JAKARTA – Pemerintah mengambil langkah tegas untuk menghentikan alih fungsi lahan pertanian melalui percepatan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Lahan sawah tidak lagi bisa dikonversi menjadi area selain pertanian, sehingga dapat memberikan kepastian jangka panjang bagi petani.
“BPN akan segera mempercepat LP2B. Nah, ini kabar gembira, kalau ini sudah selesai maka para petani kita tenang aman, nyaman karena sawahnya nggak bisa dikonversi lagi, tidak bisa dialihfungsikan lagi,” ujar Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam konferensi pers usai rapat koordinasi tingkat menteri di Kemenko Bidang Pangan, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Zulhas menegaskan, dengan lahan yang terlindungi, petani dapat fokus meningkatkan produksi tanpa khawatir lahannya tergusur.
“Dengan sawahnya tidak bisa dialihfungsikan, mereka bisa tenang mengatur kerja jangka panjang, strategisnya, dan seterus-terusnya karena lahannya aman, tidak akan dikonversi, tidak akan digusur, dan lain-lain sebagainya,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nusron Wahid menjelaskan, pemerintah telah menetapkan Lahan Baku Sawah (LBS) seluas 7,38 juta hektare (ha), dengan target 87% di antaranya ditetapkan sebagai LP2B sesuai Perpres Nomor 12 Tahun 2025. Namun, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota, baru 57% daerah yang mencantumkan data LP2B.
“Kalau kami mengacu RTRW Provinsi, total LP2B-nya sudah mencapai 95%, tapi kalau kemudian mengacu kepada RTRW Kabupaten/Kota, baru 194 Kabupaten/Kota yang di dalam RTRW-nya mencantumkan data LP2B,” katanya.
Jumlah Alih Fungsi Lahan
Ia mengungkap, rata-rata alih fungsi lahan mencapai 80.000-120.000 ha per tahun. Namun, di delapan provinsi yang telah menetapkan LBS secara penuh, alih fungsi lahan dalam lima tahun terakhir hanya 5.618 ha.
“Rapat ini tadi adalah rapat percepatan pembentukan tim dan verifikasi penetapan lahan LP2B dan LBS di provinsi lain, terutama di 12 provinsi. Supaya mencapai ketahanan pangan, agar lahannya tidak tegerus untuk kepentingan yang lain,” tegasnya.
Untuk mempercepat perluasan LP2B, pemerintah membentuk tim koordinasi yang akan diketuai oleh Zulhas dan Wakilnya Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sementara Nusron akan menjadi ketua harian.
Pembentukan tim akan tertuang dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.
“Pak Menko Pangan berdasarkan draft revisi Perpres 59 tahun 2020 akan ditunjuk menjadi koordinator tentang pengendalian alih fungsi lahan. Pak Menko Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan (AHY) sebagai wakil koordinator, dan Menteri ATR/BPN sebagai ketua harian,” jelasnya.
Nusron dan Zulhas memastikan tim koordinasi itu langsung berjalan mulai hari ini, sembari menunggu terbitnya revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019.
“Mulai hari ini. Ini langsung jalan, nggak pakai lama,” kata keduanya kompak sembari menutup konferensi pers.
Data Pertanahan Tak Sinkron
Sebelumnya, Nusron Wahid menyoroti banyaknya data pertanahan yang tak sesuai. Temuan ini seiring dengan persiapan untuk mencapai target swasembada pangan dan energi.
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Presiden Prabowo Subianto sudah mengamanatkan total Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) harus mencakup 87% dari Lahan Baku Sawah (LBS).
Dalam RTRW provinsi, Nusron mengatakan, ada 14 provinsi yang tidak mencantumkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B). Meski demikian, anehnya tertulis bahwa estimasi RTRW dari 24 provinsi sisanya yang mencantumkan KP2B sudah 94% dari total LBS.
“Tapi aneh bin ajaib, ketika diturunkan menjadi RTRW kabupaten/kota, ada 314 kabupaten/kota yang tidak sinkron dalam RTRW nya tidak mencantumkan KP2B,” kata Nusron dalam sambutannya di acara Sarasehan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional 2025 di Hotel Sheraton Gandaria, Jakarta Selatan, Kamis (6/11/2025).
Akibatnya, agregat KP2B secara nasional berbasis RTRW Kabupaten/Kota hanya 57%. Angka ini sangat jauh dari data estimasi awal yang jauh lebih besar.
“Jauh banget, ini dosa siapa? Ini pasti kalau kemudian terjadi alih fungsi lahan buanyak sekali, dosa siapa? Dosa itu tadi RTRW dan RDTR-nya kenapa tidak mencantumkan itu. Yang membuat siapa? Para ahli perencana, karena niatnya dari awal sudah salah,” ujarnya.
Data tersebut belum ditambah pendalaman pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dari total 699 RDTR yang sudah terbit, Nusron mengatakan, lebih dari separuhnya tidak mencantumkan KP2B. Menurutnya, data turunan paling kokoh dari RTRW adalah RDTR dan seharusnya data RDTR bersifat sudah final dan mengikat.
Menurutnya, kondisi ini menjadi refleksi bersama bagi para pemangku tata ruang untuk mengkoreksi antara satu sama lain supaya semuanya menjadi teratur. Sebagai upaya untuk mendukung target pemerintah untuk mencapai swasembada pangan dan energi, Nusron akan bersurat ke para bupati dan gubernur untuk mendorong revisi RDTR dengan mencantumkan KP2B.
“Dan ini menjadi PR para ahli berencana kenapa ini dulu bisa terjadi membuat RTRW antara provinsi, kabupaten, tidak sinkron, dan ada yang hilang di sini. Ini kalau diusut, apakah ketika hilangnya ini ada unsur mens rea apa tidak? Kena semua ini,” kata dia.
“Kalau kemudian ternyata tidak mencantumkan itu, sengaja dalam angka memudahkan adanya alih fungsi lahan. Memudahkan adanya penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, ini lebih dalam lagi kalau ada unsur masuk ke situ. Nah sebelum masuk ke sana, lebih baik kita melakukan revisi satu persatu,” sambungnya. (Web Warouw)

