Rabu, 2 Juli 2025

Conny Rahakundini: Saatnya Bangun Kekuatan ‘Outwardlooking Military’

JAKARTA- Sudah waktunya, di era Presiden Joko Widodo, Indonesia membangun militer yang outwardlooking military. Karena setelah Presiden Soekarno, baru Presiden Joko Widodo yang mampu bermimpi untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain, bukan penonton lewat cita-cita menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hal ini disampaikan analis pertahanan dari Indonesia Institute For Maritime Studies, DR. Conny Rahakunduni Bakrie kepada Bergelora.com di Jakarta di Jakarta, Sabtu (5/3).

“Untuk itu TNI dituntut harus bisa menggelar kemampuannya untuk menjaga kedaulatan, sumber daya alam, checkpoints, slocs dan keamanan kawasan serta sesuai nawacita yaitu keamanan dua samudera setelah itu baru terlibat dalam keamanan dunia,” tegasnya.

Menurutnya, untuk itu TNI mampu memimpin ASEAN dalam berbagai aspek dan berpartisipasi dalam penerapan Asean ADIZ (Air Defense Identification Zone) dan Asean AMIZ (Asean Maritime Identification Zone) serta aktif di regional collective security issues.

“Maka Indonesia harus membangun 4 armada ideal untuk 2 samudera. Pada titik inilah kita bisa membangun keunggulan pertahanan Indonesia,” ujarnya.

Sebelumnya Conny Ragakundini mengingatkan bahwa TNI atau militer dan perang itu ada demi terwujud dan keamanan kepentingan nasional. Kepentingan nasional Indonesia adalah tetap tegaknya NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan nasional yang berkelanjutan guna mewujudkan pembangunan dan tujuan nasional.

“TNI lahir dan berada ditengah kita dengan visi terwujudnya pertahanan negara yang tangguh dari ancaman luar,” tegasnya dalam Forum Publik yang bertema ‘TNI : Antara Idealisme dan Realitas Di Era Reformasi’ yang dilakukan oleh Institute Soekarno-Hatta (ISH) di Jakarta, Jumat (4/3).

Conny Rahakundini mengutip pidato Presiden Soekarno, “… Kami negara yang mampu menggoyangkan langit, menggemparkan darata dan menggelorakan samudera, agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari dua setengah sen sehari. Bangsa yang kerja keras. Bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. (Tetapi) Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita!…”

Ia menjelaskan untuk mencapai misi TNI yaitu menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI serta keselamatan kesejahteraan rakyat dari berbagai ancaman dan resiko.

“TNI membawa sifat perang. Center of Gravity dan doktrin TNI adalah untuk membawa dan mengawal negara agar mampu mensiasati kebijakan nasionalnya terhadap siasat negara lain,” tegasnya.

Patut diingat menurutnya, sebagai negara yang strategis di dunia saat ini, Presiden Joko Widodo harus mengetahui bahwa perang akan terjadi hanya karena 3 hal yaitu pertama karena jalur perdagangan yaitu Alur Laut Kawasan Indonesia (ALKI) dan checkpoints. Kedua karena agama dengan 11 kepercayaan serta ketiga karena perebutan sumber daya dan jalur sumberdaya berupa minyak, gas danuranium. Semua itu dimiliki oleh Indonesia.

“Maka adalah penting untuk mensiasati kehendak dan menaklukkan Center of Gravity dari negara lawan. Untuk itu dibutuhkan doktrin baru yang harus dikembangkan sesuai tuntutan keadaan,” tegasnya mengutip Carl Von Clausewitz.

Ia mengingatkan bahwa saat ini Centre of Gravity yang dilakukan oleh kekuatan lawan telah berhasil mengusai Indonesia setelah menghancurkan kekuatan Angkatan Bersenjata Indonesia (ABRI) berawal saat perang di Timor Leste. (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru