JAKARTA- Krisis internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memasuki babak baru setelah auditor dari Kantor Akuntan Publik GPAA, yang menangani audit keuangan organisasi tersebut, menyatakan mengundurkan diri.
Langkah itu diambil setelah draf progres audit yang ia kirimkan kepada internal PBNU diduga dimanipulasi, direproduksi, dan kemudian beredar ke publik sebagai seolah-olah “laporan resmi” yang memuat temuan pelanggaran keuangan.
Sumber auditor itu sendiri menegaskan bahwa audit masih berjalan, belum selesai, dan belum pada tahap yang secara profesional boleh ditarik kesimpulan apa pun. Namun dokumen yang belum matang itu justru menjadi dasar bagi sebagian pihak untuk membangun narasi pelanggaran keuangan yang kemudian digunakan dalam keputusan strategis, termasuk dalam rapat harian Syuriyah PBNU pada 20 November lalu.
Audit Belum Final, Narasi Sudah Beredar
Kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (3/12) dilaporkan, tuduhan pelanggaran keuangan yang dialamatkan kepada Ketua Umum PBNU bersumber dari sebuah “dokumen audit” yang beredar luas. Namun GPAA, pihak yang membuat dokumen tersebut, secara eksplisit menegaskan bahwa materi yang beredar itu bukan laporan audit. Ia hanyalah draft progress, dokumen kerja internal yang belum melalui verifikasi, pengujian bukti, atau penandatanganan formal.
Dengan kata lain, proses audit masih berlangsung, dan belum ada kesimpulan
Dalam standar audit profesional, draft seperti ini tidak boleh digunakan sebagai landasan keputusan apa pun. Apalagi keputusan strategis organisasi sebesar PBNU. Penggunaan dokumen belum final sebagai dasar pemberhentian Ketua Umum, menurut sejumlah pakar tata kelola, setara dengan “memvonis sebelum dakwaan selesai ditulis.”
Pesan WhatsApp Auditor: ‘Narasi Direproduksi, Seakan-akan Itu Temuan Saya
Kisruh semakin meruncing ketika pesan WhatsApp dari auditor kepada Bendahara Umum PBNU, Sumantri, mulai beredar hari ini, Senin (2/12/2025). Pesan itu memperjelas bahwa auditor merasa draf yang ia kirimkan telah direproduksi dan ditambah-tambahi sehingga tampak seperti laporan final.
Dalam pesan tersebut sang auditor menulis:
“Draft progress audit yg saya sampaikan dalam rangka pembahasan dgn internal pemberi kerja, narasi dan deskripsinya sdh diketik ulang atau direproduksi dengan beberapa penambahan seakan2 itu temuan atau laporan saya. Ga tau siapa yg mereproduksinya dan disampaikan ke media online terutama inilah.com. Alhamdulillah saya blm menerbitkan audit report krna audit belum selesai, dan tidak ada kop surat KAP saya di setiap komunikasi yg saya sampaikan ke pemberi kerja. Jd pengaitan hasil audit kita di pemberitaan ga berdasar sama sekali.”
Pernyataan ini mengonfirmasi dua hal penting: (1) bahwa dokumen tersebut bukan laporan audit, dan (2) bahwa ada pihak yang mengolah kembali draft internal sehingga menjadi narasi publik yang keliru.
Keputusan Strategis Tak Boleh Berdiri di Atas Data Prematur
Dalam rezim hukum Indonesia, khususnya dalam tata kelola ormas, prinsip due process mewajibkan kehati-hatian. Data prematur tak dapat digunakan sebagai dasar keputusan yang berdampak luas. Audit yang belum selesai secara hukum tidak memiliki daya kesimpulan, tidak dapat dipakai sebagai bukti, apalagi untuk menetapkan sanksi internal
Lebih jauh, argumentasi bahwa dugaan pelanggaran keuangan dapat mengancam legalitas badan hukum NU juga dianggap tak berdasar. UU Ormas menetapkan tahapan administratif ketat sebelum organisasi bisa dikenai sanksi, dan isu keuangan bukan kategori pelanggaran yang dapat membawa pada langkah ekstrem semacam pembekuan atau pembubaran.
Tuduhan yang Keliru Sejak Sumbernya
Fakta bahwa tuduhan pelanggaran keuangan bersandar pada dokumen yang belum selesai menjadikan seluruh narasi itu rapuh sejak akar. Sumbernya sendiri menolak validitas penggunaan dokumen tersebut. Profesional yang mengerjakan auditnya menarik diri, bahkan menegaskan bahwa nama dan pekerjaannya justru dipakai untuk tujuan yang tidak ia ketahui.
Dengan demikian, tuduhan keuangan yang selama ini digaungkan bukan hanya lemah, tetapi keliru sejak sumbernya.
Krisis internal PBNU pun memasuki fase yang lebih kompleks. Bukan hanya soal perbedaan pendapat dan dinamika kekuasaan, melainkan kini menyangkut integritas proses, penggunaan dokumen profesional, dan keabsahan dasar keputusan organisasi.
Sementara itu, publik Nahdliyin masih menunggu klarifikasi resmi dari pihak-pihak yang diduga memanipulasi narasi audit tersebut.
Kisahnya tampak jauh dari selesai. Namun satu hal kini sudah jelas, laporan yang dijadikan peluru oleh Syuriyah, ternyata belum pernah menjadi laporan.
Gus Yahya Tetap Ketum
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Absar Abdalla (Gus Ulil) menegaskan, Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) merupakan ketua umum PBNU. Gus Ulil menyebutkan, rapat koordinasi badan otonom (banom) yang tertutup hari ini juga tetap berlangsung dengan surat undangan yang ditandatangani langsung oleh Gus Yahya.
“Ya ini Gus Yahya tetap berjalan dan bekerja sebagai ketua umum. Yahya bekerja seperti biasa, tidak ada pengaruh apa pun lah dari keadaan politik sekarang ini ya,” ujar Ulil saat ditemui di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (2/12/2025).
Meski ada rotasi jabatan pengurus, Gus Ulil memastikan pengelolaan harian organisasi masih berada di bawah komando Gus Yahya.
“Meskipun kita ada rotasi dalam beberapa jabatan, sekjen dirotasi, kemudian bendum dirotasi, ada beberapa ketua yang juga berganti ya,” ucapnya.
Salah satu pengurus PBNU yang dirotasi dari jabatannya yakni Saifullah Yusuf (Gus Ipul). Kini, Gus Ipul tak lagi menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen).
Ulil mengatakan, keputusan rotasi Gus Ipul untuk menjaga performa dan kinerja organisasi PBNU agar tidak terbentur kesibukan lain para pengurus.
“Ya rotasi ini karena untuk menjaga performa, kinerja organisasi, karena kesibukan-kesibukan beberapa pengurus ya, seperti sekjen, bendum,” jelas dia.
Menurut Ulil, roda organisasi PBNU harus tetap berjalan terus sehingga keputusan rotasi itu akhirnya diambil.
“Ya kita butuh roda organisasi ini berjalan terus, sehingga tidak ada pilihan lain,” kata dia.
Ia melanjutkan, ada pengurus-pengurus PBNU lain yang juga kena rotasi dari jabatannya, bukan hanya Gus Ipul.
PBNU khawatir jika pengurus yang terlalu sibuk dengan kegiatan lain dapat mengganggu kinerja dan ritme organisasi.
“Kita harus merotasi, karena kita khawatir kalau ada 1-2 pengurus yang terlalu sibuk dengan kesibukan lain, kemudian mengganggu kinerja dan ritme organisasi,” ucap Ulil.
Sebelumnya, terjadi adu klaim pemegang kendali PBNU. Gus Yahya masih merasa menekankan bahwa dirinya merupakan ketua umum organisasi Islam tersebut.
Padahal dalam beberapa hari terakhir, Gus Yahya disebut telah diberhentikan dari jabatan Ketum PBNU dan digantikan oleh Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar. Gus Yahya lalu membantah dokumen pemberhentian tersebut.
Dia menyatakan bahwa dokumen yang beredar itu tidak sah.
Gus Yahya justru mencopot sejumlah pejabat PBNU dari jabatannya masing-masing, salah satunya Saifullah Yusuf atau Gus Ipul dari jabatan Sekretaris Jenderal PBNU.
“Rotasi ini sebagaimana diatur dalam aturan perkumpulan sebagai forum permusyawaratan tertinggi kedua setelah Muktamar, ini semua kita maksudkan supaya tugas-tugas yang harus dipertanggungjawabkan oleh PBNU tetap bisa dijalankan dengan baik,” kata Yahya Cholil Staquf usai rapat tanfidziyah yang diselenggarakan di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, pada Jumat (28/11/2025).
Sementara di sisi lain, Rais Aam PBNU kembali melawan dengan menyatakan Gus Yahya sudah bukan ketum.
Hal ini disampaikan usai silaturahmi Rais Aam PBNU dengan para Syuriah PBNU dan 36 PWNU yang digelar di kantor PWNU Jawa Timur, Sabtu (29/11/2025).
“Terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB, KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU.
Sejak saat itu, kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam,” kata Miftachul Akhyar. (Web Warouw)

