Sabtu, 5 Juli 2025

Hubungan Indonesia-Australia Telah Korbankan Kepentingan Rakyat NTT

KUPANG- Hubungan baik antara Indonesia dan Australia justru mendatangkan bencana bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Banyak kebijakan nasional dan Internasional justru mengorbankan kepentingan rakyat NTT. Hal ini disampaikan oleh Presiden Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni Kepada Bergelora.com di Kupang, NTT, Senin (19/10) menanggapi pernyataan Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi dalam harian Australia The Sydney Morning Herald, Sabtu (17/10) Yang berjudul  “We Can’t Afford To Have Bad Relations With Australia : Indonesian Foreign Minister” (Kami Tak Bisa Memiliki Hubungan Buruk dengan Australia : Menlu RI).

 

“Bagi kami rakyat Timor Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur merasa lebih banyak telah dikorbankan oleh berbagai kebijakan nasional dan internasional terutama  dalam hubungan antara Jakarta dan Canberra,” ujarnya.

Penulis buku ‘Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta’ ini mengingatkan bahwa dalam hubungan baik antara ‘Jakarta dan Canberra’, Australia justru memperoleh keuntungan lebih dari Indonesia selama ini.

Pada Memorandum ogf Understanding (MoU) 1974 tentang hak-hak nelayan tradisional di Gugusan Pulau Pasir (nama  asli dari pulau-pulau itu, kemudian Australia merubahnya dengan memberi nama  Ashmore Reef dan sekarang Asmore Islands). Australia menggunakan MoU ini sebagai senjata pamungkas mereka untuk memberangus para nelayan tradisonal Indonesia yang telah menjadikan wilayah tersebut sebagai tempat mata pencaharian mereka turun temurun  selama kurang lebih 500 tahun silam.

“Di sisi lain pihak Australia menolak untuk menggunakan MoU 1996 tentang  “Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat” terhadap  Tumpahan Minyak di Laut untuk menyelesaikan Petaka Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor 2009,” jelasnya.

Selain itu ia menjelaskan bahwa, Perjanjian RI- Australia tentang Zona Eksklusif dan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu di Laut Timor hingga saat ini belum diratifikasi. Namun Australia telah menggunakan perjanjian ini secara sepihak untuk menganeksasi wilayah yang sangat kaya akan migas tersebut.

“Sementara Jakarta hanya bisa berdiam diri saja atas tindakan sepihak Australia ini. Apakah semua tindakan Australia ini dikatakan adil bagi rakyat, bangsa dan negara Indonesia? Khususnya bagi kami rakyat NTT yang terdampak langsung berada di beranda belakang dua negara ini?” ujarnya.

Ia menegaskan agar Jakarta dan Canberra jujur mengakui bahwa perjanjian-perjanjian itu tidak berlaku dan tidak bisa diberlakukan karena tidak valid lagi segera setelah terjadi sebuah perubahan geopolitikngat  yang signifikan di wilayah Laut Timor dengan lahirnya sebuah Negara baru Tmor Leste.

Namun demikian, tambah Tanoni bagaimanapun sebagai orang NTT, berterima kasih kepada Menlu Retno Marsudi yang tetap mau menjaga hubungan baik dengan Australia.

“Mungkin kami rakyat Timor Barat dan Nusa Tenggara Timur merupakan orang-orang yang  paling bahagia bila hubungan Indonesia-Australia ini tetap baik dan saling melengkapi serta menguntungkan bagi kedua bangsa dan Negara,” ujarnya.

Pernyataan Menlu RI, Retno Marsudi menurutnya terlalu pribadi karena pernah bertugas sebagai diplomat  Indonesia di Canberra, namun tidak mencerminkan kepentingan nasional apalagi kepentingan NTT dan Timor Barat

“Bagi kami rakyat di Timor Barat, seluruh perjanjian bilateral di masa lalu antara Indonesia dan Australia hingga saat ini hanya memberikan keuntungan sepihak saja kepada Australia saja,” katanya. (Leo)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru