Tidak banyak aktivis perempuan yang menyoroti nasib perempuan dan anak di Afganistan pasca kemenangan Taliban terakhir. Maria Pakpahan seorang aktifis perempuan Indonesia menyorotinya dari Skotlandia untuk pembaca Bergelora.com. (Redaksi)
Oleh: Maria Pakpahan
SITUASI belakangan ini di Afganistan terus terang selain mencengangkan dunia juga membawa pertanyaan dan gugatan serius tentang apa yang akan menimpakaum perempuan dan anak-anak di Afganistan.
Apakah mereka bisa tetap aktif di ranah publik dan mempertahankan perilaku kehidupan dua puluh tahun terakhir dimana saat tentara koalisi Amerika, Inggris berada, menjaga Afganistan bersama tentara nasional Afganistan di bawah kepresidenan Ghani mencoba memberikan pilihan hidup diluar khasanah hidup yang dijunjung dan dianggap paling benar oleh Thaliban berdasarkan Syariah Islam.

Kembalinya Taliban ke Afganistan sejak 15 Agustus lalu tanpa adanya perlawanan oleh militer Afganistan dan kaburnya Presiden Ashraf Ganie dan kemudian wakil presiden Amrullah Saleh mengumumkan dirinya sebagai Presiden sementara (17 Agustus 2021) untuk mengisi kepemimpinan nasional. Hanya saja, rakyat Afganistan yang masih ingat kehidupan di jaman Taliban tentu saja tidak serta merta mensupport Saleh dan percaya karena sebelumnya orang yang sama ini memuji soal angkatan bersenjata Afganistan dan mengindikasikan bahwa pemerintah Afganistan akan melawan Taliban semaximal mungkin. Sejarah kemudian mencatat tidak ada perlawanan dari angkatan bersenjata Afganistan. Walaupun Saleh juga tidak meninggalkan Afganistan dan mencoba kembali ke wilayah akar dimana ia berasal, membangun perlawanan terhadap rejim Taliban.

Jejak USSR /Uni Soviet di Afganistan
Keberadaan Uni Soviet di Afganistan tidak bisa dipisahkan dari konteks perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Brzezinski menulis, ”On a day when the Soviets officially crossed the border, I wrote to President Carter: We now have the opportunity of giving to the USSR its Vietnam war.”
Ironisnya dunia kemudian menyaksikan bagaimana USA justru datang ke Afganistan akhir tahun 2001 untuk menghancurkan Al Qaeda dan setelah misi tersebut tercapai, justru tidak langsung keluar dan bertahan hingga 31 Agustus 2021. Dua puluh tahun di Afganistan. Dua kali lebih lama dibandingkan USSR.
Uni Soviet sendiri mencatat bahwa ketidak mampuan dan “low battle capability and operative readiness of the Afgani armed forces “ yang membuat negeri tersebut mudah diinvasi Uni Soviet dan bagaimana kemudian USSR membangun kampanye militer dengan 40th Army Afganistan (1979-1986) dimana pada February 1980 membangun station militer dengan lebih 102.000 orang tentara yang meliputi: empat devisi (air borne, 3 motorised shooting). Juga dibentuknya joint forces/ pasukan gabungan angkatan udara terdiri dari 1 airborne, storm brigade, 2 motorised shootings dan 1 supply brigade. Juga perlu dicatat 3 battle dan supply battalion termasuk special purpose detachment (sumber documentary USSR).
Ditambah pada tahun yang sama 1980 special detachment of border troops juga ditempatkan bersama KGB sepanjang perbatasan wilayah Afganistan-USSR hingga masuk ke 100 km dalam wilayah perbatasan tersebut (sumber Russia TV seri , Star Media, May 2020).
Dari deskripsi di atas bisa dikatakan USSR sungguh mendukung pemerintahan kiri -sosialis di Afganistan saat itu. Tentunya ini penyederhanaan soal keterlibatan USSR di Afganistan
Amerikapun kemudian mencari peluang dan sejarah mencatat bagaimana USA mensupport kaum Mujahiddin dan juga sejarah mencatat bagaimana Mujahiddin ini yang menjadi tulang punggungnya Taliban yang kemudian berkuasa di Afganistan dan memberikan tempat berlindung pada Al Qaeda. Dimana kemudian USA mengejar dan menginvasi Afganistan untuk menghancurkan Al Qaeda, sejarah mencatatnya.
Jika duapuluh tahun kemudian Presiden Biden mencoba menjustifikasikan cara keluarnya, penarikan kehadiran Amerika di Afganistan yang bisa dikatakan berantakan dan mencengangkan dunia karena ngotot dengan deadline 31 Agustus 2021 dengan pretext, keberadaan Amerika di Afganistan bukan untuk nation building maka dunia bisa bertanya, mengapa jika demikian tidak dari kemarin-kemarin mempersiapkan exit strategy dan dibicarakan dengan alliesnya seperti United Kindom misalnya. Salah satu tentara Inggris yang pernah bertugas di Afganistan sempat menghadiri hearing di Westminster, parlemen Inggris, membela keberaniaan tentara nasional Afganistan yang pernah bertugas bersamanya. Ini merespon tuduhan Biden yang menyalahkan tentara Afganistan tidak berani melawan Taliban. Seorang Jendral bintang 3 Afganistan, Jendral Sami Sadat juga merasa dihinakan oleh perilaku dan anggapan Presiden Biden karena dia yang memimpin korps 215 Maiwand dan memimpin 15.000 tentara Afganistan dibawah komandonya kehilangan ratusan tentaranya yang tewas. Juga diindikasikan 66.000 tentara Afganistan berkorban jiwa dalam waktu 20 tahun terakhir ini melawan Taliban
Dimana dan Bagaimana Perempuan Afganistan ?
Fakta begitu banyaknya rakyat Afganistan yang mencoba keluar dari negerinya bisa dijadikan indikator bagaimana rakyat Afganistan sendiri kurang bahkan tidak mempercayai Taliban. Walaupun juru bicara Taliban Zaibullah sudah memberikan siaran pers dan berkali-kali mengatakan keinginan Taliban membangun ekonomy Afganistan, akan menuju “right climate for foreign investment, those who working with foreign forces must not fear us. Burry the hachet, we transcend above is all; fellow Afgans, fellow citizens, fellow brothers”. Tidak ada disebut perempuan Afganistan. Bahkan dalam pertemuan dimana para petinggi Taliban terlihat jelas, bersurban layaknya khas Taliban dan berjengkot, tidak terlihat satu perempuanpun ada di ruangan pertemuan tersebut.
Sebagai perempuan, saya tentunya tidak akan naif melihat jika dalam narasi, dalam pidato saja tidak ada panggilan atau disebut Afgan women dan dalam ruangan juga tidak ada, maka perempuan Afganistan invisible dalam hari pertama Taliban berkuasa, mengambil ahli Afganistan.
Banyak pertanyaan yang patut diajukan. Pertanyaan pertama saya sebagai perempuan, dimana mereka, bagaimana mereka, apa yang terjadi dan akan terjadi dalam kehidupan, aspirasi, pola hidup, harkat- martabat perempuan Afganistan jika dalam hari pertama saja mereka tidak disebut, tidak hadir, tidak direken, Invisible, hilang. (bersambung)