Jumat, 4 Juli 2025

INGATAN KOLEKTIF TAK BISA DIHAPUS..! Andi Arief Ingatkan Fadli Zon Sejarah Reformasi: Pelakunya Banyak Yang Masih Hidup

JAKARTA- Andi Arief menyoroti penulisan rekonstruksi sejarah Indonesia oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon belakangan ini.

“Saya melihat wawancara menteri @fadlizon dengan @unilubis salah satunya itu tentang kelanjutan penulisan sejarah indonesia sekitar dan paska reformasi,” ujarnya dalam akun X yang diunggahnya, Senin (16/6). Dikutip Bergelora.com di Jakarta.

Andi Arief mengingatkan masih banyak pelaku sejarah sekitar dan pasca Reformasi yang masih hidup dan patut diwawancarai kesaksiannya.

“Menurut saya itu layak, banyak fakta dan tokoh yang masih hidup. Sejarawan yang menulis akan dapat bahan lebih lengkap,” ujarnya.

“Kita boleh mengubah masa lalu sepanjang ada bukti baru. Bukan penafsiran baru, ” ujarnya.

Ingatan Kolektif Tak Bisa Dihapus

Sebelumnya, anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina prihatin dengan adanya pernyataan yang seolah menyebut tidak pernah terjadi kekerasan seksual terhadap perempuan dalam tragedi Mei 1998.

Menurut Selly, kesaksian korban hingga upaya dokumentasi yang dihimpun berbagai pihak tidak dapat dihapus begitu saja dari ingatan kolektif masyarakat.

“Kesaksian korban dan upaya dokumentasi yang dilakukan oleh banyak pihak, baik negara, LSM, maupun organisasi masyarakat sipil, bukanlah sesuatu yang bisa begitu saja dihapuskan dari ingatan kolektif kita,” kata Selly, lewat keterangannya, Senin (16/6/2025).

Menurut anggota Fraksi PDI-P ini, sejarah bangsa Indonesia telah mencatat bahwa pascareformasi, negara melalui pembentukan Komnas Perempuan, telah mengakui adanya kekerasan seksual.

“Termasuk pemerkosaan, yang dialami oleh perempuan dalam situasi kerusuhan Mei 1998,” ujar dia.

Oleh karenanya, pernyataan yang mereduksi fakta sejarah semacam ini sangat rentan melukai kembali para penyintas.

“Kita perlu sangat hati-hati ketika berbicara tentang peristiwa traumatik, apalagi jika menyangkut luka yang masih belum benar-benar pulih,” tambah dia.

Selly menegaskan, Fraksi PDI Perjuangan berpijak pada prinsip kemanusiaan, keadilan gender, dan keberpihakan pada kelompok rentan.

Pihaknya percaya bahwa adanya pengakuan atas kebenaran sejarah adalah awal penting untuk pemulihan korban.

“Kami percaya bahwa pengakuan terhadap kebenaran sejarah merupakan langkah awal yang penting untuk pemulihan korban dan pendewasaan demokrasi,” kata Selly.

Selly berharap semua pihak, terutama pejabat publik, dapat mengedepankan empati, kehati-hatian, dan tanggung jawab moral ketika berbicara tentang tragedi bangsa. Dia mengajak semua pihak untuk menjaga martabat bangsa, dengan tidak melupakan atau mengingkari bagian gelap dari sejarahnya. Sebaliknya, semua pihak harus belajar dari sejarah.

“Jika pun ada pandangan berbeda, seyogianya disampaikan dalam kerangka dialog konstruktif, bukan dalam bentuk penyangkalan yang dapat menambah beban luka para korban,” ujar Selly.

Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek 

Terpisah, sejarawan yang terlibat di penulisan ulang sejarah nasional, Singgih Tri Sulistoyono, mengatakan, penulisan sejarah dengan narasi positif atau “tone” positif tetap menuangkan alur sejarah Indonesia sesuai dinamika yang terjadi.

Singgih mengatakan, tone positif bertujuan agar penulisan sejarah tidak terkesan memiliki narasi kebencian dan menghakimi.

“Dengan narasi, kalau istilah Pak Menteri Kebudayaan (Fadli Zon) itu yang tone positif tidak menghakimi, tidak diiringi dengan perasaan atau kebencian karena itu bagian dari dinamika dan romantika perjalanan kita sebagai sebuah bangsa,” kata Singgih.

Singgih adalah Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro (Undip) yang menjadi editor umum penulisan ulang sejarah Indonesia, proyek dari Kementerian Kebudayaan yang dipimpin Fadli Zon.

Singgih mengatakan, penulisan sejarah dilakukan dengan menarasikan perjalanan sebuah bangsa yang berlangsung buruk dan baik.

Dia mengatakan, hal tersebut harus dituangkan dalam penulisan sejarah untuk memberikan pembelajaran bagi generasi muda.

“Baik dianggap buruk, dianggap jelek atau dianggap jaya, dianggap mundur, itu tetap semuanya dirangkum karena itu merupakan bagian dari dinamika dan romantika perjalanannya sebagai sebuah bangsa, yang bisa dijadikan sebagai pelajaran untuk generasi yang akan datang, ataupun untuk para pembaca,” ujarnya.

Terkait dengan term of reference (TOR) sejarah yang disusun pemerintah yang hanya mencantumkan dua kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, Singgih berpendapat, pemerintah ingin menonjolkan pencapaian yang diraih para pemimpin, namun tidak mengabaikan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu.

“Bukan berarti hal-hal jelek itu akan digelapkan. Insyaallah tetap ditulis dalam kerangka dinamika dan romantika perjalanan hidup bersama sebagai bangsa, yang bisa menjadi pelajaran bersama,” ucap dia.

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan gagasan melakukan penulisan ulang sejarah bangsa dengan penekanan pada narasi atau tone yang lebih positif. Dia mengatakan, salah satu tujuan penulisan ulang sejarah Indonesia adalah mempersatukan bangsa dan kepentingan nasional.

“Kita ingin sejarah ini Indonesia sentris. Mengurangi atau menghapus bias-bias kolonial. Kemudian, terutama untuk mempersatukan bangsa dan kepentingan nasional,” kata Fadli saat ditemui di Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6/2025).

Saja Fadli juga mengatakan, penulisan sejarah ulang dimaksudkan agar peristiwa di masa lalu bisa relevan untuk generasi saat ini. Terutama terkait prestasi dan capaian di masa lalu untuk memberikan semangat generasi penerus dengan belajar dari kesuksesan pendahulu.

“Jadi yang kita inginkan tone-nya dari sejarah kita itu adalah tone yang positif. Dari era Bung Karno sampai era Presiden Jokowi dan seterusnya,” ujarnya.

Terkait kabar yang menyebut term of reference (TOR) sejarah yang disusun pemerintah hanya mencantumkan dua kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, Fadli bilang, penulisan sejarah ulang yang dilakukan pemerintah tidak bertujuan untuk mencari-cari kesalahan di masa lalu.

“Tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa,” ucap dia. (Web Warouw)

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru