Selasa, 22 Juli 2025

Waspada..! Soal Pribumi, Pidato Rasis Gubernur Anies Jadi Bahan Tertawaan

Migrasi manusia yang mencampur sebagian ras di dunia sejak 60 ribu tahun lalu (Ist)

JAKARTA- Para ahli dan masyarakat menertawakan pidato Anies Baswedan yang menyinggung soal penindasan pada pribumi pada saat pelantikan dirinya menjadi Gubernur DKI Jakarta. Karena pada kenyataannya sudah tidak ada lagi yang bisa dikatakan sebagai orang pribumi karena percampuran ras yang sudah terjadi sebelum 60 ribu tahun lalu.

“Perjalanan umat nanusia… Allah ciptakan beraneka bangsa supaya saling mengenal… Anies Sandi mau pro pribumi… siapa yang pribumi.. ?” demikian ahli tata ruang Dr. Ir . Son Diamar, M.Sc kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (17/10)

Son Diamar juga mengingatkan adanya larangan penggunaan istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam Instruksi Presiden RI Nomo 26 Tahun 1998 Tentang menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam semua perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program ataupun Pelaksaanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan.

“Pertimbangan dalam instruksi tersebut adalah untuk lebih meningkatkan perwujudan persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, persamaan hak atas pekerjaan dan penghidupan, hak dan kewajiban warga negara, dan perlindungan hak asasi manusia, serta lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, dipandang perlu memberi arahan bagi upaya pelaksanaannya,” tegasnya.

Instruksi Presiden ini juga menurutnya merujuk pasal Pasal 4 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

“Instruksi ini ditujukan kepada Para Menteri; Para Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen; Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;

Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II,” ujarnya.

Sementara itu sebaliknya, Amin Mudzakir, ilmuan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dalam akun facebooknya yang dikutip Bergelora.com menanyakan KENAPA MASIH HERAN DENGAN ANIES BASWEDAN?

Janji kampanye Anies-Sandi saat kampanye calon Gubernur DKI Jakarta (Ist)

“Pernyataan gubernur baru DKI yang mengatakan bahwa sekarang saatnya kaum pribumi menjadi tuan rumah di negerinya sendiri tidak mengejutkan. Jadi mengapa perlu diherankan. Sejak pilkada dimulai, sudah sangat jelas dia menggunakan sentimen rasis untuk meraih kemenangan,” katanya.

Peneliti LIPI ini juga menyatakan ketidak percayaannya akan terjadi rekonsiliasi dalam waktu dekat ini karena akan dipengaruhi politik rasisme menjelang Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu Serentak 2019.

“Oleh karena itu, saya tidak percaya akan terjadi rekonsiliasi dalam waktu dekat ini. Luka kultural yang disebabkan oleh keganasan pilkada DKI justru akan terus digarami. Bukan menakut-nakuti, tetapi saya sudah siap dengan situasi yang mungkin lebih buruk lagi,” ujarnya

Menurutnya, Anies Baswedan berbahaya karena dia paham sekali daya ledak yang bisa ditimbulkan dari pernyataan-pernyataan rasisnya. Daya ledak tersebut akan dipelihara karena hanya dengan itulah dia mampu mengontrol kekuasaannya. “Apakah itu akan merusak tenun kebangsaan yang pernah dikemukakannya adalah soal lain yang mungkin akan dipikirkan atau mungkin juga tidak,” katanya.

Seperti ditunjukkan oleh survey ISEAS Singapura yang Amin Mudzakir bagi kemarin, Indonesia hari ini berada dalam kondisi gawat darurat toleransi. Antipati terhadap orang atau kelompok di luar dirinya sangat tinggi.

“Masyarakat Indonesia hari ini seperti tumpukan jerami kering yang mudah terbakar oleh percikan api,” katanya.

Menurutnya, apa yang terjadi di Indonesia mencerminkan kondisi umum dunia. Perpecahan atas dasar sentimen identitas sedang menggejala di Catalonia dan Kurdistan.

“Di sisi lain, para politisi sayap kanan yang menyuarakan pandangan anti-orang asing juga sedang meraih dukungan besar di Austria dan Jerman. Belum lagi pertempuran tiada habisnya di negara-negara Muslim seperti Syiria dan Yaman,” katanya.

Ia berharap ada upaya dari masyarakat dan pemerintah untuk menghadang proses politik yang bisa memburuk sewaktu-waktu.

“Pertanyaannya apa yang bisa kita lakukan untuk menghadang, setidaknya memperlambat, proses pergerakan politik yang sedang bergerak ke kanan?” katanya.

Pidato Hatta

Sebaliknya, anggota Kantor Staff Kepresiden (KSP) Beathor Suryadi justru mengutip pidato Proklamator Mohammad Hatta soal soal Pribumi dan Non Pribumi, dalam penguasaan ekonomi dalam seminar PENJABARAN PASAL 33 UUD 1945, 6-7 Oktober 1977. Berikut petikannya yang disebarkan aktivis anti Orde Baru ini:

“Pada masa yang akhir ini negara kita masih berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, tetapi politik perekonomian negara di bawah pengaruh teknorat kita sekarang, sering menyimpang dari dasar itu. Politik liberalisme sering kali dipakai jadi pedoman. Berbagai barang yang penting bagi penghidupan rakyat tidak menjadi monopoli pemerintah, tetapi di monopoli oleh Orang Cina!”

 

“Adakah yang akan mengkritik pidato ini rasis. Bahkan dalam pidato ini Hatta langsung menunjuk orang Cina yang memenopoli barang yang penting bagi penghidupan rakyat. Hatta bahkan tidak memperhalusnya sebagai non pribumi. Itulah keterusterangan Hatta tentang realitas ekonomi. Lalu  adakah yang berani mengkritik HATTA setajam kritik terhadap Anies? (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru