Sabtu, 5 Oktober 2024

Waktu Sekolah Cukup 5 Hari

JAKARTA- Rencana Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkait kebijakan menyeragamkan waktu dan jam masuk sekolah menjadi enam hari mulai Senin hingga Sabtu dinilai sebagai langkah yang kurang tepat oleh Ketua DPD RI, Irman Gusman. Menurutnya, waktu sekolah lima hari sudah ideal dan dapat meningkatkan efeksitifitas dan efisien kegiatan belajar mengajar. Hal ini disampaikannya kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa, (12/8).

Irman mengatakan, dalam pertimbangannya perlu diberikan waktu istirahat yang cukup untuk anak didik, karena keberhasilan pendidikan baik secara mikro maupun makro tidak hanya ditentukan oleh faktor pendidikan di sekolah tetapi juga faktor-faktor lain.

Menurutnya, jika 2 jam pelajaran di hari Sabtu itu dipindahkan ke hari lain, maka waktu sekolah tentu akan lebih efektif. “Waktu sekolah lima hari akan membantu siswa, guru, dan manajemen sekolah meningkatkan efektivitas kegiatan belajar dan mengajar,” ujarnya.

Irman menilai, waktu sekolah lima hari penting diterapkan agar dapat memberikan waktu luang satu hari bagi siswa didik untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat mandiri.

“Waktu istirahat juga mempunyai arti penting bagi anak didik, baik dalam rangka memperoleh kembali semangat belajar, mempererat ikatan antar anggota keluarga, melaksanakan fungsi sosial maupun mengembangkan diri di luar sekolah” jelas Irman.

Irman menambahkan, waktu libur di hari Sabtu juga kesempatan pengembangan diri di luar jam pelajaran adalah sesuatu yang sangat penting bagi siswa yang memerlukan alokasi waktu tersendiri.

“Hari sabtu dapat digunakan anak didik untuk les tambahan atau ekstrakurikuler, sehingga ada pengembangan diri anak diluar sekolah, dan tentunya akan berdampak positif untuk mutu pendidikan di sekolah,” jelasnya.

Lebih lanjut Irman menambahkan, faktor kontekstual juga turut memberikan kontribusi dalam penerapan kebijakan waktu sekolah lima hari, terutama aspek lalu lintas ataupun biaya anak selama kegiatan belajar mengajar.

“Pemadatan waktu sekolah tentu akan mengurangi dampak kemacetan di jalan, karena Sabtu tidak ada anak sekolah. Selain itu, juga akan mengurangi beban orangtua dalam hal ongkos anak ke sekolah maupun uang jajan siswa,” ungkapnya.

Meskipun perubahan waktu sekolah enam hari menjadi lima hari, mungkin saja dapat mengakibatkan pengurangan pertemuan tatap muka di kelas, namun hal itu seharusnya tidak mengurangi target pencapaian kurikulum dan mutu pembelajaran, apabila tenaga pendidik mampu meningkatkan dan menyempurnakan metodologi pembelajaran yang diberikan di kelas.

“Guru harus mampu mengelola waktu belajar lima hari dengan  efektif dan efisien. Dengan demikian, perlu peningkatan kemampuan dari pendidikan untuk mencapai proses pembelajaran yang bermutu tinggi,” ujar Irman.

Irman menilai, mutu pendidikan dapat ditingkat dengan metode pembelajaran yang tepat, diantaranya dengan menciptakan suasana hangat dan menyenangkan dalam kegiatan belajar mengajar.

“Metode fun learning yaitu yang menyenangkan akan membuat materi kurikulum yang diajarkan mudah diterima oleh anak didik. Guru harus bertanggung jawab memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak didiknya. Maka secara otomatis, akan mudah juga membawa perubahan bagi anak,” jelas Irman.

Kurikulum Yang Melelahkan

Sementara itu, sebuah surat terbuka disampaikan oleh sekelompok siswa dan siswi di Yogyakarta kepada Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan kelelahan para siswa dibawah kurikulum 2013.

“Bapak Presiden SBY yang kami cintai. Kami capek pak Dengan kurikulum 2013 yang memaksa kami untuk menguasai hampir 18 pelajaran. Kami butuh tidur, refreshing otak. Kami bukan robot, kami manusia pak, kami makan nasi bukan makan besi. Tolong kami pak,” demikian ujar surat yang disampaikan kepada Bergelora.com di Jakarta hari ini.

Surat itu menggambarkan para siswa harus masuk jam 06.30 dan bangun lebih pagi dari pekerja kantoran.

“Sementara, guru boleh telat kenapa anak muridnya tidak boleh telat? Kenapa kita harus menguasai seluruh mata pelajaran yang bukan minat kita pak? Pembelajaran di negeri ini sangat aneh, tidak mendidik apa yang anak bakati, malah di suruh mati-matian untuk menguasai materi yang kadang bikin kita bosen pak,” demikian surat yang juga ditembuskan ke Menteri Pendidikan Nasional.

Para siswa menegaskan bahwa mereka ingin mengejar cita-cita seusai dengan bakat masing masing. Sehingga tidak semua pelajaran harus dibebankan ke siswa.

“Kami itu manusia pak, bukan tikus Percobaan. Kami itu ingin mengejar cita-cita dengan bakat kita pak, bukan mengejar nilai yang semua pelajaran nya harus di atas kkm. Tolong katakan pada menteri pendidikan pak. Kami bukan robot !” tegas surat itu. (Dian Dharma Tungga/Wanda JJ Korah)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru