Kamis, 11 September 2025

Matematika Pengamat Amnesty Tax

Oleh: Erizeli Jely Bandaro*

Ada pengamat ekonomi bilang begini “Dengan keterbukan rekening offshore seharusnya pemerintah tidak perlu adakan amnesty tax dengan pertanggungan rendah. Cukup kerahkan petugas pajak untuk memburu rekening tersebut dan paksa pemilik uang untuk bayar pajak 35 %. Kalau bisa 35 % kenapa harus terima di bawah 5% tebusan pengampunan pajak. Ini benar benar skandal pajak terbesar sepanjang sejarah.” Kira kira demikian kata mereka. Orang awam membacanya langsung tuduh pemerintah Jokowi bersekongkol dengan pengemplang pajak. Ini skandal. Ngeri ya..

 

Bagi pemain atau player atau businessman yang terbiasa melakukan transaksi lintas benua, tentu akan tertawa dengan penilaian dari pengamat tersebut. Mengapa?  Karena orang punya uang itu pasti lebih pintar dari pengamat ekonomi. Bahkan mereka lebih cerdas dibandingkan negara atau pemerintah sekelas Amerika. Petugas IRS (Internal Revenue Service) di Amerika itu lulusan terbaik di kampus terbaik di Amerika. Mereka diseleksi dengan ketat dan melalui training ketat untuk bisa lolos sebagai agent. Tapi tetap tidak mampu menghadapi pengemplang pajak berkelas dunia.

Lantas mengapa sulit sekali memaksa pemilk dana raksasa untuk membayar pajak? Karena ini berkaitan dengan sistem yang di create negara. Keberadaan mereka berada di puncak piramida bisnis bukan datang begitu saja. Mereka exist karena sistem yang terbangun berpuluh tahun-tahun yang lalu sejak kapitalisme di perkenalkan.

Ketika ada kesepakatan mengenai keterbukaan rekening offshore, mereka sudah lebih dulu mengantisipasinya. Panama paper sebagai bukti yang digaungkan itu hanya membuktikan nama orang atau lembaga yang tercatat pemilik perusahaan dan rekening offshore tapi tidak ada bukti apapun mereka sebagai pemilik dana apalagi mencantumkan nilai uang yang ada. Apanya yang mau dikejar? Mau kepengadilan ? Tidak pernah pemerintah menang dalam sengketa dana offshore.

Kemana uang itu ? Ingat pemilik uang itu adalah orang cerdas berkelas international. Di belakang mereka ada ahli hukum, perbankan, akuntasi yang mengatur agar dana tersebut tetap tersembunyi.  Caranya ? Ketika dana ditempatkan di bank atas nama perusahaan cangkang pada waktu bersamaan sudah ada skema layering atas dana itu. Tahapannya sebagai berikut:

Pertama dana itu akan di gunakan untuk membeli surat utang dalam kondisi limited offers. Penjual dan pembeli orang yang sama, yang beda hanya nama perusahaannya saja. Setelah berubah nama surat utang, uang tersebut di belikan property atau saham perusahaan publik. Setelah berganti ujud dalam bentuk saham maka saham itu di simpan di kustodi yang kemudian dijaminkan untuk mendapatkan pinjaman dari bank untuk pembiayaan proyek. Nah, coba bagaimana mengejarnya ? Kalau ada negara yang coba kejar maka ini akan berdampak sistemik karena akan menggoncang pasar uang dan pasar modal Ini paling ditakuti oleh pemerintah dimana saja.

Nah, kembali kepada amnesty tax. Mengapa harus ada amnesty tax bila layering begitu canggih menyembunyikan uang dari petugas pajak?  He he he ini bukan hanya soal pajak tapi bagaimana Indonesia menjadi provider  underlying untuk mengalirnya dana hiden dari pasar uang global. Karena untuk di ketahui bahwa Indonesia adalah salah satu  negara di dunia yang tidak terjebak dengan pasar uang global yang gagal bayar. Dengan amnesty tax maka uang akan mengalir ke Indonesia dan derivative penyalurannya luas sekali. Apalagi pemerintah melepas hambatan investasi di sektor real dan pasar uang.

Ingat! Pemiilk asset atau uang tidak peduli soal pajak atau asal usul uang asalkan mereka happy bayar pajak asalkan untung. Lihat aja China berapa triliun dollar uang hidden mengalir selama 25 tahun.Padahal negara mereka komunis. Makanya intinya adalah bagaimana mereka bebas menggungkan uangnya tanpa restriksi apapun. 

Dengan adanya amnesty tax ini maka channeling bank yang ada di Hongkong, Singapore, Panama, Swiss dan lainnya akan kehilang fee sebagai payment gate way.

Bayangkanlah Singapore itu perhari melakukan clearing payment gateway USD 60 miliar. Belum lagi Hongkong yang mencapai lebih dari USD 100 miiar. Kalau feenya 2,5 Per mil saja maka pemasukan mereka lebih besar dari bagi hasil minyak dan gas kita dan tidak ada arti dari bagi hasil Freeport. Kini pesta sudah usai dan broker minggir aja dech. Pengamat ? Kelaut aja.

We are player. Wwe know how to do to be the winner!

*Penulis adalah seorang pelaku ekonomi dan seorang blogger.

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru