JAKARTA- Sudah dua bulan PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang bekerja di DKI Jakarta tidak mendapatkan uang tunjangan dan transport bulanan. Hal ini akibat dari RAPBD yang tidak disahkan oleh DPRD karena konflik dengan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Keresahan semakin meluas di kalangan 12.000 PNS di ibukota RI ini. Hal ini diungkap oleh salah seorang pejabat eselon II, DKI Jakarta yang tidak mau disebut namanya kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (21/2).
“Tau gak kalau PNS DKI sedang galau tingkat tinggi. Masyarakat taunya PNS digaji puluhan juta padahal bulan Januari dan Februari kami dibayar gaji pokoknya aja. Tunjangan dan transportasi yang biasanya dibayar, sudah 2 bulan gak dikasih,” ujarnya.
Seharusnya konflik politik antara gubernur dan DPRD menurutnya tidak menyusahkan para PNS yang siang malam melayani masyarakat. Karena nantinya yang terganggu juga masyarakat.
“Pak Gubernur sama DPRD mikir gak ya bagaimana nasib para kepala keluarga yang bawa pulang hanya gaji pokok dan dengan pinjaman bank yang gak bisa bayar cicilan trus didenda. Seharusnya uang PNS jangan di tahan gini dong. Pengen banget suara kami ini disuarakan tapi pada gak berani. Takutlah, nanti dicopot atau dikeluarkan dari PNS,” katanya.
Ia menjelaskan besaran uang transpor bagi PNS eselon II sampai IV di DKI Jakarta berkisar antara Rp 4 Juta – Rp 9 juta dan tunjangan antara Rp 4 Juta – Rp 15 Juta.
Menurutnya sampai saat ini belum ada PNS yang dicopot karena belum ada yang berani bicara terbuka tentang transpor dan tunjangan yang belum dibayar saat ini.
“Memang belum ada dampak pada pelayanan tapi di level bawah sudah mulai resah. Ada kebijakan akan dibantu dari anggaran sekda atau BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Ada kebijakan khusus sepertinya sekda punya dana taktis paling tidak untuk staf eselon IV 4 ke bawah,” jelasnya tentang rencana Pemda mengatasi keresahan ini.
Menurutnya konflik politik antara Gubernur dan DPRD sebenarnya hanyalah maslaah mis-komunikasi saja.
“Itukan miscom aja sehingga gak perlu berlarut-larut. Kalau beginikan menghambat semua program dan pembangunan yang intinya untuk pelayanan masyarakat,” tegasnya.
Sebelumnya Kementerian Dalam Negeri menyatakan bahwa Pemerintah DKI Jakarta hanya bisa mencairkan anggaran wajib, karena belum mendapatkan pengesahan RAPBD oleh DPRD DKI Jakarta. Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek menjelaskan, selama persepsi di antara keduanya tidak sama, maka anggaran semakin lama cair dan program semakin terhambat terealisasi.
“Masalah APBD antara Pemprov dengan DPRD DKI bisa diselesaikan dengan komunikasi yang baik. Kemendagri sendiri tak boleh boleh ikut campur dalam urusan rumah tangga daerah,” ujarnya kepada Pers. (Dian Dharma Tungga)