DEPOK – Masyarakat Kota Depok resah mendengar rencana pemerintah menghapus Universal Health Coverage (UHC) yang selama ini sangat membantu masyarakat yang tidak mampu dan tidak miliki BPJS Kesehatan. Hal ini terungkap dari Diskusi Publik bertemakan “Sehat Untuk Rakyat” yang adakan oleh Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kota Depok dalam merayakan Hari Kesehatan Nasional 2025 bertempat di aula RS Hermina Kota Depok.
“Keresahan itu wajar.karena skema UHC menjadi jalan keluar bagi yang gak punya BPJS. Kalau sampai dibubarin maka akan menjadi masalah lagi bagi masyarakat yang tidak mampu,” demikian Roy Pangharapan, Ketua DKR Kota dalam rilisnya di Depok, Rabu (12/11).

Dalam diskusi publik banyak ditanyakan oleh peserta terkait keberlangsungan Program BPJS UHC dan persoalan lainnya yang berhubungan dengan Jaminan sosial.
“Ya banyak sih yang ditanyakan oleh peserta, tapi pada intinya adalah tentang keberlangsungan Program BPJS UHC pada 2026. Karena ini persoalan keselamatan pasien,” ujarnya.
Menurut Roy Pangharapan, yang juga Sekretaris DPD Partai Nasdem Kota Depok ini, biasanya peringatan HKN dilakukan dengan kegiatan fisik seperti senam atau jalan sehat.
“Tahun sebelumnya biasanya DKR memperingati HKN dengan olahraga fisik,kali ini kita adakan Diskusi publik “jelas Roy Pangharapan.
Adapun narasumber dari yang hadir adalah dari Dinas Kesehatan Kota Depok, Dr Hendrik Alamsyah dan anggota DPRD Komisi D, Samsul Ma’arip S.Pd.MM. Turut hadir dalam acara tersebut, Perwakilan dari RS Hermina, Tatang Amiruddin dan Anis Hartanti dari Bakesbangpol Kota Depok.
Walikota: Beban Pemerintah Semakin Banyak
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, wacana untuk menghapus program Universal Health Coverage (UHC), atau berobat gratis menggunakan KTP pada tahun 2026, tengah menjadi perbincangan di internal Pemkot Depok, Senin (14/7).
Beberapa waktu lalu dikabarkan penghapusan program ini didasari beban biaya yang tak dapat lagi ditanggung Pemkot Depok. Apalagi, pada tahun 2026 biaya yang akan digelontorkan untuk program itu disebut-sebut bakal menyentuh Rp200 miliar.
Walikota Depok, Supian Suri mengaku, Pemkot Depok belum berbicara jauh tentang penghapusan program UHC. Namun yang perlu disampaikan, untuk UHC itu Pemkot Depok menargetkan 98 persen warga Depok sudah memiliki BPJS Kesehatan.
“98 persen itu terdiri dari dua kategori. Untuk kategori pertama adalah kategori mandiri. Artinya masyarakat bayar secara mandiri untuk BPJS nya. Kemudian, kategori kedua adalah kategori masyarakat atau penerima bantuan iuran yang dibayari oleh pemerintah,” jelas Supian Suri kepada Radar Depok.
Kemudian, sambung Supian Suri, untuk meng-cover penerima bantuan iuran pada tahun 2024 itu mencapai sekitar Rp100 miliar yang harus dibayarkan ke BPJS. Namun, ada satu hal kebijakan BPJS yang kini diperhitungkan Pemkot Depok.
“Ada satu hal kebijakan dari BPJS yang perlu teman-teman ketahui. Jika teman-teman datang ke rumah sakit dalam situasi BPJS nya ngutang, tetapi punya inisiatif untuk bayar BPJS secara mandiri, itu teman-teman harus menunggu 14 hari untuk bisa aktif BPJS nya. Otomatis, di rumah sakit itu teman-teman harus bayar sendiri karena BPJS nya belum aktif,” jelas Supian Suri.
Tetapi, lanjut Supian Suri, kalau BPJS nya didaftarkan oleh Pemkot Depok, hari itu juga bisa langsung aktif. Akibatnya, banyak orang yang nantinya akan terbantu karena BPJS nya didaftarkan oleh Pemkot Depok.
“Karena BPJS yang didaftarakan oleh pemerintah, otomatis pembiayaan BPJS nya dilakukan oleh pemerintah,” ujar Supian Suri.
Jika seperti itu, kata Supian Suri, beban pemerintah akan makin banyak dari tahun ke tahun. Karena BPJS mandirinya semakin berkurang, ihwal tunggakan masyarakat yang sudah didaftarkan oleh pemerintah.
“Sehingga beban biaya kami terhadap pembiayaan kesehatan di rumah sakit semakin besar. Tahun depan (2026) itu diprediksi bahwa kami harus nambah sekitar Rp50 atau 60 miliar lagi, yang kalau ditotal-total itu sekitar Rp200 miliar. Beban kami semakin besar,” ungkap Supian Suri.
Jadi, Supian Suri menegaskan, ada dua hal yang menjadi konsennya untuk mewacanakan penghapusan program UHC tersebut.
Pertama, kebijakan yang dilakukan BPJS itu menurutnya tidak bisa lagi diterapkan, mengingat perlu waktu 14 hari agar BPJS bisa aktif. Menurutnya hal ini patut diperhitungkan, apabila ada keperluan yang benar-benar mendesak.
“Kedua, banyak masyarakat di Kota Depok yang sejatinya mampu tetapi berupaya untuk terfasilitasi dari BPJS yang dibiayai oleh pemerintah ini, yang juga menjadi beban tambahan yang harus ditampung,” kata Supian Suri.
Intinya, kata Supian Suri, Pemkot Depok tengah melihat eskalasi atau kecenderungan masyarakat pada BPJS ini terus meningkat dan semakin banyak, maka Pemkot Depok belum mampu untuk membiayai sampai pada tahapan itu.
“Terlepas dari semua itu, ini masih sekadar wacana. Dan saya meyakinkan kepada masyarakat di Kota Depok, kalaupun pada akhirnya keputusan UHC di non cut off, saya akan meyakinkan bahwa masyarakat Depok dalam kategori tidak mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah,” jelas Supian Suri.
Berkaitan dengan program penggantinya, Supian Suri mengaku, tidak ada program pengganti apabila UHC itu benar-benar akan dihapus. Namun ia meyakinkan kepada masyarakat untuk tidak perlu khawatir. Karena pembiayaan masyarakat kalangan kurang mampu akan ditanggung pemerintah.
“Sebetulnya tidak ada program pengganti. Masyarakat dari kalangan kurang mampu akan tetap menjadi tanggung jawab kami,” tutur Supian Suri.
Menanggapi hal ini Ketua DPRD Kota Depok, Ade Supriyatna mengatakan, program UHC itu merupakan amanat undang-undang. Artinya jika penghapusan UHC itu dilakukan, dikhawatirkan justru itu akan melanggar undang-undang.
“Banyak payung hukum yang menjamin kesehatan masyarakat. Bahwa, pada akhirnya setiap kabupaten atau kotaharus mencapai itu,” kata Ade Supriyatna.
Berkaitan dengan pembiayaannya, Ade Supriyatna berujar, seharusnya itu dapat dilakukan bersama-sama. Antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena, sekarang Penerima Bantuan Iuran (PBI) itu dibiayai penuh dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
“Ada juga PBI dari APBD kota dan provinsi. Namun karena PBI dari APBN itu agak lama nambahnya gitu ya, akhirnya sekarang banyak yang diambil alih oleh kota,” beber Ade Supriyatna.
Sebagai upaya agar program UHC itu tak dihapus, Ade Supriyatna mengatakan, DPRD Kota Depok akan mendorong Pemprov Jawa Barat, untuk turut membantu Pemkot Depok dalam urusan UHC tersebut agar tidak dihapus.
“Karena kalau masyarakat kurang mampu ada masalah kesehatan, mereka mau pakai jaminan apa? Warga Depok kan warga Jawa Barat juga. Jadi, kami ingin pak gubernur untuk mengalokasikan anggaran bantuan untuk itu, serta mendorong DPRD Jawa Barat yang Dapil Depok biar anggarannya didukung Pemprov Jawa Barat,” jelas Ade Supriyatna.
Tak hanya itu, Ade Supriyatna berujar, pihaknya juga akan mendorong agar program UHC itu tepat sasaran pada penerima manfaatnya. Artinya, penyaringan pada target sasaran ini semakin diperketat agar tepat sasaran.
“Filtering ini sangat perlu. Karena penerima manfaat ini harus benar-benar warga yang membutuhkan jaminan kesehatan. Jadi beban pemerintah juga bisa ditekan,” kata Ade Supriyatna.
Jika program UHC itu benar-benar akan dihapus Pemkot Depok, Ade Supriyatna mengatakan, hal itu justru merupakan langkah mundur Pemkot Depok dalam pelayanan di bidang kesehatan.
“Kalau dihapus ya ini justru langkah mundur, bukannya maju dari Pemkot Depok dalam pelayanan di bidang kesehatan. Karena UHC itu adalah pencapaian tertinggi,” tutup Ade Supriyatna. (Anisah)

