Sabtu, 6 September 2025

GAK GOYAH NIH..! Dunia Kacau Balau, Sri Mulyani Pede Ekonomi Indonesia Tumbuh 5%, BI: Indonesia Perkasa

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 tetap tumbuh di kisaran 5% di tengah ketidakpastian global yang terus meningkat.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan tetap akan mencapai 5%,” ujar Sri Mulyani, sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam konferensi pers virtual hasil Rapat Berkala KSSK, Kamis (24/4/2025).

Dia juga menyatakan, nilai tukar rupiah masih terjaga stabil berkat langkah-langkah stabilisasi yang diambil oleh Bank Indonesia (BI).

Pada 27 Maret 2025, nilai tukar Rupiah tercatat sebesar Rp16.560 per dolar AS, atau menguat 0,12% secara point-to-point dibandingkan akhir Februari 2025. Namun, ia mengakui tekanan sempat terjadi di pasar offshore non-delivery forward (NDF) terutama saat Indonesia memasuki masa libur panjang dan pasar domestik tidak aktif.

“Tekanan terhadap nilai tukar rupiah terjadi di pasar offshore NDF saat Indonesia mengalami libur panjang, sementara pasar domestik tidak terbuka,” jelasnya.

Menurut dia ketegangan di pasar NDF dipicu oleh pengumuman tarif resiprokal oleh Amerika Serikat.

Menanggapi hal itu, Bank Indonesia melakukan intervensi secara berkesinambungan sejak 7 April 2025 di pasar Asia, Eropa, hingga New York.

“Dengan adanya tekanan akibat kebijakan tarif resiprokal AS, Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar offshore NDF untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari tekanan global,” kata Sri Mulyani.

Langkah intervensi tersebut membuahkan hasil positif. Nilai tukar Rupiah tercatat menguat menjadi Rp16.855 per dolar AS pada 22 April 2025. Angka ini lebih baik dibandingkan posisi Rp16.865 pada hari pertama pembukaan pasar domestik pasca libur panjang.

“Respons dari kebijakan BI memberikan hasil positif, tercermin dari Rupiah yang tetap terkendali,” pungkasnya.

Bos BI Ungkap RI Perkasa

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meyakini ekonomi Indonesia tetap kuat di tengah ketidakpastian global, terutama adanya kebijakan tarif dari Amerika Serikat (AS). Setidaknya ada tiga hal yang mendasari optimisme tersebut.

Pertama, defisit Indonesia diperkirakan 0,5-1,3% dari PDB dan defisit transaksi berjalan dinilai tergolong rendah. Perry menjelaskan, bagi negara berkembang seperti Indonesia, jika transaksi defisitnya masih tidak lebih 3%, maka dikategorikan stabil.

“Kalau untuk negara-negara yang sedang membangun seperti Indonesia, emerging market, and developing country sepanjang defisit transaksi berjalan itu tidak lebih dari 3% itu kategorinya stabilitas eksternalnya itu tetap kuat, itu alasan yang pertama,” kata Perry dalam konferensi pers KSSK secara virtual, Kamis (24/4/2025).

Kedua, BI optimis keseluruhan defisit transaksi berjalan tadi dapat dipenuhi dari surplus transaksi modal dan finansial, baik dari portfolio inflows maupun dari penanaman modal asing.

“Maupun sumber-sumber aliran dan asing termasuk juga dampak positif dari kebijakan pemerintah untuk DHE SDA. Jadi defisit transaksi berjalan kami meyakini dapat dipenuhi dari surplus transaksi modal dan financial sehingga secara keseluruhan neraca pembayaran akan surplus,” lanjutnya.

Ketiga, kenapa stabilitas eksternal ekonomi Indonesia cukup kuat, karena jumlah cadangan devisa cukup tinggi. Posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2025 sebesar US$ 157,1 miliar atau setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri pemerintah.

“Tiga pertimbangan tadi yang menyimpulkan optimisme kami bahwa ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dalam menghadapi gejolak global kuat,” terangnya.

Perry tidak menutup mata akan adanya dampak langsung dan tidak langsung akibat kebijakan tarif dari pemerintah AS. Meski begitu kebijakan tarif tersebut tengah ditunda 90 hari oleh Presiden AS Donald Trump.

“Tentu saja nanti berdampak kepada seberapa besar ekspor ke Indonesia direct impact langsungnya terhadap Amerika dan juga indirect impact, dampak tindak langsungnya ekspor Indonesia kepada Tiongkok. Perlu kita sadari bersama, ini seperti kita tadi sampaikan oleh Bu Menteri Keuangan dinamika kebijakan tarif ini terus berlangsung dan tentu saja perlu dilakukan assessment lebih lanjut,” ujar dia. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru