Senin, 20 Oktober 2025

Hiburan Malam Jakarta, Bisnis Menggiurkan

Ilustrasi pekerja hiburan malam (Ist)

Sulit diingkari bahwa industri hiburan malam adalah penyumbang  Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar kedua setelah penerimaan pajak kendaraan bermotor. Data 2013 Disparbud Jakarta menyebutkan Pemprov DKI mendapatkan pemasukan hingga Rp 2,5 triliun/tahun. Angka 2,5 T baru pajak dari sekitar 80 % tempat hiburan yang memiliki izin. Untuk itu pemerhati Kebijakan Publik, Riswan Lapagu memaparkan dan dimuat Bergelora.com (Redaksi)

Oleh: Riswan Lapagu

PANDANGAN negatif publik terhadap  kehidupan malam sebagai ajang transaksi sex dan narkoba serta penularan virus HIV AIDS, tak menyurutkan minat kaum muda pencari kerja untuk bekerja di sektor ini. Salah satu alasannya adalah soal pendapatan. Para pekerja bisa memperoleh pendapatan Rp.7 – 10 juta per bulan, jauh di atas Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta yang Rp 3.355.750. Dikalangan pebisnis tempat hiburan malam (THM) pun punya pendapat ekonomi yang sama yaitu bisnis THM di Jakarta sangat menjanjikan dengan keuntungan besar.

Tak heran THM terus tumbuh dengan tingkat persaingan semakin ketat. Tak hanya terkonsentasi di Tamansari Jakarta Kota saja, tapi THM baru tumbuh secara meluas hingga merambah ke kawasan pinggiran kota Jakarta. Tercatat sekarang ini ada sekitar 1.300 THM se-DKI. Diperkirakan setiap malam ada puluhan miliaran rupiah yang ditransaksikan oleh kalangan sosialita dan orang kaya ibukota di seantero THM Jakarta. Fenomena tersebut adalah pemandangan nyata yang mempertontonkan kehidupan jomplang antara orang kaya dengan orang miskin.

Tulisan ini, mencoba menginformasikan tiga aspek kepada publik  yang berkaitan dengan bisnis kehidupan malam di  metropolitan Jakarta. Ketiga aspek itu adalah tentang regulasi tentang pengelolaan industri bisnis THM, kemudian seberapa besar retribusi bagi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemprov DKI dan apa kontribusi bisnis THM bagi para pekerja di sektor pariwisata informal ini.

Dari aspek regulasi setidaknya ada dua peraturan yang menjadi rujukan Pemprov DKI, dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud), untuk mengelola industri hiburan malam di Jakarta. Kedua regulasi tersebut adalah; (1)  PERDA Nomor 6 tahun 2015 tentang Kepariwisataan dan (2)  Keputusan Gubernur DKI nomor 98 tahun 2004 tentang Waktu Penyelenggaraan Industri Pariwisata. Jika saja Pemprov DKI  dan kalangan pebisnis industri THM, sama-sama konsisten dan taat pada kedua peraturan tersebut di atas, kasus seperti Alexis maupun sweeping ormas setiap jelang Ramadhan, tidak perlu terjadi.

Pengawasan dari Disparbud DKI harus terukur dan kontinyu sehingga mempersempit ruang pelanggaran para pengelola THM terhadap regulasi yang berlaku itu. Sekiranya Disparbud DKI lebih terbuka, akan cukup banyak diketahui publik pengelola THM yang melakukan pelanggaran. Apakah itu bersifat pelanggaran prosedural ataupun pelanggaran operasional.

Hotel Alexis dan Griya Pijat yang berada di Ancol Pademangan Jakarta Utara ini adalah contoh kecil dari problem besar yang ada. Alexis menjadi heboh diperbincangkan publik karena ada keterkaitan dengan Anies-Sandi pada pilgub DKI beberapa waktu yang  berjanji akan menutup hotel tersebut jika terpilih sebagai gubernur dan wagub Jakarta. Pertanyaannya kenapa Alexis yang disebut Anies-Sandi saat itu ? Padahal hotel, Griya Pijat atau pub/bar, dan lainnya yang lebih manyusss dari Alexis cukup banyak. Beberapa THM sebagai info seperti; Jenja Jakarta di Cilandak Town Square, Dragonfly Semanggi, Barcode Kemang, X2 Club Plaza Senayan, Millenium International Executive Club Gajah Mada,  Immigrant Night Club & Restaurant Plaza Indonesia, FABLE Fairgrounds, Jend. Sudirman, dst.

Anies-Sandi ternyata terpilih sebagai gubernur dan wagub. Konsekuensinya mereka di tagih publik untuk penuhi janjinya dan para akhir Oktober Anies-Sandi penuhi janjinya. Berita yang terekspos ke publik adalah alexis di tutup. Tapi dalam surat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemprov DKI Jakarta nomor 6866/-1.858.8 tertanggal 27 Oktober 2017, pada intinya hanya menyebutkan bahwa “Permohonan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) hotel Alexis dan Griya Pijat Alexis belum dapat di proses”. Kalau demikian, Saya menafsirkan isi surat tersebut bahwa Permohonan TDUP Alexis “dapat/akan di proses di waktu mendatang”. Dengan kata lain Alexis mungkin saja berhenti operasional beberapa waktu, namun sebagai THM Alexis akan tetap ada. Entah masih menggunakan nama yang sama atau ganti nama merek lain.

Kembali ke soal regulasi, dalam Pergub 98 misalnya, sudah sangat jelas mengatur jenis  hiburan malam mana yang harus tutup selama bulan puasa dan jenis hiburan malam apa yang diperbolehkan buka   dengan hari dan jam operasional yang sudah ditentukan, begitu bunyi ketentuan di Pasal 4, 5, 6 dan 7 Pergub 98. Sebagai contoh, usaha karaoke dan klab malam pada bulan Ramadhan diperbolehkan beroperasi mulai pukul 20.30 WIB hingga pukul 01.30 WIB. Walau boleh buka tapi tetap diwajibkan tutup dalam 7 hari yakni satu hari sebelum Ramadan, hari pertama Ramadan, malam Nuzulul Quran, satu hari sebelum Idul Fitri, hari pertama dan kedua Idul Fitri, serta satu hari setelahnya. Tidak hanya itu, seluruh industri hiburan dilarang memasang reklame, poster, publikasi serta pertujukan film dan pertujukan lainnya yang bersifat pornografi, pornoaksi dan erotisme.

Dengan diterapkan peraturan yang berlaku tersebut di atas secara konsisten dan tidak tebang pilih, Pemprov DKI telah memfasilitasi adanya kepatuhan sosial bagi semua kalangan. Lebih jauh lagi akan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan langsung dengan kehidupan dunia malam Jakarta yaitu pengusaha, pekerja dan pengunjung. Sebab sulit diingkari bahwa industri hiburan malam adalah penyumbang  Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar kedua setelah penerimaan pajak kendaraan bermotor. Data 2013 Disparbud Jakarta menyebutkan Pemprov DKI mendapatkan pemasukan hingga Rp 2,5 triliun/tahun. Angka 2,5 T baru pajak dari sekitar 80 % tempat hiburan yang memiliki izin.

Tercatat pada November 2012 ada 1.220 THM di Jakarta. Dengan pertumbuhan sekitar 10% hingga 15%, sektor pariwisata di bidang hiburan malam ini, kini diperkirakan ada sekitar 1.300 THM di seluruh Jakarta. Jakarta Selatan memiliki jumlah terbanyak, yaitu 320 tempat, disusul Jakarta Barat sebanyak 313 tempat, Jakarta Utara dengan 259 tempat, Jakarta Pusat dengan 257 tempat, dan Jakarta Timur sebanyak 71 tempat hiburan malam.

Dengan jumlah tempat hiburan sebanyak itu, menurut data yang ada sudah menyerap tenaga kerja mencapai 670.000 orang (Pemda DKI Jakarta, 2011). Mereka tersebar di sejumlah varian usaha yakni, klab malam, diskotik, mandi uap, griya pijat, karaoke, pub/bar, permainan bola ketangkasan, dan biliard. Jumlah pekerja sektor hiburan malam Jakarta terus bertambah seiring depan pertumbuhan THM baru.

Kehidupan malam yang dekat dengan image miring publik,  tetap menjadi incaran bagi kaum pekerja usia muda/produktif dari kota-kota luar Jakarta. Selain faktor kemiskinan, alasan lain kenapa mereka mau bekerja di tempat-tempat hiburan malam (ada kalangan yang sebut tempat “maksiat”), karena (1) gampang di terima kerja, cukup bermodalkan paras lumayan cantik sudah diterima dan (2) pendapat yang menggiurkan. Meski diklasifikasikan sebagai sektor informal, penghasilan pekerja industri hiburan malam melampaui UMR DKI Jakarta.

Ketika masih bekerja pada sebuah NGO di Jakarta, saya pernah ngobrol secara terpisah dengan sejumlah pekerja di sektor ini. Mereka bisa mengantongi rata-rata Rp 7 juta per bulan. Bila bekerja di tempat hiburan yang terkenal yang banyak di kunjungi sosialita Jakarta dan wisatawan “pribumi” luar Jakarta serta wisatawan asing, penghasilan mereka lebih banyak lagi. “Aku bisa dapat Rp.10 jutaan per bulan, sudah semunya dengan tips atau uang bonus dari  pelanggan baik hati atau yang puas dengan pelayanan aku”, kata Ririn (bukan nama sebenarnya) yang bekerja di salah satu THM terkenal di Jakarta Selatan. Bahkan ada yang mendapatkan pasang hidup. “Ada yang di pinang (nikah KUA) tapi ada yang cuman di siri atau kontak mas, jelas Ririn diakhir perbincangan kami”. 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru