TOLIKARA- Jauh dari hingar bingar perkotaan, tangan-tangan cekatan tengah sibuk mengolah makanan. Para bidan mengemas makanan yang sudah matang itu ke dalam wadah yang sudah disiapkan. Bergelora.com mengambil liputan Online majalahbidan.com, pada kerja mereka dibawah ini.
Matahari belum begitu terik dan hawa sejuk lereng pegunungan masih menyeruak, para bidan dan petugas kesehatan sibuk mengangkut makanan yang baru saja dimasak itu dengan menaiki motor. Harus ekstra hati-hati agar bawaan makanan itu tidak terjatuh mengingat medan jalan tak semulus jalanan di ibukota Jakarta.
Yup…itulah kegiatan sehari-hari yang dilakukan tim gizi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tolikara dalam program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (1.000 HPK). Progam ini telah berjalan sejak bulan Juli tahun 2014 di Tolikara yang merupakan salah satu kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua.
Laju motor perlahan mulai melambat dan berhenti di sebuah Posyandu. Senyum riang sejumlah ibu-ibu yang tengah hamil atau menyusui, menyambut kedatangan mereka. Tak menunggu lama, merekapun membaur lalu makan bersama.
“Kegiatan pemberian makanan bergizi pada ibu hamil ini dilakukan setiap hari Senin hingga Sabtu, sedangkan pada hari Minggu diberikan bekal untuk dibawa pulang. Pemberian makanan dilakukan satu kali saja pada pagi hari karena dianggap dapat membantu menambah tenaga ibu untuk bekerja pada hari itu dengan aktifitasnya masing-masing,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tolikara Yusak Totok Krido Saksono.
Kini, setelah lebih dari 15 bulan sejak program ini diluncurkan Ki Totok, panggilan karib Kadinkes Tolikara mengaku sedikit lega, sekalipun banyak kesulitan dan tantangan yang dihadapi namun dengan kesabaran yang tinggi telah berhasil memberikan hasil yang sangat memuaskan.
“Terbukti saat ini kami bisa menyaksikan banyak bayi – bayi sehat yang menghadiri peringatan satu tahun 1.000 hari pertama kehidupan anak tingkat Kabupaten Tolikara pada 10 Juli 2015 lalu,” ujar Ki Totok.
Program 1.000 HPK ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak, menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak, menciptakan generasi penerus Tolikara lebih produktif, cerdas dan berkualitas serta memberikan motivasi kepada masyarakat untuk sadar gizi.
Pada tahap awal program ini diikuti sebanyak 92 ibu hamil, yang melahirkan 45 orang dan yang belum melahirkan 47 orang. Dari 45 kelahiran tersebut, tercatat semua berat bayi di atas 2,5 Kg. “Minimal 2,8 kg dan maksimal 4 kg, kecuali yg lahir kembar 2,5 dan 2,3 kg,” ujar Ki Totok.
Selain itu tercatat ada 7 ibu hamil kurang kalori di awal program, namun setelah 3 bulan tinggal 1 ibu hamil saja, dan melahirkan dengan normal. Sebanyak 18 ibu hamil proses melahirkan ditolong oleh bidan, 25 orang ditolong oleh non bidan. Angka Kematian Ibu nihil sedangkan Angka Kematian Bayi tercatat 1 orang saja.
“Hingga Oktober 2015 ini jumlah ibu-ibu yang mengikuti program 1.000 HPK berjumlah 170 orang dengan 125 diantaranya sudah melahirkan dan lainnya masih hamil,” ujar Ki Totok.
Selain pemberian makanan bergizi kepada ibu hamil, ibu menyusui dan bayi, tim gizi Dinkes Tolikara juga mengajarkan cara mencuci tangan sebelum makan, melakukan pemantauan dan penanganan ibu hamil yang akan melahirkan. Dalam seminggu sekali ada kunjungan pelayanan dokter PKM ke semua posyandu dan kunjungan dokter spesialis obgyn sebulan sekali.
Penuh Tantangan
Akses transportasi ke Tolikara (Karubaga) dapat ditempuh dengan dua cara yaitu melalui darat dan udara. Untuk mencapai Karubaga dapat menggunakan tansportasi udara dari Jayapura ke Wamena dengan waktu tempuh 35- 40 menit. Atau dapat juga langsung dari Jayapura ke Karubaga melalui udara dengan waktu tempuh 70 menit.
Bila menggunakan jalur darat dari Jayawijaya ke Karubaga membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam perjalanan.Sedangan bila menggunakan jalur udara dari Jayawijaya dapat ditempuh dengan waktu hanya 20 – 30 menit dengan jadwal penerbangan hanya satu kali seminggu.
Hingga tahun 2013, Tolikara memiliki 35 kecamatan, 510 desa, dan 4 kelurahan. Total Populasi Tolikara adalah 147.750 jiwa dengan kepadatan 10,14 jiwa/km2,dengan Karubaga sebagai ibukota kabupaten. Kabupaten ini memiliki penduduk sebanyak 54.821 jiwa.
Sebagian besar wilayah di Kabupaten Tolikara yang memiliki luas sekira 14.564 Km² itu berada di lereng gunung dan hanya sedikit saja yang berupa dataran, sehingga hampir selalu mengalami hujan sepanjang tahun.
Karena itu terkadang petugas mengalami kesulitan menjangkau posyandu yang lokasinya jauh di pedalaman karena medan jalan yang sulit. Sarana transportasi yang digunakan sepeda motor yang berdaya angkut sangat minim, sedangkan petugas tim gizi, termasuk para bidan harus setiap hari mengangkut makanan ke posyandu. Belum lagi harga BBM yang mahal dan sering pula tidak tersedia.
“Solusinya kami sudah mengajukan untuk kendaraan roda 4 minimal 1 unit sedangkan untuk menjangkau posyandu yang lokasinya jauh dan sulit, kita masih terus memikirkan solusinya. Tapi dengan semagat menelurkan generasi penerus Tolikara yang sehat, tangguh dan unggul kami terus bekerja maksimal sesuai dengan kemampuan yang kami miliki,” kata Ki Totok penuh optimis.
Bukan hanya tantangan alam yang dihadapi tim gizi, tantangan lain yang juga tidak kalah beratnya adalah mengenai partisipasi yang masih rendah dari masyarakat setempat. Beberapa ibu masih kurang mau berpartisipasi dalam Program Gizi ini sehingga faktor kehadirannya masih kurang. Karena itu petugas gizi langsung menjangkau ibu-ibu hamil secara personal dan memberikan informasi baik kepada ibu, suami dan keluarga akan pentingnya gizi pada ibu hamil.
“Program unggulan seperti ini harus dipertahankan dan diteruskan. Kami berharap kepada semua pihak agar bekerja sama untuk mencapai generasi emas Tolikara yang unggul,” ujar Ki Totok.
Pihak Dinkes Tolikara sudah menyiapkan langkah lanjutan agar program ini terus berjalan, diantaranya yakni dengan menggagas pemberian asuransi bagi bayi yang ikut, nikah masal, pembangunan rumah layak huni serta mengusulkan pembuatan Perda Gizi. Dengan adanya perda itu maka program gizi diharapkan akan terus berlanjut di tahun – tahun mendatang. Suatu hasil kerja yang sangat luar biasa untuk ukuran daerah pegunungan tengah Papua. (Joyce Natalia Sinaga)