Senin, 8 Desember 2025

PENOLAKAN PAHLAWAN SOEHARTO MAKIN MELUAS..! Megawati Soekarnoputri: Jangan Gampang Berikan Gelar Pahlawan

JAKARTA – Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa pemberian gelar pahlawan nasional tidak boleh dilakukan sembarangan. Ia mengingatkan pemerintah untuk lebih selektif dan berhati-hati dalam memberikan gelar tersebut, dengan menimbang rekam jejak perjuangan, nilai kemanusiaan, serta tanggung jawab moral seorang tokoh terhadap bangsa.

“Dapat gelar proklamator, bapak bangsa, terus ini apa? Pahlawan? Tapi, ya hati-hati kalau mau menjadikan seseorang pahlawan. Jangan gampang dong. Kalau Bung Karno, benar, pahlawan. Karena saya berani bertanggung jawab,” ujar Megawati dalam pidatonya pada seminar peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Megawati menceritakan pengalaman pahit ayahnya, Presiden pertama RI Soekarno, yang pernah diperlakukan tidak adil oleh bangsanya sendiri.

Menurut Megawati, Soekarno diberhentikan tanpa proses pengadilan melalui sebuah TAP MPR, yang menurutnya sangat tidak adil.

“Bayangkan, seorang putra bangsa diperlakukan begitu hanya karena sebuah TAP. Kalau Bung Karno bersalah, seharusnya demi keadilan beliau boleh dong dimasukkan ke pengadilan,” kata Megawati.

Bung Karno Korbankan Diri demi Menghindari Perang Saudara

Megawati juga mengenang sikap Bung Karno yang tetap diam meskipun diperlakukan tidak adil. Bung Karno memilih untuk tidak melawan demi menghindari perang saudara yang dapat memecah belah bangsa Indonesia.

“Kalau melawan, nanti yang terjadi perang saudara,” kata Megawati, menirukan pesan ayahnya dikutip Bergelora.com di Jakarta, Minggu (2/11)

Ia menyatakan bahwa keputusan Bung Karno untuk tetap diam adalah wujud kebesaran jiwa dan tanggung jawabnya terhadap bangsa, demi menjaga agar tidak ada pertumpahan darah antar sesama anak bangsa.

Spekulasi Soal Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Pernyataan Megawati itu memicu spekulasi banyak pihak, terutama terkait dengan rencana pemerintah untuk memberikan gelar pahlawan kepada Presiden ke-2 RI Soeharto.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa pesan Megawati hanya sebagai pengingat bagi pemerintah agar tidak sembarangan memberikan gelar pahlawan.

“Yang dimaksud Ibu Megawati, pahlawan itu juga menjadi simbol yang ideal tentang bagaimana bangsa Indonesia ini dibangun. Sosok pahlawan harus memiliki terobosan dalam perjuangan bagi kemerdekaan dan nilai kemanusiaan, bukan mengkhianatinya,” ujar Hasto.

Ketika ditanya mengenai sikap PDI-P terkait pemberian gelar kepada Soeharto, Hasto menyatakan bahwa partainya mendengarkan pendapat masyarakat sipil dan kalangan akademisi. Ia menyebutkan bahwa banyak catatan terkait pelanggaran hak asasi manusia yang masih belum dituntaskan selama masa pemerintahan Soeharto.

“Banyak catatan terkait pelanggaran hak asasi manusia yang belum dituntaskan. Itu sebabnya Ibu Megawati mengingatkan agar jangan mudah memberikan gelar pahlawan,” pungkas Hasto.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf sebelumnya mengusulkan 40 nama tokoh untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional. Di antaranya adalah Soeharto, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah. Nama Soeharto, yang masuk dalam daftar tersebut, memicu perdebatan publik mengenai kelayakan pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden Indonesia tersebut.

Sejumlah pihak menganggap bahwa pemerintah perlu menimbang kembali usulan tersebut karena masih ada persoalan terkait pelanggaran hak asasi manusia yang belum diselesaikan pada masa pemerintahan Soeharto.

Soeharto. (Ist)

Petisi Penolakan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto,

Kepada Bergelorq.com di Jakarta dilaporkan, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto menuai pro dan kontra. Belakangan bahkan muncul petisi penolakan pemberian gelar pahlawan melalui situs change.org.

Petisi bertajuk “Tolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto!” itu diinisiasi oleh Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto. Hingga Kamis (30/10/2025), sebanyak 11.569 orang telah menandatangani petisi tersebut.

Alasan penolakan gelar Pahlawan Nasional Soeharto Dalam petisi tersebut, Soeharto diklaim tidak memenuhi sejumlah kriteria penerima gelar pahlawan nasional sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2009 Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK).

Pada Pasal 2 UU GTK, disebutkan bahwa gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan diberikan berdasarkan sejumlah asas.

Soeharto dinilai tidak memenuhi tiga asas di dalam pasal tersebut, yakni kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan. Asas kemanusiaan menggambarkan bahwa penerima gelar pahlawan nasional harus mencerminkan harkat dan martabat manusia berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Asas kerakyatan artinya penerima gelar wajib mencerminkan dan mempertimbangkan jiwa kerakyatan, demokrasi, dan permusyawaratan perwakilan. Sementara, asas keadilan menunjukkan bahwa penerima gelar pahlawan nasional harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto menilai, Soeharto tidak memenuhi ketiga asas tersebut.

“Selama 32 tahun kepemimpinannya sebagai Presiden, ia (Soeharto) telah melakukan kekerasan terhadap warga sipil, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) bahkan pelanggaran berat terhadap HAM, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),” tulis petisi tersebut.

Rekam Jejak Pelanggaran Soeharto

Petisi penolakan gelar pahlawan itu juga menyertakan catatan kelam Soeharto selama menjadi Presiden Indonesia.

Berikut ini rekam jejak Soeharto yang membuatnya dinilai tidak pantas menerima gelar pahlawan nasional:

1. Pelanggaran berat terhadap HAM

Di bawah pemerintahan Soeharto, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan ada 9 kasus pelanggaran berat terhadap HAM. Pelanggaran itu terjadi sejak awal Orde Baru sampai dengan sebelum Reformasi.

Berikut kejadiannya:

  1. Peristiwa (1965-1966)
  2. Peristiwa Penembakan Misterius (1982-1985)
  3. Peristiwa Tanjung Priok (1984)
  4. Peristiwa Talangsari (1989)
  5. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis (1989-1998)
  6. Peristiwa Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998
  7. Peristiwa Trisakti (1998), Semanggi I (1998), dan Semanggi II (1999)
  8. Peristiwa Mei 1998
  9. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet (1998-1999)
  10. Peristiwa G30S 1965

2. Pelanggaran HAM

Sejumlah kebijakan yang diambil Soeharto ketika menjabat sebagai presiden juga melanggar HAM. Berikut di antaranya:

  1. Kebijakan operasi militer dan militerisasi yang disertai dengan eksploitasi sumber daya alam di Papua (1968-1998)
  2. Penetapan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (1974)
  3. Pemberangusan organisasi kemasyarakatan melalui UU No. 5 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan,
  4. Perampasan tanah rakyat Kedung Ombo (1985-1989)
  5. Penetapan Daerah Operasi Militer di Aceh (1989-1998)
  6. Pembunuhan massal Santa Cruz (1991)
  7. Pembunuhan aktivis buruh Marsinah (1993)
  8. Penembakan warga dalam Pembangunan Waduk Nipah Madura (1993)
  9. Penyerangan kantor DPP PDI (27 Juli 1996)
  10. Perampasan tanah masyarakat adat Dongi di Sulawesi Selatan untuk pertambangan nikel
  11. Perampasan tanah rakyat untuk PT. Perkebunan Nusantara (PTPN)
  12. Penggusuran rumah warga Bulukumba untuk PT. LONSUM,
  13. Pembukaan lahan gambut satu juta hektar di Kalimantan yang mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan.

3. Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme (KKN)

Menurut catatan sejarah, Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan bukti adanya penyalahgunaan dana oleh yayasan-yayasan yang dipimpin Soeharto pada 1998.

Penyalahgunaan dana ini merupakan praktik KKN lantaran yayasan tersebut menyimpan uang negara, seperti diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333/KMK.011/1978.

Beberapa Yayasan yang dicurigai melakukan penyalahgunaan, yaitu:

  1. Yayasan Dana Sejahtera Mandiri
  2. Yayasan Supersemar
  3. Yayasan Dharma Bhakti Sosial
  4. Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti
  5. Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila
  6. Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan
  7. Yayasan Trikora.

Akibat dari temuan ini, Mahkamah Agung (MA) menyatakan bahwa Yayasan Supersemar milik Soeharto melakukan perbuatan melawan hukum melalui putusan No. 140 PK/Pdt/2015 sehingga diwajibkan membayar uang sebesar 315.002.183 dollar AS dan Rp 139.438.536.678 kepada Indonesia.

4. Pemimpin Terkorup

Kantor PBB Urusan Obat-obatan dan Kriminal (UN Office on Drugs and Crime/UNODC) bersama Bank Dunia juga telah mengeluarkan laporan Stolen Asset Recovery (StAR) pada 2007 yang menyebut bahwa Soeharto adalah pemimpin paling korup di dunia di abad ke-20.

Soeharto menduduki peringkat pertama dengan jumlah aset yang dikorupsinya sebesar 15-35 miliar Dollar AS.

Meski tidak pernah dipidana, hal ini tidak berarti bahwa Soeharto tidak bersalah. Pasalnya, proses hukum tersebut dihentikan pada 2006 akibat kondisi kesehatan Soeharto yang memburuk.

40 Nama Diusulkan Mendapat Gelar Pahlawan Nasional

Sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf telah menyerahkan 40 nama tokoh yang diusulkan untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional kepada Menteri Kebudayaan yang juga Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon.

Berikut ini 40 nama yang diusulkan mendapat gelar Pahlawan Nasional:

  1. KH. Muhammad Yusuf Hasyim – Jawa Timur
  2. Demmatande – Sulawesi Barat
  3. KH. Abbas Abdul Jamil – Jawa Barat
  4. Marsinah – Jawa Timur
  5. Hajjah Rahmah El Yunusiyyah – Sumatera Barat
  6. Abdoel Moethalib Sangadji – Maluku
  7. Jenderal TNI (Purn) Ali Sadikin – DKI Jakarta
  8. Letnan Kolonel (Anumerta) Charles Choesj Taulu – Sulawesi Utara
  9. Mr. Gele Harun – Lampung
  10. Letkol Moch. Sroedji – Jawa Timur
  11. Prof. Dr. Aloei Saboe – Gorontalo
  12. Letjen TNI (Purn) Bambang Sugeng – Jawa Tengah
  13. Mahmud Marzuki – Riau
  14. Letkol TNI (Purn) Teuku Abdul Hamid Azwar – Aceh
  15. Drs. Franciscus Xaverius Seda – Nusa Tenggara Timur
  16. Andi Makkasau Parenrengi Lawawo – Sulawesi Selatan
  17. Tuan Rondahaim Saragih – Sumatera Utara
  18. Marsekal TNI (Purn) R. Suryadi Suryadarma – Jawa Barat
  19. K.H. Wasyid – Banten Mayjen TNI (Purn)
  20. dr. Roebiono Kertopati – Jawa Tengah
  21. Syaikhona Muhammad Kholil – Jawa Timur
  22. K.H. Abdurrahman Wahid – Jawa Timur
  23. H.M. Soeharto – Jawa Tengah
  24. K.H. Bisri Syansuri – Jawa Timur
  25. Sultan Muhammad Salahuddin – Nusa Tenggara Barat
  26. Jenderal TNI (Purn) M. Jusuf – Sulawesi Selatan
  27. H.B. Jassin – Gorontalo Prof.
  28. Dr. Mochtar Kusumaatmadja – Jawa Barat
  29. M. Ali Sastroamidjojo – Jawa Timur
  30. dr. Kariadi – Jawa Tengah
  31. R.M. Bambang Soeprapto Dipokoesoemo – Jawa Tengah
  32. Basoeki Probowinoto – Jawa Tengah
  33. Raden Soeprapto – Jawa Tengah
  34. Mochamad Moeffreni Moe’min – DKI Jakarta
  35. K.H. Sholeh Iskandar – Jawa Barat
  36. Syekh Sulaiman Ar-Rasuli – Sumatera Barat
  37. Zainal Abidin Syah – Maluku Utara
  38. Prof. Dr. Gerrit Augustinus Siwabessy – Maluku
  39. Chatib Sulaiman – Sumatera Barat
  40. Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri – Sulawesi Tengah.

Itulah nama-nama yang diusulkan mendapat gelar Pahlawan Nasional. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru