JAKARTA- Sebanyak 39 dokumen yang memuat laporan berisi 30 ribu halaman yang merekam aktivitas kedutaan AS di Jakarta pada periode 1964-1968 telah dipublikasikan. Beberapa dokumen mengenai pembantaian massal 1965-66 itu mengacu pada deklasifikasi Arsip Keamanan Nasional (NSA) dan Pusat Pengungkapan Dokumen Nasional (NDC) berupa surat telegram rahasia diplomatik, sebelumnya telah diungkapkan dalam kesaksian ahli di hadapan Panel Hakim IPT65, 13 November 2015 dan bisa disaksikan di https://youtu.be/lCX56FjafUc. Demikian Sri Lestari Wahyuningroem dari Internasional People’s Tribunal 1965 kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (21/10)
“39 Dokumen ini mengukuhkan Hasil Keputusan Panel Hakim IPT65 mengenai keterlibatan Amerika Serikat dan negara negara adidaya memfasilitasi faksi-faksi anti-Soekarno di tubuh AD baik pada masa pra-G30S maupun pertanggungjawabannya atas kejahatan terhadap kemanusiaan ataupun genosida setelah 5 Oktober 1965. Seperti yang dimuat dalam http://www.tribunal1965.org/tribunal-1965/laporan-sidang/,” ujarnya.
Sri Lestari Wahyuningroem juga menjelaskan, hasil Penyelidikan pro-justicia Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang berfokus pada beberapa kasus yang mencakup 10 kasus pada 6 wilayah telah menyimpulkan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sejak 5 Oktober 1965 hingga akhir 1970an. Hasil penyelidikan tersebut sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung pada 22 Juli 2012.
Hasil penyelidikan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan juga menyimpulkan bahwa dalam kejahatan terhadap kemanusiaan pasça Oktober 2017 telah terjadi “kekerasan seksual berbasis gender”. Dokumen ini bisa diakses oleh publik.
“Walaupun demikian, kedua hasil penyelidikan resmi oleh lembaga negara tersebut tidak pernah ditindaklanjuti oleh penyidikan Kejagung, dengan alasan yg tidak pernah diumumkan ke publik,” ujarnya.
Padahal menurutnya, Putusan Panel Hakim IPT 65, 20 Juli 2016 maupun pengungkapan berbagai dokumen rahasia sebagaimana disebut di atas telah menunjukkan dengan jelas keterlibatan Amerika Serikat secara resmi maupun tidak langsung.
“Sehingga telah mendorong faksi TNI AD Soeharto untuk melancarkan operasi penumpasan dan terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan,” tegasnya.
Ia memaparkan, kejahatan terhadap Kemanusiaan dalam Laporan Penyilidikan Komnas HAM terdiri dari Pembunuhan/ pembantaian di wilayah Maumere, Pantai Wairita, Kampung Flores Timur, Polsek Gelinting,” ujarnya.
Ia menambahkan, penahanan dan penangkapan sewenang-wenang dan penyiksaan serta penghilangan paksa di terjadi di LP Pekambingan, Denpasar; Tempat Penahanan Jalan Gandhi, Medan, Sumatera Utara; Penghilangan orang secara paksa di Sumatera Selatan di Desa Bingin Teluk dan Pulau Kemarau.
Penahanan dan kerja paksa yang menyerupai perbudakan terjadi di Kamp Moncongloe, Sulawesi Selatan; Pulau Buru, Maluku terhadap PKI atau ratusan ribu orang yang dituduh sebagai komunis serta secara bertahap menggulingkan Presiden Soekarno.
“Ini semua merupakan fakta dan bukti-bukti terkini yang absah dan tak terbantahkan,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, di samping puluhan hasil riset akademik yang menjadi dasar dakwaan IPT65 dan temuan lain selama 3-5 tahun terakhir seperti temuan kuburan massal dan kamp kerja paksa serta ribuan testimoni korban lainnya yang terungkap dalam berbagai testimoni serta penerbitan berbagai memoar, semua ini tidak dicakup dalam laporan penyelidkan Komnas HAM.
“Pengungkapan dokumen-dokumen rahasia ke publik seharusnya mendorong pemerintah menunaikan kewajibannya membentuk Komite Pengungkapan Kebenaran, sebagaimana yang telah dimandatkan dalam RPJMN 2015-2019, sebagai bagian penting negara mewujudkan hak-hak korban atas kebenaran dan keadilan. (Web Warouw)