Kekecewaan dikalangan pendukung Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno meluas, setelah puluhan lembaga survei mengumumkan perolehan suara kemenangan pasangan jokowi-Ma’aruf Amien. Bergelora.com memuat tulisan sastrawan dan Gus Durian, Al-Zastrouw menanggapi situasi nasional terakhir (Redaksi)
Oleh : Al-Zastrouw
KPU… curang
BAWASLU… berpihak
TNI-POLRI… tidak netral
HUKUM… tidak adil
PEMILU…. tidak sah
DEMOKRASI… kafir
PANCASILA…. thoghut
SOLUSI…HILAFAH…..!!!!
Inikah maksudmu, hingga bikin gaduh terus menerus di negeri ini? Mendelegitimasi seluruh komponen demokrasi, sampe mengangkat presiden mendahului keputusan KPU?
Memprovokasi rakyat dg hoax dan fitnah hingga mau menggerakkan people power. Membuat ujaran provokatif: ” hanya kecurangan yg mengalahkan Prabowo-Sandi”, “Jika Jokowi menang berarti curang”.
Atas nama sikap kritis, atas nama agama bahkan atas nama Tuhan kau kobarkan terus api permusuhan sesama anak bangsa. Agar suasana terus gaduh supaya kau bisa menjalankan agendamu merusak negeri ini?
Benar kata pak Mafudz: dalam Pemilu semua curang, tak ada yg tdk melakukan kecurangan. Artinya, hampir semua kontestan melakukan kecurangan. Capres no. 01 yg kalian tuduh curang, merekayasa suara dan sejenusbya, juga merasa dicurangi, suaranya dicuri, bahkan difitnah, tapi mereka tdk gaduh. Mereka diam menunggu keputusan KPU.
Dan kalian sdh seperti malaikan yg sok suci dan merasa paling benar. Membawa bawa nama Tuhan untuk menutupi fitnah dan kebohongan. Apa kalian merasa kecurangan dan hoax yg kalian lakukan itu bagian dari perintah agama shg tidak pernah merasa bersalah saat melakukannya? Agama dan keyakinan macam apa yang mengajari sikap demikian….??? Jika memang cinta Indonesia seperti yang kalian teriakkan itu. Mengapa kalian terus berisik dan provokatif?
Pertandingan sudah usai. Saatnya menjaga keteduhan, kedamaian dan persaudaraan. Saatnya melupakan benturan dan meredakan permusuhan. Dalam suatu pertandingan terjadi benturan, saling jegal, saling tendang bahkan saling mencederai di lapangan adalah hal yang biasa dan wajar . Tapi ketika pertandingan usai semua harus berjabat tangan dan berpelukan. Bersama meninggalkan lapangan. Kemudian membiarkan para yuri, wasit dan pelaksana pertandingan memberikan penilaian. Tanpa hrs diganggu dan ditekan apalagi dicurigai.
Siapa saja yg ingin neneruskan pertandingan di luar lapangan saat pertandibgan usai, jelas mereka adalah pecundang. Siapa saja yg mencaci, menista dan tidak percaya wasit dan pelaksana pertendingan, padahal dia mengikuti pertandingan tersebut hampir dipastikan mereka adalah licik. Siapa saja yang berani mengambil keputusan sendiri mendahului keputusan wasit maka sesungguhnya dialah pengkhianat….!!!
Kecewa dalam pertandingan wajar, curiga pada wasit boleh, menjaga para supporter agar tetap semangat sampai tertandingan usai adalah perbuatan mulia. Tapi bikin gaduh dengan mengorbankan persaudaraan dan keutuhan sesama anak bangsa demi kemenangan adalah suatu sikap nista. Dalam konteks kebangsaan sikap seperti itu sama dengan mempersilahkan diri ditunggangi kelompok anti demokrasi menjalankan agendanya di negeri ini. Dan ini berarti membuka pintu bagi kelompok anti Pancasila dan NKRI untuk menghancurkan negeri ini melalui kegaduhan yang mereka ciptakan secara terus menerus. Hanya orang2 nista dan pengkhianat bangsa yang tega melakukan tindakan seperti ini.
Bersikap kritislah sewajarnya dan proporsional. Karena Allah tidak suka sikap yang berlebihan. Seorang negarawan akan memiliki kepekaan dalam menjaga negaranya, sehingga tidak akan sudi dijadikan kuda tunggangan gerombolan pengacau negara. Seorang ksatria tidak akan berebut kemenangan dengan segala cara. Karena yg dibutuhkan seorang ksatria adalah kemuliaan bukan sekedar kemenangan.
Pertandingan sdh usai…. Saatnya kembali rukun, bersaudara dan ngopi bersama secara damai, sambil menunggu hasil keputusan KPU… biarkan para pengkhianat kecewa dan gigit jari karena gagal bikin kisruh dan mengadu sesama anak negri Indonesia. Tabik…
