surga dan jika darah korban diusapkan ke wajah, maka akan lebih terjamin (masuk surga),” tulis laporan tersebut.
Selain kelompok-kelompok Islam, Angkatan Darat juga mempersenjatai pertahanan sipil atau Hansip sebagai kekuatan memerangi PKI. Dalam laporan Konsulat Jenderal Amerika di Medan menyebutkan hal itu dilakukan untuk meningkatkan peran pengawasan di kota maupun pedesaan.
“Ketika ini dilaksanakan, rantai komando militer bertambah luas hingga setiap desa yang ada di Sumatera,” tulis laporan tersebut.
Tak sampai di situ, pemuda yang berusia 8-13 tahun diwajibkan ikut Pramuka yang dikontrol tentara. “Secara singkat, Sumatera dengan cepat berubah menjadi tanah tentara.” (Web Warouw)