Minggu, 13 Juli 2025

Satgas: Tidak Ada Desa Fiktif Dalam Penyaluran Dana Desa

JAKARTA- Kabar mengenai adanya desa fiktif yang menerima dana desa di Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara disanggah oleh Ketua Tim Satgas Dana Desa. Ketua Tim Satgas Dana Desa, Prof. Dr. Kacung Marijan yang langsung mengunjungi lapangan bersama anggota Satgas Saifullah Mashum dan Deny Hamdani, setelah sebelumnya pada Senin (25/4) Tim Satgas tidak menemukan bukti adanya desa fiktif dan tuduhan penggelapan Dana Desa oleh camat. 

“Saya melihat langsung di desa itu telah dilakukan pembangunan jalan dari dana  desa APBN tahun 2015,”  demikian Prof. Dr. Kacung Marijan di Jakarta, Senin (2/5).

Bahkan, Kacung Marijan mengapresiasi para pejabat desa dan masyarakat setempat yang berhasil melakukan pembetonan jalan utama sepanjang lebih dari 450 meter dengan anggaran Rp 262 juta.  Pengerjaan pembangunan jalan tersebut dilakukan secara bergotong royong oleh masyarakat. “Melihat medan yang sangat berat dan kondisi naik turun, dengan dana sebesar itu tidak mungkin bisa dibangun jalan jika tanpa partisipasi penduduk setempat, Sementara itu  20 persen dana desa  tahun 2015 belum cair karena terlalu mepet pencairan dananya,” ujar Kacung.  

Perihal desa fiktif, tim Satgas Dana Desa menemukan fakta yang unik. Keempat desa yang diduga sebagai desa fiktif, ternyata sejak puluhan tahun yang silam  tidak didiami oleh penduduknya karena tidak adanya sarana dan prasàrana jalan dan fasilitas umum yang memadai. Juga tidak ada aliran listrik. Kacung Marijan menambahkan, dari segi struktur pemerintahan, keempat desa tersebut sebetulnya eksis. Ada kepala desa, kantor desa, dan ada penduduknya. KTP penduduk juga diterbitkan sebagai bukti administrasi kependudukan desa tersebut.  Tetapi roda pemerintahan desa dikendalikan dari desa tetangga, yaitu Desa Tangkahan. Kepindahan secara massal penduduk desa ke desa lain tidak terlepas dari latar belakang sejarah. Berdasarkan keterangan masyarakat desa, pembentukan desa sesungguhnya sudah terjadi sejak tahun 1890an. 

“Secara fisik memang kantor  desa dibangun di desa Tangkahan yang letaknya di pinggir jalan raya. Penduduk keempat desa tersebut jika malam hari tinggal di desa-desa sekitar yang telah memiliki sarana dan prasarana pelayanan publik yang relatif memadai. Jika siang hari penduduk kembali berladang dan bercocok tanam di empat desa yang tidak lagi dijadikan tempat hunian,” kata Kacung.

Dari tinjauan ke lapangan Kacung Marijan menyimpulkan bahwa keempat desa tersebut tidak dihuni oleh penduduknya karena selama ini tidak ada pembangunan di sana. Masyarakat tidak tahan jika harus tinggal di desa yang sama sekali tidak tersentuh oleh pembangunan.”Karena itu desa-desa seperti ini harus mendapatkan kucuran  anggaran pembangunan lebih besar lagi di tahun mendatang agar penduduknya mau kembali tinggal di desanya. Jangan malah dana desanya dihentikan,” ujarnya.

Sebelumnya, banyak berita miring berkaitan dengan penyaluran dana desa di sejumlah daerah ternyata tidak mengandung kebenaran. Masyarakat perlu berhati-hati ketika menerima  berita tentang Dana Desa (DD). Sebagaimana diberitakan oleh sejumlah media,  di Kab. Deli Serdang Sumut, tepatnya di Kecamatan Namorambe, ada empat desa fiktif yang menerima penyaluran dana desa tahun anggaran 2015, dan camat setempat diduga melakukan penggelapan dan korupsi dana desa untuk keempat desa tersebut. Keempat desa tersebut ialah Uruk Gedang, Gunung Berita, Rumah Keben dan Tanjung Selamat.

Dua Termin

Sementara itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengungkap alasan penyaluran dana desa tahun 2016 yang dilakukan melalui 2 termin, yakni Bulan Maret sebesar 60 persen dan Agustus sebesar 40 persen. Hal tersebut sekaligus menjawab pertanyaan masyarakat, saat tim Jelajah Desa Nusantara (JDN) tiba di Kabupaten Toli-Toli Provinsi Sulawesi Tengah, Sabtu (30/4).

Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal Kemendes PDTT, Singgih Wiranto, mengatakan, disalurkannya dana desa melalui 2 termin bertujuan agar dana desa yang disalurkan tidak menjadi uang tidur. Artinya, setiap dana yang disalurkan dapat langsung digunakan tanpa diendapkan terlebih dahulu di bank.

“Selain itu, negara juga masih mencari uangnya, jadi harus bertahap. Karena banyak kebutuhan negara lainnya yang harus diselesaikan juga. Maka kami mengimbau kepada masyarakat agar memenuhi kewajiban sebagai warga negara seperti halnya pajak. Karena pendapatan terbesar negara kita bersumber dari pajak,” beber Singgih.

Singgih melanjutkan, Kemendes PDTT disamping bertugas untuk menjalankan program dana desa, juga memberikan bantuan lain kepada desa dan daerah. Untuk Kabupaten Toli-Toli misalnya, Kemendes PDTT kembali memberikan bantuan sebesar Rp15 Miliar. Di mana sebelumnya di Tahun 2015, Kemendes PDTT juga telah memberikan bantuan kepada Toli-Toli sebesar Rp45 Miliar. Bantuan ini bertujuan, agar Toli-Toli terlepas dari kategori daerah tertinggal.

“Pesan saya, bantuan yang sudah dilaksanakan tolong titip, untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk masyarakat. Jika bantuan dimanfaatkan dengan baik, barangkali tahun depan bisa dapat bantuan lagi,” katanya.

Singgih mengatakan, desa saat ini telah menjadi garda terdepan dalam membangun Indonesia. Berbagai strategi pembangunan telah ditempuh sejak Indonesia merdeka, namun ada permasalahan yang harus diperbaiki yakni kesenjangan antar wilayah. “Menyadari hal demikian, maka pemerintah sudah menegaskan dalam rencana pembangunan jangka panjang bahwa kesenjangan ini perlu diatasi. Karena jika tidak, akan menimbulkan permasalahan sosial, bahkan disintegrasi,” ujarnya.

Di sisi lain, Wakil Bupati Toli-Toli, Abdul Rahman Haji Budding, mengatakan, sebagai salah satu bentuk komitmen membangun desa, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Toli-Toli telah membentuk Satuan Kerja (Satker) Pengawasan Desa.

Selanjutnya, Pemkab juga telah menyusun pedoman pembangunan desa, serta meningkatkan peran camat untuk koordinasi dan pembinaan. “Potensi kawasan hutan kita sangat tinggi, sekitar 85,93 persen. Toli-Toli sendiri terdiri dari 10 Kecamatan, 6 Kelurahan dan 103 desa,” ungkapnya.

Menurutnya, lahirnya UU No 6 Tahun 2014 tentang desa, telah memberikan angin segar bagi desa. Ia pun mengucapkan terimakasih, karena telah memberikan kepercayaan dan mengucurkan dana untuk desa. Pada tahun 2015, lanjut Rahman, pihaknya menerima Dana Desa sebesar Rp27 Miliar.

“Dari dana sebesar itu kami sebar ke seluruh desa dengan rata-rata Rp 262-300 juta mereka terima. Kami sampaikan terima kasih juga karena telah memberikan kebebasan kepada desa untuk membangun desa sesuai dengan karakteristiknya masing-masing,” ujarnya. (Andreas Nur)

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru