Jumat, 4 Juli 2025

JANGAN TUNGGU 2075..! Dr. Kurtubi: Segera Masifkan Pembangun PLTN Agar Bisa Jadi Negara Industri Maju

JAKARTA- Indonesia akan menjadi negara Industri maju dengan kekuatan ekonomi No. 4 terbesar di dunia, tidak harus menunggu tahun 2075 seperti yang belakangan ini diprediksi oleh sementara pihak. Hal ini ditegaskan oleh pakar energi, Dr. Kurtubi kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (11/7).

“Caranya adalah pembangunan PLTN secara massif perlu dipercepat yang didukung oleh sistem dan proses Investasi yang investor friendly dengan mengoptimalkan lembaga Nuklir Negara yang sudah ada,” tegasnya.

Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019 ini menegaskan tidak ada yang perlu ditakuti dengan masuknya Indonesia dalam club negara-negara pemilik PLTN di Dunia, meskipun amat sangat terlambat. Sejarah mencatat bahwa Presiden RI pertama Ir. Soekarno lah yang pertama memimpikan agar Indonesia punya PLTN.

Ia menjelaskan kemajuan teknologi PLTN Generasi ke 4 menghasilkan listrik dengan biaya produksi listrik yang kompetitif, tidak membutuhkan energy storage atau power bank yang mahal.

“Listriknya bisa dialirkan langsung dari PLTN ke sistem transmisi PLTN tanpa harus disimpan dulu di power bank,” ujarnya.

Ia menjelaskan, Teknologi Generasi 4 lebih aman dari Generasi 2 sebelumnya, masa pembangunannya lebih singkat dan bahan bakar nuklirnya Uranium dan Thorium tersedia banyak diperut bumi Republik Indonesia.

“Sehingga ke depan semua PLTN di Republik Indonesia tidak perlu tergantung dari supply Uranium dan Thorium dari negara lain,” ujarnya.

“Kita tambah optimis negeri besar dengan penduduk terbesar no. 4 di dunia dengan luas daratan dan lautannya seluas Amerika dari Seattle ke Florida dan juga seluas Eropa dari London ke Athena,” jelasnya.Kita mohon kepada Presiden RI ke 8 Presiden Prabowo Subianto berkenan mendeklarasikan sendiri lahirnya industri dari nuklir hulu hilir di Indonesia. Demi masa depan bangsa yang secara ekonomi akan lebih adil dan lebih makmur serta dengan udara dan lingkungan hidup yang lebih sehat.

Ia memohon kepada Presiden RI ke 8 Presiden Prabowo Subianto berkenan mendeklarasikan sendiri lahirnya industri dari nuklir hulu hilir di Indonesia.

“Demi masa depan bangsa yang secara ekonomi akan lebih adil dan lebih makmur serta dengan udara dan lingkungan hidup yang lebih sehat,” tegasnya.

Baru Dibangun 2033

Sebelumnya dilaporkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) masuk ke Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2033. Dengan demikian, program-program ketenagalistrikan yang menyinggung terkait nuklir dapat mulai dimaksimalkan.

“RUKN kita sudah mencantumkan bahwa nuklir bisa masuk tahun 2033,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi dalam diskusi panel Leading Up To COP-29 yang digelar di Jakarta, Rabu (10/7).

Eniya mengungkapkan bahwa dirinya sudah beberapa kali membahas terkait tenaga nuklir bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Pembahasan tersebut fokus pada masalah keselamatan, kesiapan teknologi, dan sumber daya manusia (SDM) yang menangani Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tersebut.

“Pak Menko (Luhut) masih perlu diyakinkan untuk masalah keselamatan dan SDM yang menangani, tetapi regulasinya sudah kami siapkan,” kata Eniya.

Eniya mengatakan, pemerintah juga tengah membahas pembentukan Badan Pelaksana Program Energi Nuklir atau Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) guna mengawasi pengimplementasian PLTN.

Kementerian ESDM merilis regulasi baru mengenai Tim Persiapan Pembentukan Organisasi Pelaksana Program Energi Nuklir Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO). Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 34.K/HK.02/MEM/2024. Aturan ini sekaligus merevisi Kepmen ESDM 250.K/HK.02/MEM/2021 tentang tim persiapan pembentukan NEPIO sebagai upaya pemenuhan syarat IAEA dalam membangun PLTN.

Sebelumnya, Eniya mengungkapkan nuklir, hidrogen, amonia dan sumber energi baru lainnya masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). RUU EBET telah disampaikan oleh DPR kepada pemerintah pada 14 Juni 2022. RUU EBET merupakan RUU inisiatif DPR yang menjadi prioritas pembahasan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 melalui Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022.

Nuklir Bukan Opsi Terakhir

Pemerintah Indonesia tidak lagi menjadikan nuklir sebagai opsi terakhir sumber energi di Indonesia. Pemerintah akan menjadikan energi nuklir untuk menyeimbangkan dan mencapai target dekarbonisasi.

Hal ini akan diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN). Rancangan PP ini merupakan pembaruan atas Peraturan Pemerintah (PP) no.79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang mana dalam aturan tersebut disebut bahwa nuklir merupakan opsi terakhir sumber energi di Indonesia.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, dengan dimasukkannya nuklir sebagai sumber energi baru di Indonesia, maka ini menunjukkan bahwa Indonesia siap untuk memanfaatkan sumber energi tersebut.

“(Nuklir) masuk di dalam rencana bauran energi. Ya, karena gini ya, kita juga melihat bahwa ketersediaan energi dan kemudian juga percepatan untuk target capaian NDC (Nationally Determined Contribution) kita,” ungkap Arifin saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Selasa (9/7/2024).

Arifin juga mengatakan, perubahan KEN ini karena dalam perkembangan pelaksanaan KEN, terdapat perubahan lingkungan strategis yang signifikan, baik nasional maupun global, seperti target pertumbuhan ekonomi untuk menjadi negara maju pada 2045, kemajuan pengembangan teknologi energi baru terbarukan (EBT) sehingga dapat meningkatkan pangsa EBT dalam bauran energi primer nasional, dan kontribusi terbesar sektor energi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

“Tujuan KEN memberikan arah dalam upaya mewujudkan kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, keterpaduan, efisiensi, produktivitas, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi nasional, ketahanan energi nasional, dan pemenuhan komitmen Indonesia dalam dekarbonisasi sektor energi mewujudkan ketahanan iklim nasional dan mendukung pembangunan ekonomi hijau,” tuturnya dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR RI, dikutip Selasa (9/7/2024).

Dia membeberkan, salah satu poin perubahan dalam KEN yaitu terkait energi nuklir.

Pada PP No.79/2014, nuklir “hanya” dijadikan sebagai opsi terakhir dalam meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi.

Sementara pada RPP KEN kali ini, pemerintah akan menggunakan energi baru, salah satunya nuklir, untuk menyeimbangkan dan mencapai target dekarbonisasi.

“Dalam RPP KEN, grand strategi untuk tetap menjaga ketahanan energi dalam transisi energi, salah satunya yaitu penggunaan energi baru yakni nuklir untuk menyeimbangkan dan mencapai target dekarbonisasi,” paparnya.

Perlu diketahui, pada PP No.79/2014, target dekarbonisasi adalah untuk mencapai pangsa EBT dałam bauran energi primer sebesar 23% pada 2025 dan 31% pada 2050.

Namun pada RPP KEN kali ini, transisi energi diperkirakan akan mencapai puncak emisi pada 2035 dan Net Zero Emissions pada 2060.

“Target bauran EBT tahun 2060 sebesar 70%-72%,” pungkasnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru