JAKARTA – Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) enggan membatasi pendanaan untuk investasi sektor energi di Amerika Serikat (AS) hanya pada akuisisi aset hulu migas di Alaska.
Dalam kaitan itu, Chief Investment Officer (CIO) Danantara Pandu Patria Sjahrir mensinyalir peluang investasi di AS tidak terbatas pada proyek migas di Alaska, tetapi banyak potensi lain yang masih bisa ditangkap.
“Enggak, kalau itu saya enggak mau. Kita lihatin semua [potensi] lah. [Proyek migas] Amerika kan banyak, ada Lower 48, ada Alaska. Itu kalau ngomong ke [investasi ke sektor] energi kan, sektor energi juga penting,” kata Pandu, dikutip Bergelora.com di Jakarta (26/6/2025).
Dia menilai peluang investasi perusahaan nasional ke sektor energi di Negeri Paman Sam tetap tidak boleh terlewatkan, apalagi Indonesia selama ini masih menjadi importir bersih komoditas migas. Akan tetapi, dia menggarisbawahi, peluang tersebut harus bisa membawa keuntungan strategis ke dalam negeri.
“Kalau misalnya kita impor, kenapa kita enggak beli minyak dari perusahaan minyak kita sendiri? Itu kan malah lebih bagus, kita yang dapat benefit-nya juga di situ. Itu yang penting,” ujar Pandu.
Di sisi lain, Pandu menuturkan saat ini Danantara tengah berdiskusi, bahkan dalam tahap finalisasi, untuk mendanai proyek energi lain dengan Qatar.
“Sama Qatar kan kita udah ada [..],kita sekarang lagi diskusi dengan Qatar, deal-deal yang akan kita lakukan,” imbuhnya.
PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebelumnya tengah mengkaji kembali rencana akuisisi sebagian hak partisipasi atau participating interest (PI) di proyek Pikka; ladang minyak raksasa di Alaska garapan Repsol SA dan Santos Ltd.
Direktur Utama PHE Chalid Said Salim mengatakan perseroan masih perlu mematangkan sejumlah kajian sebelum benar-benar mengambil bagian pada proyek minyak lepas pantai di lereng utara Alaska, AS tersebut.
“Perlu evaluasi yang lebih detail lagi [di Pikka],” kata Chalid kepada Bloomberg Technoz, ditemui di sela pergelaran 49th IPA Convex, akhir Mei.
Penjajakan untuk Pikka, tegas Chalid, tidak menjadi bagian bahan negosiasi dagang yang saat ini tengah dilakukan pemerintah bersama dengan AS. Menurut dia, rencana akuisisi aset di Pikka di luar topik bahasan perundingan tarif.
“Di luar itu [perundingan dagang],” tuturnya.
Peluang Lain
Di sisi lain, dia memastikan, PHE turut menjajaki kesempatan akuisisi blok migas lain yang ada di AS sebagai upaya peningkatan produksi siap jual atau lifting perseroan.
Hanya saja, dia belum banyak berkomentar apakah rencana akuisisi blok migas lainnya itu merupakan bagian dari perundingan tarif dengan Pemerintah AS atau tidak.
Per Bloomberg, ladang minyak Pikka digarap Santos bersama dengan Repsol. Santos, perusahaan berbasis di Australia Selatan, memegang 51% PI sebagai operator dan sisanya dipegang Repsol.
Nilai proyek itu ditaksir mencapai US$2,6 miliar dengan estimasi lifting mencapai 80.000 barel minyak per hari (bph). Lapangan itu ditarget onstream pada pertengahan 2026.
Santos dan Repsol sebelumnya telah menawarkan kesempatan kepada perusahaan lain untuk ikut berpartisipasi pada proyek ini, dengan menghimpit saham minoritas lainnya.
Adapun, PHE diketahui menjajaki kesempatan farm in atau akuisisi sebagian PI sejak awal tahun lalu pada lapangan minyak ini.
Berdasarkan laporan kuartal I-2025, Santos mengumumkan pengembangan lapangan Pikka fase I telah mencapai 82,2% dengan rata-rata laju aliran sumur mencapai 6.900 barel per hari. Jalur pipa sepanjang 120 mil telah selesai terpasang.
Santos memastikan proyek lapangan minyak Pikka fase I bisa onstream pada pertengahan 2026, atau lebih cepat tergantung pada cuaca dan logistik pada kuartal II-2025.
“Ketika proyek Borossa dan Pikka mulai beroperasi, produksi diperkirakan akan meningkat lebih dari 30% pada 2027,” kata Managing Director & CEO Santos Kevin Gallagher dalam keterangan resmi laporan kinerja kuartal I-2025.
Lobi Tarif
Rencana akuisisi PHE untuk aset minyak di AS belakangan kembali mendapat momentumnya setelah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membeberkan wacana kajian untuk ikut investasi di sisi hulu migas sebagai bagian perundingan tarif dengan Washington.
Pertimbangan investasi hulu migas di AS itu disampaikan Erick saat rapat bersama dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (20/5/2025).
Erick menjelaskan Trump menginginkan adanya investasi yang masuk dari luar negeri untuk pembukaan lapangan kerja di AS.
“Nah, mereka juga melihat, bisa enggak ada investasi yang dari Indonesia ke Amerika,” kata Erick dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI.
Atas permintaan AS tersebut, Erick mengatakan pemerintah lantas mengkaji beberapa peluang sektor yang dapat dijajaki Indonesia.
Salah satu yang dilirik adalah kemungkinan Indonesia untuk berinvestasi di sektor migas AS. Dia beralasan Indonesia saat ini tengah membutuhkan tambahan pasokan minyak untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM).
“Karena kan salah satu yang kita coba terus dorong adalah produksi minyak di dalam negeri terus ditingkatkan. Akan tetapi, secara bersamaan, [pemerintah juga menimbang] investasi seperti apa yang ada kesempatannya di luar negeri, di AS khususnya,” kata Erick.
Dia pun mengindikasikan Indonesia tidak akan kesulitan memenuhi peluang tersebut lantaran perusahaan-perusahaan nasional sudah memiliki banyak portofolio investasi di beberapa negara lain.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, masyarakat mendukung keberadaan Danantara. Tapi bagi masyarakat yang terpenting adalah ada laporan keuangan secara transparan kepada publik, dimanapun Danantara mengnvestasikan dananya.
Hal di atas, mengingat janji Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) Rosan Roeslani saat diwawancarai oleh Rosiana Silalahi beberapa waktu lalu. Jangan sampai lembaga yang mengumpulkan dana besar dari seluruh BUMN digerogoti tikus-tikus koruptor. Karena sampai saat ini pemerintah belum menemukan cara yang efektif membuat pejabat takut korupsi. (Web Warouw).