Jumat, 4 Juli 2025

Perda CSR Berpotensi Hambat Investasi

JAKARTA- Peraturan daerah tentang TJSP (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) atau Perda CSR dibuat bukan untuk memfasilitasi dan menguatkan praktik CSR, melainkan untuk menjadikan CSR sebagai dana alternatif pembangunan daerah. Melalui Perda CSR, Pemerintah daerah mengarahkan program CSR perusahaan untuk mendanai program-program daerah, khususnya pembangunan infrastruktur. Selain tidak berdampak positif bagi praktik CSR, Perda ini juga berpotensi menciptakan ekonomi biaya tinggi dan menghambat iklim investasi di daerah.

Demikian rangkuman hasil penelitian PIRAC (Public Interest Reserch Advocacy Center) bekerja sama dengan Yayasan TIFA mengenai Implementasi dan Dampak Peraturan Daerah tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau yang dikenal sebagai Perda CSR. Hasil penelitian ini dipaparkan diacara diskusi publik yang digelar pada hari Rabu (14/12) di Ā Paramadina Graduate School, Jakarta. Selain diisi oleh paparan hasil penelitian dari Tim PIRAC, Acara tersebut menghadirkan Suryani Motik (Wakil Ketua Kadin), Rahayu Saraswati (anggota Komisis 8 DPR RI), Jalal (akademisi dan praktisi CSR) dan Rizal Malik (Yayasan TIFA) sebagai pembahas.

Hasil riset PIRAC menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, puluhan Peraturan Daerah (Perda) mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) disahkan di berbagai daerah di Indonesia. PIRAC mencatat 90 Perda CSR sudah disahkan yang tersebar di 15 propinsi, 59 kabupaten dan 16 kotamadya. Jumlah Perda CSR ini dipastikan akan terus bertambah karena 35 daerah lainnya saat ini sedang menyelesakan pembahasan Raperda CSR. Telaah tim peneliti PIRAC terhadap dokumen Perda-Perda TJSP/CSR menemukan penyimpangan atau ketidaksesuaian isi Perda dengan Undang-undang peraturan pemerintah mengenai TJSP/CSR yang dijadikan acuan.

UU PT maupun PP mengenai TJSP menyatakan bahwa pembiayaan TJSP dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan, sementara sebagian besar Perda CSR menentukan pembiayaan TJSP berasal dari keuntungan bersih setelah pajak atau dialokasikan dari mata anggaran lain perusahaan.

Penentuan jumlah atau prosentase ā€œdana CSRā€ dalam Perda dianggap menyimpang karena tidak diatur dalam UU atau PP tentang TJSP.

Ā UU maupun PP menegaskan bahwa pelaksana TJSP adalah perusahaan, sementara di sebagian besar Perda CSR pemerintah daerah justru mengatur pendirian forum atau tim/pokja/pelaksana TJSP yang salah satu tugasnya menjalankan program SCR.

Pengaturan program dan kegiatan TJSP/CSR sampai areaĀ  lokasinya di Perda TJSP juga dinilai menyimpang karena UU dan PP memberi keleluasaan pada perusahaan untuk mengembangkan program-program CSRnya.

Ketentuan yang mengatur sanksi dalam UU maupun PP tidak diatur secara spesifik dan hanya disebutkan ā€œdikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganā€. Namun, sebagian besar perda CSR justru mengatur secara rinci sanksi yang dijalankan, mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau penanaman modal, sampai pencabutan kegiatan usaha.

Pengaturan mengenai sanksi ni tentu akan berpengaruh terhadap iklim investasi dan pengembangan usaha di daerah karena pelaksanaan CSR dikaitkan dengan pencabutan ijin usaha. Hal inilah yang kemudian membuat perda-perda CSR masuk dalam katagori reguasi yang dianggap menghambat upaya pemerintah untuk menyederhanakan birokrasi dan meningkatkan iklim investasi di daerah. Selain itu, kehadiran Perda-perda ini juga dinilai berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi untuk melakukan bisnis di daerah. Hal itu terbukti dari dibatalkannya atau dicabutnya 13 Perda daerah bersama 3143 Perda yang lain oleh Kementerian dalam Negeri.

Hasil kajian juga menunjukkan bahwa para pihak yang terlibat dalam penyusunan Perda CSR, termasuk pelaku usaha, memiliki pemahaman yang bias dan keliru dalam memahami konsep CSR.Ā  Dari hasil wawancara, FGD dan penelusuran dokumen terlihat bahwa mereka memahami TJSP atau CSR lebih sebagai kegiatan sosial perusahaan. Pemahaman CSR dipersempit pada sumbangan sosial perusahaan, atau paling jauh pengembangan masyarakat dengan pendekatan yang cenderung karitatif. Padahal, CSR lebih menekankan pada upaya perusahaan untuk berperilaku etis dalam menjalankan usaha serta mencegah dan meminimalisir dampak operasinya agar bisa berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan.

Namun, pada praktiknya perda CSR lebih banyak digunakan untuk ā€œmenyetirā€ dan mengarahkan program-program CSR perusahaan agar mendukung dan mendanai program-program pemerintah, khususnya pembangunan infrastruktur. Pemda tak terlalu hirau apakah program itu berkaitan dengan dampak dan strategis bisnis serta keberlanjutan perusahaan. Cara yang ditempuh adalah dengan mengajukan program prioritas pembangunan daerah yang tertera di RPJMD yang tidak didanai APBD agar didukung dan didanai perusahaan. Penyampaian ini dilaksanakan ke masing-masing perusahaan maupun melalui forum CSR. Ini menggambarkan bahwa penentuan kegiatan CSR lebih mengarah pada pelimpahan tanggung jawab pemda pada perusahaan

Perda juga dibuat dengan alasan praktek CSR di daerah dinilai belum optimal dan memberikan dampak ke masyarakat karena masih tumpang tindih, belum terkoordinir dan belum disinergikan dengan agenda pembangunan daerah. Selain itu, pembuatan perda juga dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada perusahaan yang melakukan CSR dan menghidarkan mereka dari pungutan atau pungli.

Namun, dalam pelaksanaannya tujuan-tujuan tersebut tdak tercapai secara optimal karena banyak faktor. Selain mendapatkan penolakan dari sektor bisnis, akademisi dan LSM, pemerintah daerah juga tidak melengkapi peraturan turunan yang menjadi dasar Perda tersebut. Misalnya, banyak ketentuan dalam Perda yang disebutkan akan diatur dalam peraturan bupati, namun dalam pelaksanannya tidak bisa berjalan efektif karena peraturan bupatinya belum terbit. Misalnya, ketentuan mengenai penghargaan terhadap perusahaan yang menjalankan CSR akan ditentukan berdasarkan peraturan bupati. Namun, dalam pelaksanannya tak bisa berjalan karena peraturan bupatinya belum atau tidak dibuat. Beberapa daerah yang menerapkan ketentuan mengenai jumlah atau persentase tertentu dari dana CSR yang diwajibkan juga tak bisa menerapkannya karena kesulitan untuk melakukan teknis penghitungan. Keinginan pemerintah untuk melindungi perusahaan yang menjalankan CSR dari pungutan iar juga tidak bisa diwujudkan karena faktanya pungutan-pungutan iar yang sudah berjalan tidak bisa dikurangi atau dihentikan.

Dari hasil penelitian ini, PIRAC merekomendasikan agar perumusan sebuah peraturan atau kebijakan harus dilakukan dengan pemahaman yang baik terhadap subjek yang akan diatur. Pembuatan Perda CSR menjadi contoh perumusan kebijakan yang dilakukan dengan pemahaman yang salah terhadap konsep CSR. Selain itu, perumusannya juga lebih mengarah pada tujuan untuk menjadikan CSR sebagai dana alternatif pembangunan daerah, bukan untuk memfasilitasi dan menguatkan praktik CSR di daerah. Ini menjadi peringatan dan pembelajaran bagi Komisi 8 DPR yang saat ini tengah membahas RUU CSR agar kebijakan yang dikeluarkan tidak berdampak seperti Perda CSR.

Jika CSR ingin diatur, maka pengaturannya lebih diarahkan pada upaya untuk mendorong dan memfasilitasi perusahaan untuk menjalankan CSR secara benar sehingga membawa dampak bagi perusahaan, masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya. Pengaturan bisa dilakukan pada pewajiban laporan CSR perusahaan yang menekankan pada kinerja dan dampak perusahaan dengan ketentuan dan sanksi yang sangat ketat. Pengaturan semacam ini banyak dilakukan di negara-negara yang tergolong maju dalam praktik CSR, seperti di Inggris, Spanyol, Perancis dan negara-negara Uni Eropa lainnya. Yang terpenting lagi, sebelum pengaturan itu dilakukan pemerintah perlu melakukan kompendium mengenai peraturan yang terkait dengan subjek inti CSR (UU Lingkungan, Buruh, Konsumen, HAM, dll) yang sebenarnya menjadi regulasi penunjang praktik CSR yang sesungguhnya. Peraturan-peraturan itu perlu disosialisasikan ke seluruh perusahaan agar mereka memahami tanggung jawab sosialnya dan berupaya menegakkannya. (Nor Hiqmah)

Ā 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru