Jumat, 4 Juli 2025

Wah…! Pengerahan Massa, Perburuk Masa Depan Pembangunan Lampung

Aksi ribuan masyarakat tergabung dalam Forum Warga Bandar Lampung Berdaulat (FWBLB) Senin (22/1) menuntut Dana Bagi Hasil (DBH) Rp 200 milyar yang ditunggak selama 2 tahun oleh Pemerintah Provinsi Lampung (Ist)

BANDAR LAMPUNG- Aksi ribuan guru honorer dan para ketua RT se Bandar Lampung menuntut Dana Bagi Hasil (DBH) kepada Pemerintahan Provinsi Lampung Senin (22/1) dinilai tidak membawa aspirasi rakyat Kota Bandar Lampung. Mobilisasi masa tersebut dinilai telah menggunakan kekuasaan menekan para guru honorer dan para ketua RT se Bandar Lampung. Demikian Diah Dharma Yanti, SH, aktivis perempuan Lampung dan advokat kepada pers di Bandar Lampung, Selasa (23/1)

“Semua guru Honorer dan para ketua RT diwajibkan mengisi absensi. Ini jelas-jelas menggerakkan massa dengan menggunakan kekuasaan,” tegasnya.

Namun demikian Diah Dharma Yanti membenarkan bahwa Pemerintah Provinsi Lampung masih menunggak pembagian DBH antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota Bandar Lampung.

“Tapi caranya bukan dengan menggunakan kekuasaan mengerahkan guru dan para ketua RT untuk menuntut. Ini tanda kegagalan Pemimpin Kota Bandar Lampung membangun Komunikasi dengan Gubernur,” ujarnya.

Padahal menurutnya persoalan para guru honorer tersebut bukan soal DBH, tetapi persoalan Tunjangan Kinerja para honorer Kota Bandar Lampung yang sampai saat ini tidak dibayarkan.

“Ini kan bukan menjawab kebutuhan mendesak para guru tetapi menggunakan mereka untuk mengalihkan sasaran dan tuntutan. Ini tidak bertanggung jawab,” tegasnya.

Cara penyelesaian seperti ini menurutnya membahayakan masa depan pembangunan di Lampung sehingga tidak patut ditiru.

“Ternyata guru honorer ini diprovokasi untuk mendemo pemprov. Ada juga lurah yang meminta partisipasi tiap RT untuk ikut aksi demo. Warga yang tidak tau menahu tujuan aksi ini, dipaksa ikut. Ternyata, DBH itu gak ada urusannya soal gaji guru honorer,” ujarnya.

Diah Dharma Yanti, SH menjelaskan, Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka melaksanakan desentralisasi.

Bergelora.com mengutip dari laman http://www.djpk.kemenkeu.go.id, yang menjelaskan bahwa DBH Pajak terdiri atas 3 (tiga) jenis, yaitu DBH Pajak Bumi dan Bangunan (DBH PBB) yang merupakan bagian dari Transfer ke Daerah yang berasal dari penerimaan PBB yang dikenakan atas bumi dan bangunan, kecuali Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan Perkotaan.

DBH Pajak Penghasilan (DBH PPh) adalah bagian dari Transfer ke Daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Penghasilan, berdasarkan PPh Pasal 21, PPh Pasal 25 dan Pasal 29. PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya sesuai dengan Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan.

Sedangkan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 adalah Pajak Penghasilan terutang oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan yang berlaku kecuali Pajak Penghasilan yang diatur dalam Pasal 25 ayat (8) Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan.

DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) adalah bagian dari Transfer ke Daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau.

“Kegagalan Pemerintah Kota dalam mengelola anggarannya berakibat tunjangan kinerja guru honorer tak terbayarkan. Sehrusnya mencari solusi, pemkot malah mengkambinghitamkan DBH yang belum cair sebagai sebabnya,” ujarnya. (Salimah)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru