JAKARTA- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan bahwa tahun depan sudah mulai tahun politik. Karena itu, Presiden meminta bantuan kepada seluruh pimpinan pondok pesantren, para ulama, para kyai, pimpinan ormas, agar tahun-tahun politik, baik tahun depan maupun tahun depannya lagi itu dijaga bersama-sama.
“Karena di Jawa Tengah ada pemilihan gubernur. Kemudian pada bulan September tahun depan itu sudah penetapan capres dan cawapres. Oleh sebab itu, kami mohon agar suasana kondusif di daerah, kerukunan antar masyarakat, antar umat betul-betul kita jaga bersama,” kata Presiden Jokowi saat menerima 38 Ulama, Kyai, dan Umaro dari Jawa Tengah, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (13/9) sore.
Kepala Negara meminta jangan sampai ada lagi usaha-usaha untuk memecah belah, mengadu domba, dan kabar-kabar yang tidak baik yang mengakibatkan masyarakat menjadi terpecah. Padahal, lanjut Kepala Negara, itu adalah perhelatan politik 5 (lima) tahun sekali.
“Jangan sampai karena perhelatan politik, antar tetangga nantinya tidak rukun. Apalagi antar umat menjadi tidak kelihatan persaudaraannya kembali,” tutur Kepala Negara.
Presiden Jokowi berharap agar persaudaraan, baik ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathoniyah antara para ulama dan umaroh bisa dijaga bersama.
Dalam pertemuan dengan para Ulama dan Kyai dari Jawa Tengah itu, Presiden Jokowi didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
Bantuan Rohingya
Terkait dengan masalah yang menimpa warga Rohingya dalam konfliknya di Rakhine State, Myanmar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, bahwa pemerintah sebetulnya sudah sejak awal meminta penjelasan yang konkret kepada pemerintah Myanmar.
Pada bulan Januari dan Februari yang lalu, menurut Presiden, pemerintah juga sudah mengirimkan bantuan kontainer tidak hanya 1-2 kontainer, tapi kurang lebih 10-an kontainer berupa obat-obatan dan makanan.
Dirinya pun, lanjut Presiden, juga telah mengutus Menteri Luar Negeri untuk mendesak Pemerintah Myanmar. Namun, menurutnya masalah di Rakhine State itu sangat kompleks karena ini berkaitan dengan sejarah, dengan politik yang ada di sana, dengan urusan ekonomi yang ada di sana.
“Sebetulnya yang dibutuhkan, bukan kecaman-kecaman atau pernyataan-pernyataan yang keras tetapi tidak menyelesaikan masalah,” kata Presiden Jokowi kepada para ulama dari Jawa Tengah.
Presiden bersyukur karena Indonesia diberikan ruang oleh Pemerintah Myanmar dan Pemerintah Bangladesh untuk masuk langsung ke lokasi yang ada. Ia menjelaskan, pemerintah juga telah membangun sekolah di sana, di Rakhine State. Dan awal Oktober ini, lanjut Presiden, pemerintah juga akan membangun rumah sakit lagi, rumah sakit terbesar di Provinsi Rakhine State di sana.
Menurut Presiden Jokowi, pemerintah masih ingin mengirimkan bantuan lagi ke Rakhine State. Ia menyebutkan, tadi pagi sudah dikirimkan lagi karena sangat mendesak sekali kebutuhannya, Pemerintah telah kirimkan 4 (empat) pesawat Hercules yang membawa bantuan kemanusiaan untuk para pengungsi Rohingya di Bangladesh.
“Kita antarkan langsung ke lokasi pengungsi, meskipun sebetulnya juga dari airport yang ada di sana menuju tempat pengungsian juga masih membutuhkan waktu di darat 6 jam lagi, 6-7 jam,” ujar Presiden Jokowi.
Di Bangladesh, jelas Presiden Jokowi, memang kondisi perbatasannya dengan Myanmar ini betul-betul sangat berat. Kalau pakai kontainer ke pelabuhan, tambah Kepala Negara, bisa sampai 2-3 minggu baru barang-barang kita baru sampai di sana. Ini karena memang kebutuhan mendesak yang ada di sana, lanjut Presiden Jokowi, maka pemerintah mengirimkan lewat pesawat tadi pagi.
“Insha Allah nanti minggu depan akan kita kirimkan lagi, minggu depannya akan kita kirimkan lagi. Karena memang kalau kita mendengar keadaan lapangan yang ada di sana memang sangat membutuhkan, terutama memang makanan, obat-obatan, kemudian makanan siap saji, tenda-tenda yang masih sangat kurang yang ada di lapangan,” terang Presiden.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, Saat menerima para ulama dari Jawa Tengah itu, Presiden Jokowi didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno. (Calvin G. Eben-Haezer)