JAKARTA- Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Kemensos RI mendesak segera diperbaikinya jutaan data Program Keluarga Harapan (PKH) dan Beras Sejahtera (RASTRA) yang bermasalah, serta mendata ulang 13 juta keluarga miskin yang belum tercatat sebagai penerima PKH Rastra. Aksi diikuti oleh 1.000 warga miskin yang sebelumnya juga telah berujukrasa di Bandar Lampung dan Kota Bogor.
Ketua Umum SPRI Marlo Sitompul mengecam Program Keluarga Harapan (PKH) dan Beras Sejahtera (RASTRA) atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) karena berisi kekacauan basis data terpadu program penanganan fakir miskin.
SPRI menemukan 1 juta data PKH-RASTRA yang bermasalah seperti, penerima tidak diketahui keberadaannya, penerima sudah meninggal dunia, tidak ada ahli warisnya, dan penerima tidak hadir saat penggilan pertama oleh bank.
“Karena itu SPRI menuntut perbaikan data pergantian yang bermasalah dan dilakukan terbuka dengan melibatkan rakyat miskin,” demikian Ketua Umum SPRI Marlo Sitompul kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (12/4)
Selain itu SPRI juga mempersoalkan tiga belas juta keluarga miskin yang belum tercatat sebagai penerima program PKH-RASTRA. Sesuai dengan Undang-Undang No. 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, seharusnya seluruh rakyat miskin terjamin mendapatkan PKH RASTRA.
Berdasar riset lapangan SPRI, diketahui bahwa sumber kekacauan data disebabkan banyak penerima Rastra dan PKH yang bersumber dari data hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011 dan tidak sepenuhnya bersumber pada BDT (Basis Data Terpadu) tahun 2017.
SPRI juga menuding bahwa, basis data terpadu 2017 yang digunakan sebagai acuan data sasaran penerima PKH-RASTRA bermasalah karena tidak membuka kesempatan warga miskin untuk terlibat.
“Sistem Rangking dan penetapan data sasaran penerima PKH-RASTRA dilakukan sepihak oleh Kemensos dan TNP2K,” jelasnya.
Selain masalah pendataan di atas, masalah penting lainnya terkait program bantuan sosial adalah bahwa program ini cenderung menjadi alat elit politik untuk meraih dukungan.
“Misalnya, penerima PKH-RASTRA di Jawa Timur lebih banyak daripada di Jawa Barat, padahal jumlah penduduk Jawa Barat lebih banyak daripada Jawa Timur,” katanya
Diduga hal seperti ini terjadi menurutnya karena adanya kepentingan politik salah satu kandidat.
“Terhadap kekacauan tersebut, mantan Menteri Sosial, Khofifah harus bertanggung jawab. Kekacauan data tersebut diatas telah menyebabkan ratusan ribu keluarga miskin kehilangan hak untuk mendapatkan PKH-RASTRA,” tegasnya.
Marlo menyatakan bahwa, selama ini warga tidak pernah menerima penjelasan yang logis terhadap meningkatnya jumlah penerima PKH RASTRA di Jawa Timur.
“Wajar saja jika kami menuding dugaan politisasi PKH Rastra oleh elite yang berkontestasi dalam pilgub Jawa Timur. Elite politik yang terbukti mempolitisasi program bansos untuk kepentingan meraup suara, harus diproses secara hukum,” katanya.
SPRI juga mendesak DPR RI untuk segera meningkatkan anggaran alokasi APBN untuk bantuan sosial PKH-RASTRA.
“Sebaiknya anggaran untuk cicilan hutang luar negeri di alihkan untuk kebutuhan rakyat miskin,” katanya. (Anrus)