JAKARTA- Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa memastikan efisiensi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga tahun 2026. Namun, konsep efisiensi yang dibawa Purbaya berbeda dengan cara Sri Mulyani.
Dia menyebut tak akan melakukan pemotongan atau pemblokiran anggaran. Namun, kebijakan efisiensi yang dibelanjakan akan dikeluarkan sesuai peruntukannya.
“Kalau efisiensi adalah yang Anda pasti, dibelanjakan sesuai dengan peruntukannya dan tempat waktu dan tidak dikorup,” ujar Purbaya kepada wartawan, di Kementerian Keuangan, Jakarta, dikutip Rabu (8/10/2025).
Lebih lanjut, dia membantah adanya perubahan anggaran. Dia menjelaskan bahwa relokasi anggaran tersebut hanya penempatannya yang berbeda saja. Menurutnya, anggaran yang nganggur menjadi beban bagi pemerintah karena harus membayar bunga yang besar.
“Jadi saya bukan belanja gratis. Saya gak mengubah anggaran. Anggaran yang ada jangan sampai mengganggu sistem. Uangnya masih punya pemerintah, tapi tempatnya lain. Anggarannya sama sama kemarin. Tapi dampaknya akan berbeda,” kata dia.
“Kalau (uang negara) besar-besar, saya ambil. Saya bayar bunga kan,” tambah dia.
Kepada Bergelora.com.di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Pemerintahan Presiden Prabowo memastikan kebijakan efisiensi anggaran akan berlanjut pada tahun 2026. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara di depan Komisi IX DPR RI.
“Tentu di tahun 2026, dalam rencana kerja anggaran 2026, kami akan terus melanjutkan kebijakan efisiensi anggaran dan memperluas strategi efisiensi anggaran,” ungkap Suahasil dikutip Senin (22/9).
Efisiensi anggaran terbukti membantu pemerintah dalam memastikan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) digunakan secara tepat guna.
Suahasil menjelaskan, sejak tahun 2020 hingga 2025, Kemenkeu telah mencatat total efisiensi sebesar Rp3,53 triliun yang diperoleh dari evaluasi belanja dan pemangkasan pengeluaran yang dinilai tidak mendukung prioritas pembangunan.
Capaian itu merupakan bukti efisiensi anggaran bukan hanya soal penghematan, tetapi juga upaya untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Terkait dengan efisiensi anggaran, kebijakan tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa dalam rangka menjaga pencernaan fiskal dan mendukung program prioritas pemerintah, pemerintah melakukan penyesuaian belanja negara melalui efisiensi dalam APBN.
Untuk diketahui, kebijakan efisiensi anggaran telah ditegaskan oleh Presiden Prabowo saat pidato kenegaraan menyampaikan Rancangan Undang-Undang APBN 2026 beserta Nota Keuangan pada 15 Agustus 2025 lalu.
“Pemerintah yang saya pimpin berjanji di hadapan majelis ini kami akan terus melakukan efisiensi sehingga defisit ini kita ingin menekan sekecil mungkin. Dan harapan saya, adalah cita-cita saya untuk sutau saat apakah dalam tahun 2027 atau 2028 saya ingin berdiri di depan majelis ini di podium ini untuk menyampaikan bahwa kita berhasil punya APBN yang tidak ada defisitnya sama sekali,” jelas Presiden.
Presiden Prabowo menekankan bahwa kualitas belanja negara harus terus ditingkatkan. Misalnya, belanja operasional yang tidak efisien akan diperkecil, sementara belanja yang memberi manfaat nyata, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat layanan publik akan menjadi prioritas.
Beresin Dulu Belanjanya!
Sebelum dilaporkan, sejumlah Gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) ramai-ramai menolak keputusan pemerintah pusat memotong anggaran Transfer ke Daerah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.
Para Gubernur pagi ini Selasa (7/10/2025) mendatangi kantor Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menyampaikan protes tersebut. Pertemuan berlangsung pukul 10.00 WIB selama 1 jam.
Adapun Kepala Daerah yang hadir adalah Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Bangka Belitung, Banten, Kepulauan Riau, Jawa Tengah dan Sulawesi Tengah.
Kemudian Maluku Utara, Sumatera Barat, DI Yogyakarta, Papua Pegunungan, Bengkulu, Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan dan NTB.
“Semuanya ngomong. Semuanya ngomong, nggak mau ketinggalan. Anda mau nanya apa? Ada beberapa yang bilang ini memang mengganggu stabilitas daerah dan mengganggu NKRI segala macem,” ujar Purbaya saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan.
Menanggapi hal tersebut, Purbaya menyatakan penolakan dari banyak pihak tentu adalah hal yang wajar. Menurutnya seharusnya daerah bisa membangun sejak lama hingga anggarannya tidak terbuang ke berbagai pos yang tidak jelas.
“Kalau mereka mau bangun daerahnya kan harusnya dari dulu udah bagus, anggarannya nggak ada yang hilang sana sini,” ujar Purbaya.
Di sisi lain, Purbaya menjelaskan akan tetap mempertimbangkan penambahan anggaran TKD tahun depan jika perekonomian dinilai semakin membaik.
“Memasuki pertengahan triwulan kedua tahun 2026 nanti kalau memang ekonominya sudah bagus, pendapatan pajaknya naik, coretax-nya udah bagus, biaya nggak ada bocor, pajaknya nggak ada bocor. Harusnya kan naik semua kan? Kalau naik semua kita bagi,” tegasnya.
Purbaya menekankan kepada para Gubernur untuk menyelesaikan program-program yang diusulkan dengan baik untuk meyakinkan pemerintah pusat menambah anggaran.
“Saya bilang sih ya anda beresin aja dulu belanjanya dan buat kesan yang baik. Bukan saya kan, bukan saya yang ambil keputusan. Ini DPR di atas-atas sana. Nanti baru bisa dibalik lagi arahnya ke arah desentralisasi,” ujarnya.
Tuntutan Gubernur Se-Indonesia
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk tidak memotong anggaran transfer ke daerah (TKD) 2026. Hal ini diungkapkan sejumlah Gubernur dari berbagai daerah yang tergabung dalam APPSI saat melakukan audiensi dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Gedung Djuanda Kemenekeu, Jakarta pada Selasa (7/10/2025).
Ketua Umum APPSI sekaligus Gubernur Jambi Al Haris mengatakan, pada pertemuan tersebut berbagai kepala daerah menumpahkan keluh kesahnya ke Bendahara Negara. Pasalnya, penurunan TKD 2026 yang dialami oleh banyak pemerintah daerah (pemda) menimbulkan dampak ke belanja daerah. Terlebih bagi pemda yang pendapatan asli daerah (PAD) kecil.
“Kami hari ini sengaja dari APPSI, sengaja meminta waktu Pak Menteri untuk kami bercerita tentang keluh-kesah kami di daerah. Karena dengan TKD yang dikirim ke daerah luar biasa turunnya. Makanya dari itu semua daerah tadi menyampaikan apa-apa yang dirasakan di daerahnya masing-masing terkait dengan keberlangsungan pembangunan di daerahnya,” ujar Haris setelah pertemuan.
Penurunan anggaran TKD 2025 membuat tidak sedikit pemda yang bakal kesulitan untuk menggaji pegawai dan melaksanakan program pembangunan daerah.
Haris mengungkapkan, di Provinsi Jambi sendiri alokasi anggaran TKD berkurang dari sebesar Rp 4,6 triliun pada tahun ini menjadi Rp 3,1 triliun.
Pengurangan ini berasal dari dana alokasi khusus (DAU), dana bagi hasil (DBH), maupun anggaran tunda salur. Dia khawatir kondisi ini bakal mempengaruhi kinerja pegawai pemda menjadi tidak maksimal.
“Sulit mereka untuk mengembangkan daerahnya. Apalagi bicara visi misi, yang penting roda pemerintahan jalan aja oke lah itu, ya kan? Artinya apa? Jangan sampai yang hak pegawai terganggu karena berdampak kepada kinerja daerah nantinya. Itu masalahnya,” ungkapnya.
Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid menambahkan, banyak kepala daerah yang baru dilantik yang membutuhkan anggaran untuk merealisasikan janji-janji kampanye mereka.
“Tentu kita berharap bahwa alokasi anggaran yang cukup itu bisa merealisasikan apa yang kita lakukan, apalagi hampir semua visi-misi kita itu juga sejalan dengan astacita Bapak Presiden,” kata Anwar.
Keluhan juga diungkapkan oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf dimana daerahnya terkena pemangkasan anggaran sekitar 25 persen dari tahun ini. Untuk itu, dia meminta agar pemerintah pusat mengambil kebijakan dengan tidak memangkas anggaran TKD 2026.
“Semuanya kami mengusulkan supaya tidak dipotong. Anggaran kita tidak dipotong karena itu beban semua di provinsi kami masing-masing,” kata Muzakir pada kesempatan yang sama.
Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda menambahkan, anggaran TKD 2026 yang telah dipangkas hanya cukup untuk melakukan belanja rutin. Sementara belanja untuk pembangunan infrastruktur menjadi berkurang. Padahal pembangunan infrastruktur sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
“Kita minta untuk jangan ada pemotongan. Pak Menteri Keuangan akan mencari solusi yang terbaik bagaimana sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah tetap jalan dan stabil,” ucap Sherly. Sherly mengungkapkan, daerahnya terkena potongan DBH sebesar 60 persen sehingga secara keseluruhan alokasi anggaran TKD 2026 menjadi Rp 6,7 triliun dari Rp 10 triliun pada 2025.
Sementara pemda lainnya di level provinsi mendapatkan pemotongan sekitar 2-30 persen. Namun ada juga pemerintah kabupaten yang terkena pemangkasan sekitar 60-70 persen dari TKD 2025.
Banyak Penyelewengan!
Sebelumnya, Purbaya mengungkapkan alasan pemotongan TKD karena banyak penyelewengan atau ketidaksesuaian belanja di daerah. Hal itu yang membuat pemerintah pusat ingin penggunaan anggaran di daerah dioptimalkan agar lebih efektif dan bersih.
“Alasan pemotongan itu utamanya dulu karena banyak penyelewengan ya. Artinya, nggak semua uang yang dipakai, dipakai dengan betul. Jadi, itu yang membuat pusat agak, bukan saya ya, pemimpin-pemimpin itu agak gerah dengan itu, ingin mengoptimalkan,” ucap Purbaya di Gedung Keuangan Negara (GKN) Surabaya, Jawa Timur, Kamis (2/10/2025).
Purbaya menyebut program pemerintah pusat yang manfaatnya dirasakan daerah naik signifikan.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026, TKD sudah ditambah dari sebelumnya Rp 650 triliun menjadi Rp 693 triliun, meski lebih rendah dari alokasi 2025 yang mencapai Rp 919,9 triliun.
“Program-program untuk daerah naik dari Rp 900 triliun ke Rp 1.300 triliun, tambah lebih banyak. Jadi, kita ingin melihat yang lebih, kinerja uang yang lebih efektif. Tentunya nggak bisa tiba-tiba kan, makanya untuk tahun 2026 itu kan tadinya APBN-nya berapa, kami tambah lagi Rp 43 triliun. Saya pikir untuk sementara sudah cukup itu,” imbuhnya.
Purbaya akan melihat serapan belanja daerah di kuartal I-II 2026. Jika serapan dan ekonomi berjalan baik, tidak menutup kemungkinan anggaran TKD akan ditambah.
“Jadi, mereka mesti belajar juga, perbaiki cara mereka menyerap anggaran. Jangan ramai-ramai nanti ada penangkapan apa itu ya, kan selama ini gitu kan. Jadi, kalau mereka bisa menunjukkan seperti itu, penyerapan yang baik dan bersih, harusnya saya bisa merayu ke pemimpin saya di atas untuk menambah dengan cepat. Kalau uang kita ekonominya bagus, pajaknya makin besar, kita akan tambah ke daerah,” tutur Purbaya. (Calvin G. Eben-Haezer)