JAKARTA- Sudah 20 Tahun RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) di DPR-RI belum juga disahkan. Mau berapa lama lagi DPR membiarkan perbudakan modern. Hal ini ditegaskan oleh Damairia Pakpahan kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (12/1).
“Sedihnya yang tidak mendukung pengesahan RUU PPRT itu dari PDIP dan Golkar,” tegasnya.
Damairia Pakpahan mengatakan bahwa penolakan pengesahan RUU PRT ini sangat erat berhubungan dengan penindasan kelas sosial, penindasan gender serta penindasan feodalisme.
“Mereka (para anggota DPR) adalah pengguna jasa atau majikan yang khawatir kalau diregulasi dan diatur mereka akan terkena dampak, karena pasti paling sering melanggar UU PPRT itu sendiri. Ini yang membuat DPR membiarkan perbudakan modern atas nama demokrasi yang dikuasai oleh elit penguasa mayoritas di DPR,” tegasnya paparnya.
Padahal menurut Damairia,
UU PPRT adalah sarana 5 jutaan pekerja rumah tangga (PRT) untuk mencapai kesejahteraan keluarganya yang selama negara ini berkuasa tidak memberikan perlindungan pada pekerja rumah tangga.
“Para pemimpin partai dan anggota dewan terhormat jangan omong kosong soal Pancasila, konstitusi, demokrasi dan kemanusiaan karena mereka menikmati penindasan pada pekerja rumah tangga,” tegasnya.
Damairia menegaskan agar rakyat jangan memilih partai politik yang menikmati perbudakan modern pada PRT.
“Mereka yang mendukung partai-partai tersebut artinya mendukung perbudakan juga yang sudah berlangsung dari masa perbudakan, feodalisme, kolonialisme sampai dimasa kemerdekaan sampai hari ini,” tegasnya.
Partai Janji Lagi
Sebelumnya, setelah mengunjungi Wakil Ketua DPR Moehaimin Iskandar dan Fraksi PKB di Gedung Nusantara III pada Hari Selasa (10/1/23) maka pada Rabu (11/1/23) Serikat PRT melanjutkan road shownya ke Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat di Rumah Dinasnya di Jalan Raya Denpasar.
Beberapa anggota Koalisi Sipil untuk UU PPRT ikut menemani memperkuat semangat para ibu-ibu PRT antara lain Damairia Pakpahan dari Komunitas Pemberi Kerja dan Lita Anggraini dari Jala PRT. Dua PRT korban perbudakan turut hadir dalam rombongan SPRT yaitu Toipah dari Brebes dan Riski dari Cianjur.
Dialog dengan Lestari Moerdijat yang akrab dipanggil Rerie berjalan akrab dan hangat karena sejak lama Ibu Rerie sudah mendukung adanya UU PPRT.
“Saya punya keyakinan bahwa UU PPRT akan disahkan karena memang dibutuhkan oleh dua pihak sekaligus yaitu PRT dan Pemberi Kerja,” kata Rerie.
Damairia Pakpahan setuju dan menguatkan, “Saya dan teman-teman yang sudah praktek RUU PPRT dan dampaknya dua belah pihak merasa tenang dan nyaman. Ada kepastian hukum melalui pembuatan perjanjian kerja.”
Damairia menambahkan bahwa Komunitas Pemberi Kerja akan membuat kegiatan sosialisasi berbagi pengalaman mengikis kekhawatiran para pihak yang masih ragu mendukung UU PPRT.
“Alhamdulillah, semakin banyak yang bergabung dan Insyallah indeks kebahagiaan Indonesia akan bisa meningkat drastis setelah pengesahan UU PPRT,” sambung Damairia.
Siti anggota SPRT yang hadir mengiyakan, “Adanya kontrak kerja membuat kami tenang bekerja karena kami merasa berharga dan diorangkan sehingga kami juga melakukan hal yang sama kepada para bos.”
Jala PRT juga berkerjasama pula dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk mendorong keikutsertaan para PRT ikut asuransi BPJS.
“Pengesahan UU PPRT akan membantu BPJS mencapai target kepesertaan dalam asuransi dan program perlindungan sosial dari Pemerintah semakin efektif,” kata Lita Anggraini. (Web Warouw)