JAKARTA – Peran tengkulak dalam rantai distribusi menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, tengkulak dapat meraup keuntungan hingga Rp 313 triliun.
“Kami pernah hitung harga di tingkat petani dengan konsumen, antara petani dan konsumen itu mendapatkan Rp 313 triliun satu tahun,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman kepada awak media, di kediamannya, Jakarta Selatan, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (7/6/2025).
Amran menerangkan keuntungan petani hanya mendapatkan Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per bulan. Padahal jumlah petani di Indonesia ada 100 juta orang.
Untuk itu, Amran menyebut pemerintah tengah membentuk Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih. Menurut dia, Kopdeskel ini dapat memotong rantai pasok yang panjang hingga membasmi peran tengkulak.
Amran menjelaskan, koperasi ini akan menyerap hasil produksi dari petani. Kemudian, disalurkan ke konsumen.
“Nah, inilah nanti kita bangun koperasi (Merah Putih). Koperasi ini memotong rantai pasok, yang dulunya 8 tahap atau 7 menjadi 3 (tahap). Nantinya dari produksi ke koperasi, koperasi ke konsumen,” jelas dia.
Apabila pembentukan koperasi tersebut berhasil, Amran menilai dapat menyelamatkan kerugian yang dibebankan ke produsen hingga konsumen.
“Kalau ini terjadi artinya apa? Middleman-nya katakanlah ada untung Rp 313 triliun di tengah. Kalau koperasinya katakanlah sebagai middleman, itu untung Rp 50 triliun. Artinya ada Rp 263 triliun yang dinikmati konsumen dan produsen. Tentu produsen kesejahteraannya meningkat, yaitu petani, kemudian konsumennya juga daya belinya naik,” terang Amran.
100 Koperasi Merah Putih Disiapkan buat Jadi Percontohan
Sebelumnya kepada Bergelora.com dilaporkan, pemerintah akan menyiapkan sekitar 100 Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih sebagai percontohan. Hal ini dilakukan untuk mematangkan konsep Kopdeskel Merah Putih sebelum resmi beroperasional pada Oktober mendatang.
Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono mengatakan rencananya proyek percontohan tersebut dapat dijalankan pada akhir Juli mendatang. Kemudian, dalam kurun waktu tiga bulan, pihaknya akan mematangkan konsep untuk latihan, pendampingan hingga model bisnis.
“Tapi mock-up ini kita targetkan benar-benar di akhir Juli ini udah bisa ada yang bisa kita lakukan,” kata Ferry usai menggelar rapat koordinasi terbatas, di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, Rabu (4/6/2025).
Ferry menerangkan kriteria sebagai proyek percontohan, yakni koperasi yang sudah berjalan hingga lokasi. Dia menekankan Kopdeskel Merah Putih percontohan ini akan dikembangkan model bisnis yang berbagai macam, mulai dari sektor pertanian hingga perikanan. Dari 100 titik yang telah dibidik, pihaknya akan menyeleksi lagi.
“Tersebar. Di Jawa sebagian ada. Tadi sudah kekumpul 100 mock-up, tempatnya ya. Tapi nanti kita seleksi lagi,” terang Ferry.
Sementara itu, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan koperasi percontohan ini diutamakan pada koperasi yang sudah berjalan. Kemudian, model bisnisinya akan dikembangkan lagi, seperti menjadi pengecer pupuk, pangkalan LPG, mitra pembelian gabah Bulog, agen BRILink hingga agen PT Pos.
“Sehingga nanti secara ekosistem berbagai perdagangan dan distribusi barang di desa itu bisa dikelola oleh Koperasi Desa Merah Putih ini, termasuk nanti untuk perdagangan sembako. Jadi itu yang kita harapkan nanti dengan percontohan ini, yang nanti antara 100 unit tadi itu atau sekitar berapa unit tadi itu, akan kita lihat bagaimana ekosistem ini bisa terbangun,” terang pria yang akrab disapa Tiko.
Di sisi lain, proyek percontohan ini juga menjadi penentu ukuran kebutuhan kredit pinjaman yang akan disalurkan Himbara untuk setiap Kopdeskel Merah Putih. Rencananya, Himbara akan mengucurkan plafon pinjaman sekitar Rp 1-3 miliar. Dengan begitu, dalam pelaksanaannya nanti, Tiko berharap dapat sesuai dengan skala bisnis uang ada.
“Nanti harusnya berkesinambungan jangan sampai tidak berkesinambungan, jadi benar-benar sesuai dengan skala bisnis yang ada. Memang memperdagangkan barang-barang memang secara ekosistem di desa ini bisa mendukung kesejahteraan masyarakat di desa,” imbuh Tiko. (Enrico N. Abdielli)