JAKARTA – Naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim bukan lagi ancaman masa depan, di mana tanda-tandanya sudah nyata. Dari banjir yang makin sering hingga erosi garis pantai, kota-kota besar dunia kini berada di ambang bencana, salah satunya Jakarta, yang disebut sebagai salah satu yang tercepat tenggelam di dunia.
NASA memperkirakan permukaan laut akan naik setinggi 3 hingga 6 kaki (sekitar 0,9-1,8 meter) pada tahun 2100. Penyebab utamanya adalah pencairan es di kutub akibat pemanasan global. Jika tren ini terus berlanjut, ratusan juta orang di seluruh dunia terancam kehilangan tempat tinggal, terutama di wilayah pesisir yang padat penduduk.
Salah satu laporan dari Sciencing menyebut ada 10 kota besar yang diprediksi bakal tenggelam dan Jakarta masuk dalam daftar tersebut.
Fenomena banjir yang semakin sering terjadi jadi pertanda awal bencana.
Di awal Maret 2025, banjir besar sudah melanda sejumlah wilayah di Jabodetabek dan Jawa, dengan Bekasi mencatat kondisi terparah dalam satu dekade terakhir.
“Jakarta merupakan salah satu kota yang paling cepat tenggelam di dunia. Masalah ini kian ekstrem, hingga pemerintah Indonesia memilih memindahkan ibu kota ke IKN,” tulis Sciencing.
Menurut laporan itu, Jakarta tenggelam sekitar 17 cm per tahun. Kota ini secara geografis terletak di dataran rendah bekas rawa, dilintasi 13 sungai, dan langsung berbatasan dengan Laut Jawa. Ini merupakan faktor-faktor yang membuatnya sangat rentan terhadap naiknya air laut.
Banjir besar pernah melanda pada 2007, menewaskan 80 orang dan menyebabkan kerugian ratusan juta dolar. Akumulasi krisis ini mendorong pemerintah Indonesia untuk memindahkan ibu kota ke IKN pada 2022.
Proyek ibu kota baru ini ditargetkan selesai pada 2045, dengan harapan dapat menjadi “pelarian” dari Jakarta yang terancam tenggelam.
Selain Jakarta, berikut sembilan kota besar lain yang dilaporkan juga terancam tenggelam:
1. Alexandria, Mesir, Populasi: 5,7 juta
Kota pelabuhan utama Mesir ini berisiko terendam hingga 30% pada 2050, berdampak pada 1,5 juta pengungsi dan mengancam Delta Nil, salah satu pusat peradaban tertua dunia.
2. Miami, AS, Populasi: 460.000 (metro: 6 juta+)
Sebanyak 60% wilayah Miami terancam tenggelam pada 2060. Proyek properti pesisir memperparah situasi, membuat Miami bisa jadi pusat bencana ekonomi terbesar akibat iklim.
3. Lagos, Nigeria, Populasi: 16,5 juta
Kota terbesar di Afrika ini mengalami penurunan tanah lebih dari 3 inci per tahun. Banjir musiman menimbulkan kerugian miliaran dolar tiap tahun.
4. Dhaka, Bangladesh, Populasi: 23,9 juta
Dhaka ‘tenggelam’ setengah inci per tahun. Bangladesh juga termasuk salah satu negara paling terdampak bencana iklim versi PBB.
5. Yangon, Myanmar, Populasi: 5,7 juta
Berada dekat sesar aktif dan sering diterpa banjir, kota ini berisiko tenggelam jika terjadi gempa besar yang merusak sumur air tanahnya.
6. Bangkok, Thailand, Populasi: 11,2 juta
Bangkok kehilangan daratan setiap tahun akibat naiknya air laut. Garis pantainya diprediksi mundur lebih dari 1 kilometer per tahun.
7. Kolkata, India, Populasi: 15,6 juta
Ancaman datang dari kombinasi kenaikan permukaan laut dan ekstraksi air tanah berlebih. Banjir besar pada 2024 berdampak pada 250.000 orang.
8. Manila, Filipina, Populasi: 14,9 juta
Manila tenggelam hingga 4 inci per tahun. Aktivitas vulkanik dan rusaknya hutan mangrove memperparah kerentanannya.
9. Guangdong-Hong Kong-Makau (China), Populasi: 86,9 juta
Kawasan urban terbesar dunia ini diperkirakan akan mengalami kenaikan permukaan laut hingga 5 kaki dalam satu abad ke depan. Pearl River Delta jadi titik rawan.
Proyek Tanggul Laut Raksasa Rp 1.297 Triliun
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Indonesia membuka peluang kerja sama dengan Belanda untuk membangun tanggul laut raksasa atau giant sea wall sepanjang 500 kilometer di Pantai Utara Jawa. Proyek ini diperkirakan menelan biaya hingga 80 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 1.297 triliun.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie mengatakan Belanda punya pengalaman panjang dalam pembangunan tanggul dan pengelolaan wilayah pesisir.
“Proyek ini lebih dari sekadar pertahanan terhadap banjir dan penurunan tanah. Ini adalah undangan untuk menciptakan koridor pertumbuhan Indonesia berikutnya,” ujar Anindya dalam pertemuan dengan Wakil Menteri Hubungan Ekonomi Luar Negeri Belanda Michiel Sweers di Jakarta, Senin (16/6/2025), seperti dilansir Antara.
Anindya menyebut Belanda telah membuktikan keahliannya lebih dari lima abad, terutama dalam delta planning dan skema pembiayaan infrastruktur air melalui kemitraan publik-swasta.
“Jadi, saya percaya bahwa kerja sama dalam hal ini, yang saya yakin telah didiskusikan secara G2G (pemerintah dengan pemerintah), akan menjadi tonggak yang sangat besar,” katanya.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menegaskan proyek ini sebagai salah satu inisiatif strategis nasional. Ia menyampaikan rencana tersebut dalam International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta Convention Center, Kamis (12/6/2025).
Proyek tanggul laut direncanakan membentang dari Banten hingga Gresik, Jawa Timur. Tujuannya meredam dampak banjir rob dan perubahan iklim ekstrem yang semakin sering melanda wilayah Pantura.
Prabowo menyebut pembangunan akan memakan waktu cukup panjang.
“Kalau sampai ke Jawa Timur mungkin membutuhkan waktu 20 tahun. Lima belas sampai dua puluh tahun. Tidak ada masalah. Ada pepatah kuno, ‘perjalanan 1.000 kilometer dimulai oleh satu langkah’. Kita akan segera mulai itu,” ujar Prabowo.
Ia juga menambahkan pemerintah akan membentuk badan otorita khusus untuk mengelola pembangunan tanggul laut tersebut. (Web Warouw)