Rabu, 3 Desember 2025

Gila…! Menteri Yohana: 13.312 Perempuan Jadi Korban Kekerasan 2017

Yohana Yembise, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) (Ist)

JAKARTA- Menteri PPPA Yohana Yembise dalam Raker di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (24/01) menjelaskan, kondisi perempuan dan anak selama ini masih jauh dari harapan, bahkan seringkali melampaui batas-batas kemanusiaan. Tahun 2017 terjadi 15.759 kasus dengan korban 17.054 dimana 3.742 laki-laki dan 13.312 perempuan

Survey pengalaman hidup perempuan tahun 2016 angka kekerasan pada perempuan sangat tinggi, sebesar 33,4 persen atau 1 diantara 3 perempuan mengalami kekerasan. Jika dihitung jumlah penduduk tahun 2016 sebanyak 260 juta orang maka jumlah perempuan yang mengalami kekerasan sekitar 43 juta orang.

“Kekerasan selalu menimbulkan akibat buruk secara fisik, psikis bahkan secara ekonomi,” tegasnya.

Kekerasan terhadap anak juga menurutnya tidak kalah parahnya. Survey  2013 menunjukkan angka apada anak laki-laki sebesar 38,62 persen sedangkan pada anak perempuan sebesar 20,4 persen. Sebagian besar atau 70 persen kasus kekerasan ini terjadi pada rumah tangga.

“Survey semacam ini akan dilakukan lagi pada tahun ini setelah 5 tahun dari survey terakhir,” jelasnya.

Kepada Bergelora.com dilaporkan, selain itu pencatatan dan pelaporan kasus kekerasan yang erintegrasi dari Kabupaten/kota sampai di Kementerian PPPA tercatat 11.659 kasus sepajang tahun 2016 dan korban sebanyak 12.621 orang terdiri dari 2.576 laki-laki  dan 10.045 perempuan.  Dari jumlah korban tersebut baru 7.029 atau 55,7 persen yang terlayani.

Tahun 2017 terjadi 15.759 kasus dengan korban 17.054 dimana 3.742 laki-laki dan 13.312 perempuan. Dari jumlah itu baru 49,1 persen  atau 8.370 yang terlayani. “Data-data ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah berani melapor,” jelas Menteri Yohana.

P2TP2A Perlu Diperkuat

Komisi VIII DPR RI mendukung sepenuhnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang telah membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) sebanyak 300 Kabupaten/Kota di seluruh Provinsi atas legitimasi Pemda. Namun, karena pergerakannya atas swadaya masyarakat, sehingga keberadaannya masih lemah, baik SDM, pendanaan termasuk sarana prasarana.

“Untuk itu keberadaan P2TP2A perlu diperkuat dengan menjadikan unit pelaksana teknis daerah (UPTD) PPA yang menjadi penanggungjawab penyelenggara layanan terhadap perempuan dan anak tingkat dasar dan lanjutan,” demikian penegasan Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong ketika memimpin Raker dengan Menteri PPPA dan Plt. Dirjen Pembangunan Daerah Kemendagri, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (24/01).

Meski demikian, lanjut politisi F-PAN itu, berdasarkan temuan di beberapa daerah, tenyata masih ada daerah yang masih berat dan enggan melaksanakan P2TP2A dengan berbagai alasannya. Dalam UU No. 23 Nomor 2014 tentang Pemda mengatur bahwa PPPA adalah menjadi urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua daerah.

Diperjelas dalam lampiran UU tersebut tentang pembagian urusan PPPA khusus dengan pelayanan rujukan akhir bagi  anak korban kekerasan yang memerlukan kordinasi tingkat nasional, lintas provinsi dan internasional.

“Namun hal ini tidak bisa terlaksana karena keterputusan kewenangan antara Pemda dan KPPA yang tidak memiliki kewenangan untuk itu, sehingga wajar realita yang kita hadapi sekarang berbagai permasalahan PA yang secara massif dan meningkat signifikan terjadi tidak bisa diatasi secara nasional,” tambah Ali Taher.

Kasus Mengendap

Sebelumnya, pernah diberitakan, Komisi III DPR-RI pernah menangani kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pejabat daerah yang saat ini mencalonkan diri kembali dalam Pilkada Serentak 2018.

Namun dalam http://www.tribunnews.com/regional/2017/03/01/terkait-laporan-pelecehan-yang-dilakukan-gubernur-lampung-ini-kata-desmon-j-mahesa?page=2

 

dilaporkan pejabat tersebut tidak datang saat dipanggil oleh Komisi III DPR-RI.  Setelah itu kasus mengendap, sampai Pilkada Serentak 2018 seperti yang diberitakan  dalam http://lampung.tribunnews.com/2017/04/03/dugaan-pelecehaan-seksual-ridho-ficardo-anti-kimaks-komisi-iii-dpr-hentikan-kasus (Web/Salimah)

 

Kasus Mengendap

Sebelumnya, pernah diberitakan, Komisi III DPR-RI pernah menangani kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pejabat daerah yang saat ini mencalonkan diri kembali dalam Pilkada Serentak 2018.

Namun dalam http://www.tribunnews.com/regional/2017/03/01/terkait-laporan-pelecehan-yang-dilakukan-gubernur-lampung-ini-kata-desmon-j-mahesa?page=2

dilaporkan pejabat tersebut tidak datang saat dipanggil oleh Komisi III DPR-RI.  Setelah itu kasus mengendap, sampai Pilkada Serentak 2018 seperti yang diberitakan  dalam http://lampung.tribunnews.com/2017/04/03/dugaan-pelecehaan-seksual-ridho-ficardo-anti-kimaks-komisi-iii-dpr-hentikan-kasus (Web/Salimah)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru