Sabtu, 12 Juli 2025

PGI : Isu Anti Komunisme Adalah Proses Pembodohan

JAKARTA- Fenomena “anti komunisme” yang diikuti oleh pelarangan dan bahkan razia yang marak akhir-akhir ini membuat PGI (Persatuan Gereja-gereja Indonesia) prihatin. Apalagi ditenggarai bahwa hal ini terjadi juga sebagai ekses atau akibat dari pernyataan dan sikap beberapa pejabat negara dan aparat TNI dan kepolisian yang disampaikan secara terbuka ke publik, baik melalui media massa maupun media online.

Disadari atau tidak, hal ini telah menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Karena itu, kami menilai bahwa apa yang sekarang ini terjadi sudah sangat berlebihan dan tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Jika tidak dihentikan maka akan makin menimbulkan keresahan sosial yang bisa saja mengarah kepada konflik sosial dalam masyarakat yang bisa memecah-belah bangsa. Hal ini disampaikan Ketua Umum PGI, Pdt. Henriette T.H. Lebang, kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (25/5).

“Kami sangat prihatin. Fenomena ini seperti hendak mengembalikan kita kepada suasana Orde Baru, yang berupaya meredam segala bentuk ideologi yang tidak sejalan dengan selera penguasa. Juga meredam segala bentuk diskusi dan perbincangan yang berbeda dengan tafsir tunggal penguasa mengenai sejarah bangsa kita, khususnya yang terkait dengan Peristiwa 1965,” ujarnya.

Sekretaris Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa PGI menilai keadaan ini merupakan langkah mundur dari cita-cita Reformasi. Bahkan PGI menilai bahwa ada upaya untuk mengkondisikan masyarakat untuk berhenti berpikir dan hanya akan mengaminkan apa yang penguasa atau “main stream” katakan baik.  Dengan kondisi sedemikian, maka tujuan pembentukan Negara RI, sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, akan sulit untuk dicapai.

“Yang akan terjadi malah sebaliknya yaitu proses pembodohan,” tegas Gomar Gultom. 

Berdasarkan keprihatian tersebut diatas dan juga dalam rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun PGI Ke-66 yang jatuh pada tanggal 25 Mei 2016, maka PGI memohon dan menyerukan kepada Pemerintah agar menghentikan segala upaya oknum tertentu yang berusaha menghidupkan isu “komunisme” atau “bahaya laten PKI”, dengan menggiring masyarakat kepada kekuatiran dan ketakutan yang tak berdasar.

“PGI malah mendorong Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo, untuk terus memfasilitasi upaya pelurusan sejarah terkait dengan Peristiwa 1965, agar perjalanan bangsa ini ke depan tidak selalu dibayangi oleh ketidak-pastian dan keresahan. Ketidakpastian dan keresahan sosial ini akan sangat mudah dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk membangunkan isu-isu yang tak produktif yang malah bisa merusak tatanan kehidupan harmonis yang sudah tercipta di dalam masyarakat kita,” demikian Gomar Gultom. 

Pemerintah menurutnya diminta untuk menghentikan segala bentuk tindakan pelarangan, sweeping, penyitaan barang cetakan -seperti buku- tanpa melalui proses peradilan. Tindakan semena-mena demikian sama dengan pengambilalihan hak milik pribadi secara sewenang-wenang yang tidak memiliki dasar hukum.

“Oleh karenanya, PGI sekaligus juga memohon perhatian Presiden Joko Widodo untuk menindak tegas aparat atau kelompok masyarakat yang melakukan tindakan-tindakan sedemikian,” tegasnya.

Menurutnya, seandainya ada kelompok bangsa ini yang tidak setuju dengan sebuah gagasan dan ideologi tertentu, sebaiknya hal itu dihadapi juga dengan mengajukan argumentasi yang rasional, bukan dengan tindakan kekerasan. Buku-buku tidak harus diberangus, tetapi diimbangi dengan menulis dan menerbitkan buku yang membuka ruang dialog, atau menangkalnya dengan cara yang cerdas, rasional dan disertai argumentasi yang mudah dipahami masyarakat.

“Hal ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PPU/-VIII/2010 tentang Pembatalan PNPS No. 4 tahun 1963 tentang Pelarangan Buku yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 1 hingga Pasal 9 UU No. 4/PNPS/1963 adalah inkonstitusional, bertentangan dengan UUD 1945,” jelasnya.

Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow dalam kesempatan yang sama juga meminta agar pemerintah menghentikan segala bentuk pembubaran paksa, apalagi yang disertai kekerasan, atas kehendak masyarakat untuk berserikat dan berkumpul serta berdiskusi, sebagai bagian dari tugas negara untuk menjamin hak-hak masyarakat untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat, sebagaimana diamanatkan dalam UUD I945 pasal 28.

“PGI menghimbau Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memberi perhatian vang lebih sungguh-sungguh atas radikalisme agama dan geliat ekonomi yang didominasi oleh kerakusan. Hal-hal seperti ini justru dapat menjauhkan kita dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Musuh kita yang utama bukanlah komunisme, tetapi kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi, korupsi dan ketidakadilan sosial,” tegasnya. (Web Warouw) 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru