Sabtu, 12 Juli 2025

Waduh! Pemerintah Kembali Buka Impor Sapi Berpenyakit Mulut- Kuku

JAKARTA- Permohonan Judicial Review atau Pengujian Undang-undang No. 41/2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap UUD 1945 memasuki sidang Pertama pada Kamis, (5/11). Perkara didaftarkan pada Mahkamah Konstitusi No. 129/PUU-XIII/2015, pada Jumat (16/10) bertepatan Hari Pangan Sedunia.

 

“Pemerintah sedang bersemangat melakukan impor sapi dari berbagai negara,  rencananya mencapai angka 500.000 ekor sapi termasuk dari Negara India yang belum bebas PMK (penyakit mulut kuku). Impor Sapi tersebut didasarkan dengan diperbolehkannya melakukan impor dari negara yang tidak bebas PMK dengan memberlakukan sistem Zona,” demikian kuasa hukum, Hermawanto, SH, MH. Kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (5/11).

Ia menjelaskan bahwa, permohonan diajukan untuk pembatalan berlakunya frase “atau zona dalam suatu negara” dalam Pasal 36C ayat (1), kata “zona” dalam Pasal 36C ayat (3), kata “zona”,  dalam Pasal 36D ayat (1), dan frase“ atau zona dalam suatu negara”   dalam Pasal 36E ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ketentuan tersebut memberlakukan sistem zona dalam impor hewan maupun produk hewan, padahal sebelumnya berdasarkan sistem country base atau negara.

“Dengan sistem zona, pemerintah bebas melakukan inpor hewan maupun produk hewan dari satu negara walaupun di negara tersebut pada zona yang lainnya terjangkit penyakit menular dan berbahaya seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang dalam dunia kesehatan veteriner statusnya berbahaya. Sedangkan pada sistem country base (negara), manakala negara tersebut terjangkit penyakit berbahaya maka tertutup untuk impor dari negara tersebut,” jelasnya.

Permohonan diajukan oleh para pemohon  para peternak, Teguh Boediyana; pada konsumen, Gun-gun Muhamad Lutfi Nugraha, Dr.Ir. Rachmat Pambudy, dr. drh. Mangku Sitepu dan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI)

Rumusan Pasal 36C ayat (1) UU No. 41/2014 “Pemasukan Ternak Ruminansia Indukan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berasal dari suatu negara ATAU ZONA DALAM SUATU NEGARA yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukannya.”

Menurut pemohon pemberlakuan system zona bertentangan dengan UUD 1945  seperti Pasal 24C ayat (1) dan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan Putusan MK bersifat final dan mengikat serta menegaskan Negara Indonesia adalah Negara hukum oleh karenanya menganut sistem kepastian hukum.

Hermawanto menjelaskan bahwa, sistem zona muncul dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, namun kemudian di batalkan oleh MK melalui Putusan Perkara No. 137/PUU-VII/2009 tanggal 25 Agustus 2010, atas permohonan para pemohon yang sama, karena berbahaya bagi keamanan dan keselamatan manusia, hewan dan lingkungan, serta sangat berisiko jika melakukan impor dari negara yang tidak bebas PMK.

Oleh karenanya pemberlakuan kembali sistem zona melalui revisi Undang-undang No. 18/2009 dengan Undang-undang No. 41/2014 adalah melecehkan martabat Mahkamah Konstistusi karena frase tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, yang substansinya bertentangan dengan spirit ciata-cita negara “melindungi seluruh rakyat Indonesia dan seluruh tiumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum…”

Maximum Security

Menurut Hermawanto, dalam rangka mengantisipasi penyakit Zonosis, sebelumnya Indonesia menerapkan kebijakan maximum security (Country Base) terkait kebijakan impor daging ternak, hal ini disebabkan Indonesia pernah mengalami kerugian ekonomi yang sangat besar di masa silam sebagai akibat serangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

“Sehingga untuk mengatasinya membutuhkan waktu hingga 100 tahun untuk bebas dari penyakit ini. Pemerintah Indonesia tahun 1977 mengalami kerugian ekonomi sebesar Rp. 110 Milyar pertahun,” ujarnya.

Ketika PMK melanda Inggris tahun 2001, telah menyebabkan negara tersebut mengalami kerugian sekitar 70 milyar poundsterling. Kerugian tersebut dialami akibat diterapkannya stamping out di mana puluhan ribu ternak produktif terpaksa dimusnahkan. Sekitar 600 ribu ekor sapi dan 4 juta kambing/domba  dan jutaan babi harus dimusnahkan.  Ratusan ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan.

Negara India, harus menderita kerugian per tahun sekitar  $ 5 milyar sebagai akibat ganasnya PMK. Sampai hari ini India mengalami kesulitan untuk mengatasi PMK, dan tetap menjadi negara yang statusnya Tidak Bebas PMK.

“Oleh karena itu, pemberlakuan sistem zona adalah murni kepentingan ekonomi impor dengan melecehkan Putusan MK dan mengabaikan keamanan, keselamatan manusia dan ternak,” tegas Hermawanto.

Berdasarkan hal tersebut maka menurutnya, rumusan pemberlakuan sistem zona dalam UU No. 41/2014 bertentangan dengan Pembukaan UUD tahun 1945 : “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”, Pasal 1 ayat (3), 
Pasal 24C, Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2)  dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 oleh karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru