Sabtu, 12 Juli 2025

INI YANG BENER…! Menolak BPJS, Walikota Bekasi Rahmat Effendi: Kami Tetap Perjuangkan Layanan Kesehatan Berbasis NIK Di Tahun 2020

Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi (tengah) di Komplek Istana Kepresidenan di Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Kamis (26/12). (Ist)

JAKARTA- Pemerintah Kota Bekasi tetap akan memperjuangkan kelanjutan program layanan kesehatan Masyarakat Berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) di Tahun 2020. Hal ini ditegaskan oleh Walikota Bekasi, Rahmat Effendi kepada Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Republik Indonesia, Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (26/12).

“Kami akan terus berjuang untuk  program layanan kesehatan Masyarakat Berbasis NIK di Tahun 2020, semoga hasil rapat menteri nanti bisa memuaskan hasilnya, dan kami dapat dukungan untuk melanjutkan program kesehatan tersebut,” tegasnya kepada Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Republik Indonesia, Moeldoko dalam pers rilis yang diterima Bergelora.com di Jakarta, Jumat (27/12).

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi dipanggil secara khusus oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Republik Indonesia, Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Bersama Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Tanti Rohilawaty, Kepala BAPPEDA, Dinar Faisal, Inspektur Kota Bekasi, Widodo Indrijantoro, Kepala Dinas Sosial, Ahmad Yani, Direktur RSUD Chasbulah Abdulmajid, Kusnanto Saidi Staf ahli Wali Kota Bidang Keuangan dan SDM, Dwi Andaryanie, Kepala DISKOMINFO, Encu Hermana dan Kepala Bagian Hukum, Diah.

Pertemuan tersebut untuk membahas kelanjutan program Kartu Sehat Berbasis NIK yang menjadi berita hangat di Kota Bekasi, dan menjadi polemik karena isu penghentian Layanan Kesehatan Masyarakat berbasis NIK.

Wali Kota Bekasi menjelaskan bahwa program tersebut yang setara dengan layanan kesehatan kelas 3, menjadi program unggulan untuk Warga Kota Bekasi, karena warga yang membutuhkan sangat tertolong dengan adanya Layanan Kesehatan Masyarakat tersebut berbasis biaya yang disiapkan oleh APBD Pemerintah Kota Bekasi.

Rahmat Effendi  menjelaskan, dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 mengenai Jaminan Kesehatan Masyarakat penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah harus di integrasikan dengan Jaminan Kesehatan Nasional yang di kelola BPJS Kesehatan.

“Namun, kami berusaha memperjuangkan program kesehatan ini pada 2020 dapat tetap berjalan dan legal baik secara Yuridis maupum de facto,” tegasnya.

Rahmat Effendi mengatakan, jika di integrasikan ke BPJS Kesehatan, maka sakit maupun tidak sakit, Pemerintah Kota Bekasi harus membayar iuran selama satu tahun kurang lebih sebesar Rp 996 Milyar.

“Padahal, apabila dikelola sendiri oleh Dinas Kesehatan Kota Bekasi dengan kerjasama Rumah Sakit Swasta dihitung selama satu tahun kurang lebih sekitar Rp 380 milyar,” paparnya.

Dengan perhitungan dan pertimbangan secara realitas jika diintegrasikan ke BPBJ Kesehatan menurut Rahmat Effendi, Kota Bekasi sangat keberatan.

“Karena dengan uang kurang dari Rp 500 milyar dapat digunakan untuk membangun Puskesmas, Rumah Sakit dan sarana prasarana pelayanan lainnya,” jelasnya.

Berbasis NIK

Rahmat Effendi  menjelaskan, layanan Kesehatan Masyarakat Berbasis NIK pembayaran secara INA-CBG dan insidential dan tidak dipersulit oleh rumah sakit yang bekerjasama.

“Yang terpenting masyarakat tidak dibebankan iuran perbulannya,” ujarnya.

Mendengar pernyataan dari Walikota Bekasi, Moeldoko selaku KSP juga menyayangkan BPJS tidak bisa seperti program kesehatan yang ada di Kota Bekasi.

“Hasil pertemuan ini akan dirapatkan ke dalam rapat Menteri khusus pembahasan tentang perpres 82, dan Kota Bekasi akan diberikan hasilnya,” ujar Moeldoko.

Walikota Bekasi juga berharap tahun 2020 kota Bekasi diberikan kewenangan untuk mengelola kesehatan sendiri.

“Dan jika diberikan kewenangan oleh Pemerintah Pusat maka Pemerintah Kota Bekasi dapat membangun rumah sakit tipe D lagi  sebanyak 3 rumah sakit dengan anggaran APBD Pemerintah Kota Bekasi,” ujarnya.

Sebelumnya, Pemkot Bekasi telah memperjuangkan keberlangsungan program KS NIK ini melalui konsultasi dengan Gubernur Jabar, Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi IX DPR, Kementerian Kesehatan, Kemendagri, dan BPJS Kesehatan. Langkah ‘judicial review’ juga ditempuh ke Mahkamah Konstitusi. (Roy Pangharapan)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru