Oleh: Markus Wauran *
IDE unuk menguasai nuklir bagi tujuan damai, dimulai/dirintis oleh Presiden Soekarno dengan peletakan batu pertama Pembangunan Reaktor Nuklir pada tgl 9 April 1961 di Bandung bekerja sama dengan Amerika Serikat(AS). Reaktor Nuklir ini kemudian beroperasi sejak diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tgl 27 Pebruari 1965, dengan nama Reaktor TRIGA MARK II. TRIGA singkatan dari Training, Risearch, Isotop, General Atomic yang artinya Reaktor Nuklir tsb berfungsi untuk Latihan, Penelitian, produksi Isotop, dan General Atomic yaitu perusahan AS yang membuat Reaktor Nuklir tsb, berlokasi di kota San Diego, AS.
Dalam pidato peresmian Reaktor Nuklir tersebut antara lain pesan penting dari Presiden Soekarno ialah terus membangun Reaktor Nuklir untuk KESEJAHTERAAN RAKYAT.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada masa kepemimpinan Presiden Soehato, pesan tersebut ditindak-lanjuti dengan membangun 2 Reaktor Nuklir, masing-masing Reaktor Nuklir Kartini, diresmikan Presiden Soeharto pada 1 Maret 1979 di Yogyakarta. Kata Kartini, disamping nama pejuang Wanita Indonesia, juga diartikan sebagai Karya Teknisi Indonesia (disingkat KARTINI), dimana Reaktor Kartini tersebut adalah hasil kreasi dan jerih payah dari para putra/ilmuwan indonesia.
Kemudian dibangun Reaktor Nuklir Siwabessy di Serpong dan diresmikan oleh Prsiden Soeharto pada 20 Agustus 1987.Ketiga Reaktor Nuklir ini masih berfungsi sampai saat ini, dan Reaktor Nuklir tersebut berfungsi non-energi/bukan PLTN.
Disamping membangun kedua Reaktor Nuklir tersebut, maka dalam era Presiden Soeharto, dibangun berbagai infra-struktur untuk persiapan pmbanguan PLTN baik di-bidang peraturan per-undang-undangan, SDM melalui Pendidikan di dalam dan di luar negeri, organisasi, Lembaga dan infra struktur lainnya yang dibangun di-tiga Kawasan nuklir yaitu di Serpong, Yogyakarta dan Bandung.
Penilaian berbagai pihak bahwa pada jaman Presiden Soeharto, PLTN pertama siap dibangun, walaupun terjadi pro dan kontra, jika masa jabatannya berlangsung 5 tahun. Namun tidak terjadi karena Soeharto minta berhenti pada tahun 1998.
Dalam era Presiden berikutnya sejak Presiden Habibie sampai Presiden Jokowi, tidak ada tanda dan langkah serius untuk membangun PLTN, baik karena kondisi obyektif bangsa maupun karena kepentingan politik maupun bisnis berbagai pihak.
Dalam era Presiden Prabowo ada tanda-tanda konkrit untuk membangun PLTN baik melalui penjajakan dengan pihak vendor, pernyataan dari para pejabat serta peraturan per-undang-undangan. Sikap terakhir dari Pemerintahan Presiden Prabowo tentang keseriusan untuk memulai Pembangunan PLTN di-Indonesia ialah dengan keluarnya RUPTL.
Sejalan dengan itu, dalam dokumen Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034, rencana pembangunan PLTN telah dinyatakan secara eksplisit. Sesuai RUPTL PLN, dua unit PLTN dengan kapasitas masing-masing 2×250 MW akan dibangun dan beroperasi tahun 2034.
Meski demikian, pembangunan PLTN tidak bisa dilakukan tergesa-gesa. Regulasi harus disusun matang, organisasi Nuclear Energy Program Implementing Organization (NEPIO) perlu segera dibentuk, serta BUMN dilibatkan agar pengelolaan tetap berada dalam kendali negara
Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia tak lagi menjadi opsi terakhir. Perencanaan ketenagalistrikan menempatkan PLTN sebagai penyeimbang energi.
Tantangan terbesar untuk mewujudkannya adalah penerimaan masyarakat. Sebagai penyeimbang untuk menjamin keandalan sistem ketenagalistrikan kedepan, ketika masyarakat sudah menerima, regulasi sudah siap, dan teknologi semakin matang, ruang bagi pengembangan nuklir akan semakin besar.
Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) terbaru yang telah disetujui DPR RI, nuklir ditempatkan sebagai penyeimbang energi. Kemudian tantangan terbesar dalam pembangunan PLTN adalah penerimaan publik. Teknologi nuklir sudah memasuki generasi ke empat dan terbukti aman. Namun, sosialisasi dan edukasi tetap menjadi langkah awal yang penting. Penerimaan publik menjadi kunci. Jika masyarakat sudah memahami manfaat dan keamanan teknologi nuklir, barulah kita bisa melangkah lebih jauh, kata Jisman Hutajulu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada acara Nusantara Energy Forum 2025, Rabu (20/08/2025) di Jakarta.
PLTN Terapung Rusia
Untuk memenuhi target tersebut di atas, yaitu beroperasinya PLTN pertama di-Indonesia tahun 2034, dengan kapasitas kecil (2X 250MW), maka salah satu pilihan tepat adalah PLTN Terapung (Floating Nucpear Power Plant). Ini sesuai dengan kebutuhan dan geografi Indonesia yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau.

Di dunia saat ini yang telah memproduksi PLTN Terapung adalah perusahaan Rusia bernama Rosatom. PLTN Terapung KLT-40S bernama Akademik Lomosonov, diluncurkan pada bulan Agustus 2019 dipelabuhan Murmanks, sebuah kota besar di-bagian barat Rusia. Namun PLTN Terapung ini, beroperasi di kota Pelabuhan Pevek, ujung Timur dari Rusia, sekitar 5.500 km dari Pelabuhan Murmanks.
PLTN terapung ini disamping mensuplai Listrik bagi penduduk, juga bisa dimanfaatkan utnuk memasok Listrik di kompleks pertambangan yang terletak di-pesisir Pantai. juga bisa memasok listrik untuk alat pengebor minyak lepas Pantai.
PLTN Terapung KLT-40S rincian karakter teknisnya secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:
- panjang tongkang 140 meter,
- lebar tongkang 30 meter,
- tinggi lambung 10 meter,
- bagian dibawah air 5,6 meter,
- bobot mati 21.000 ton,
- jumlah kabin 64 dan cadangan 10,
- umur 40 tahun,
- tipe reactor PWR loop type,
- jumlah reaktor dalam satu tongkang 2 unit,
- daya termal 2 X 150 MWth (atau sekitar 35 MWe),
- interval penggantian bahan bakar bakar 2,5-3 tahun,
- konsumsi bahan bakar nuklir 2 X 67 Kg U-235 /tahun (dibandingkan dengan bahan bakar minyak 120.000 ton/tahun dan batubara 200.000 ribu ton/ tahun),
- generator diesel darurat 4 (4X300kw),
- jaringan generator darurat 4 (tegangan 400V),
- transformator 8 (daya nominal 8X16 KVA).
Listrik KLT-40S terdiri atas 3 sistim yakni :
1.Sistim produksi dan transmisi elektro-energi,
2. Pasokan listrik untuk penggunaan sendiri pada operasi normal,
3. Sistim pasokan listrik untuk keadaan darurat.

Perbedaan pokok desain PLTN di atas tongkang dengan PLTN yang stasioner di atas daratan adalah kekompakan dan ketahanan terhadap goncangan. Seperti PLTN pada umumnya, desain haruslah memastikan bahwa pada kondisi berat/darurat, reaktor akan tetap utuh, kedap, terpadamkan dan terdinginkan.
KLT-40S juga telah memenuhi aturan-aturan Rusia, misalnya sebagai berikut:
1.Prinsip umum syarat Keselamatan;
2.Peraturan Keselamatan Nuklir Untuk Reaktor PLTN;
3.Standard Keselamatan Radiologi;
4.Standard Kesehatan, TH 2.6.1.054-96, UU Federasi Rusia, Keselamatan Radiologi Bagi Penduduk;
Di sisi lain, KLT-40S telah memenuhi berbagai Rekomendasi IAEA (International Atomic Energy Agency) seperti konsep “defence in depth, proven engineering practices, fail-safe principle, redundancy, diversity and independence, deterministic and probabilistic, safety assessment, passive systems, man-machine interaction, severe accident.”
Selanjutnya dalam desain perangkat keras konsep keselamatan telah diwujudkan, antara lain dengan sistim pendinginan dan reduksi tekanan containment, baik secara aktif maupun pasif. ECCS terdiri atas yang bertekanan tinggi dan bertekanan rendah, secara aktif maupun pasif.
Faktor keamanan untuk PLTN terapung juga sudah diantisipasi dari ancaman teroris. Kita kenal istilah Maximum Credible Accident (MCA) bagi penilaian keselamatan dan berikutnya untuk keamanan muncul Maximum Credible Threat (MCT) yang tertuang dalam Design Basic Threat. Ancaman dasar desain ini, umumnya tidak diumumkan,– hanya diketahui oleh kalangan terbatas.
PLTN Terapung KLT-40S disamping menghasilkan listrik, juga memproduksi panas dan air bersih melalui proses desalinasi.
Desalinasi adalah proses memperoleh air bersih dari pengurangan atau penghilangan garam dalam suatu larutan.
Pada proses Desalinasi air laut, air bersih diperoleh dengan mengambil pengotornya. Jadi limbah proses desalinasi, yang merupakan larutan dengan konsentrasi unsur-unsur dan garam senyawanya yang lebih tinggi,
Adapun pembagian ruangan dari tongkang PLTN KLT-40S secara garis besar dapat dijelaskan sebagai:
- Kompartemen Reaktor (Reactor Plant Compartment), dimana dalam ruangan ini terletak Reaktor Nuklir dan kompartemen penyimpanan bahan bakar bekas (Spent fuel storage facility);
- Kompartemen Turbin Generator (Turbine Generator Compartment);
- Kompartemen Mesin Listrik (Electrical Engineering Compartment). Dalam kompartemen inilah produksi akhir PLTN Terapung disiapkan (listrik dan uap panas untuk pemanasan dan air desalinasi);
- Kompartemen Peralatan Bantu (Auxilliary Equipment), dimana dalam ruangan ini terdapat Ruang Kendali Reaktor Nuklir dan Kendali Seluruh Peralatan PLTN Terapung;
- Kompartemen Tempat Tinggal (Living Section) yang terdiri dari ruang tempat tinggal para awak tongkang PLTN yang terdiri dari tempat tidur, tempat pertemuan, kamar makan, ruang olahraga dan rekreasi.
Badan pengawas nuklir Rusia, Rosatom, melaporkan bahwa ada sejumlah langkah yang dilakukan demi menjamin keamanan penggunaan model pembangkit listrik tersebut.
Menurut Rosatom, pihaknya mengatur perbedaan tekanan antara air yang bersirkulasi melalui gedung-gedung dan cooling loop di atas kapal. Itulah cara demi mencegah kebocoran radiasi yang tak disengaja, pembangkit listrik dirancang supaya tahan terhadap benturan luar, seperti kecelakaan pesawat kecil, sementara sebuah lapisan struktur penahan dibangun di atas kapal guna menjaga pembangkit listrik tersebut tetap mengapung.
Sebaliknya, pembangkit listrik tenaga nuklir terapung di dekat Pevek mentransfer panas langsung dari reaktor di atas kapal ke rumah-rumah warga melalui sistem yang disebut water loop dan pertukaran panas yang menangkap air yang terkontaminasi dengan partikel radioaktif di dalam pembangkit listrik, tetapi mentransfer energi panas ke jaringan pipa di seluruh kota.
Menurut para ilmuwan yang diwawancarai New York Times, penggunaan jenis reaktor nuklir kecil untuk menyalurkan energi panas di daerah permukiman bermanfaat bagi lingkungan karena berpotensi mendekarbonisasi jaringan listrik dan dengan demikian mengurangi emisi karbon ke atmosfer.

PLTN Terapung Sangat Cocok Untuk RI
PLTN Terapung ini sangat cocok dengan Indonesia sebagai Negara kepulauan. Dari kumpulan pendapat beberapa ahli, R. Andika Putra Dwijayanto dalam tulisannya, merumuskan beberapa potensi keunggulan PLTN Terapung untuk wilayah Indonesia, yaitu pertama, karena dipasang di atas kapal, kendala-kendala tentang pembebasan lahan dan sindrom NIMBY (Not In My Back Yard atau asal tidak di halaman belakang rumahku) secara praktis tidak ada. Instalasi yang terpasang di darat hanya sambungan ke jaringan listrik saja. Isu fault teknonik yang menjadi perhatian dalam pembangunan PLTN pun otomatis lenyap. Gempa tidak lagi menjadi isu yang bisa dieksploitasi kalangan anti-nuklir;
Kedua, PLTN terapung dapat menjangkau kawasan-kawasan kepulauan kecil dan wilayah yang sulit dijangkau melalui darat, seperti beberapa kawasan kepulauandi Papua dan sebagian besar Indonesia Timur. Karena PLTN terapung sudah dibangun dan terpasang di kapal sejak sebelum pemberangkatan, tidak ada pembangunan yang perlu dilakukan di kepulauan kecil dan wilayah yang sulit terjangkau tersebut, selain fasilitas sambungan jaringan listrik.
Jauh lebih memudahkan daripada harus membangun pembangkit di lokasi. Kebutuhan bahan bakar nuklir sedikit dan siklus operasinya panjang, sekitar 24-36 bulan.
Jadi, bahan bakar untuk 10-20 tahun operasi dapat dimuat di dalam kapal. Atau, untuk alasan keamanan, bahan bakar baru dikirim ke lokasi menjelang akhir siklus bahan bakarnya. Sehingga, suplai bahan bakar sama sekali bukan masalah bagi PLTN terapung;
Ketiga, PLTN terapung umumnya memiliki daya kecil. Daya itu cukup untuk daerah-daerah luar Jawa yang kebutuhan listriknya tidak sebanyak di Jawa, jadi PLTN terapung memiliki skala rentang daya lebih pas;
Keempat, lebih selamat dari tsunami. Sifat gelombang tsunami adalah baru mulai meninggi ketika mencapai air dangkal, tapi di air yang lebih dalam nyaris tidak terasa. Karena panjang gelombang tsunami di permukaan laut dalam sangat panjang, amplitudonya jadi kecil. Sehingga, PLTN terapung yang doknya berada di permukaan laut dalam tidak akan terpengaruh oleh gelombang tsunami.
Eksistensi PLTN terapung pun berpotensi membantu peringatan dini tsunami. Sistem instrumentasi pendeteksi dini tsunami dapat dipasang di PLTN terapung. Karena tidak ada masyarakat yang bisa begitu saja naik ke atas kapal pengangkut PLTN ini, Vandalisme dan pencurian terhadap komponen sistem peringatan dini tsunami bisa dikatakan tidak akan terjadi. Namun, hal ini butuh konfirmasi dari pakar di bidangnya;
Kelima, PLTN terapung dapat digunakan untuk desalinasi air laut. Hal ini penting untuk wilayah-wilayah yang sering kekurangan air bersih.
Kedepannya, selain desalinasi air laut, PLTN terapung berpotensi juga memproduksi bahan bakar sintetis.
Jadi, PLTN terapung digunakan untuk hidrolisis air dan memisahkan CO2 dari air laut. Hidrogen dan CO2 yang dihasilkan kemudian disintetis untuk menghasilkan bahan bakar mirip bensin untuk keperluan transportasi. Keunggulan dari bahan bakar sintetis ini adalah netral emisi CO2 dan tidak ada kontaminasi pengotor;
Keenam, level keselamatan tinggi. Kontras dengan asumsi sebagian orang ketika pertama mendengar PLTN terapung, tingkat keselamatannya tidak berkurang, malah mungkin lebih baik. Setidaknya, dari segi termohidrolik. Karena posisinya berada di atas permukaan laut, PLTN terapung memiliki akses pendingin yang secara praktis tidak terbatas.
Air laut menjadi heat sink alami bagi reaktor nuklirnya. Ketika misalnya terjadi overheating, pendinginan reaktor dapat dilakukan tanpa harus khawatir kekurangan suplai pendingin eksternal.
Menyadari akan manfaatnya PLTN Terapung untuk Indonesia sebagai Negara kepulauan/maritim sebagaimana digambarkan di atas, maka sudah saatnya Indonesia memanfaatkan teknologi ini untuk Pembangunan PLTN pertama di-Indoneisa, karena murah, cocok dengan geografi Indonesia yang terdiri dari Kepulauan serta sesuai strategi Pembangunan Presiden Prabowo untuk memberdayakan rakyat kecil, daerah-daerah terpencil dan terluar, disamping pertambangan yang terletak di-pesisir Pantai, seperti di-pulau Ampat, Irian Jaya.
Dari sisi transfer teknologi, maka Pembangunan PLTN Terapung selanjutnya, reaktor nuklir dari Rusia/Rosatom tersebut dapat dipasang di Indonesia dengan menggunakan kapal tongkang buatan PT PAL. Dengan cara ini, maka biaya Pembangunan PLTN pasti jauh lebih murah dan pasti menghemat devisa.
Rusia sangat menguasai dan berpengalaman dalm teknologi nuklir, karena PLTN pertama didunia adalah buatan Rusia yang terletak di-kota Obninks, 100Km Tenggara Moskow. Reaktor ini secara komersial berberoperasi pada tgl 1 Desember 1954 dan permanent shutdown pada tgl 20 April 2002. Disisi lain, Rosatom menguasai pasar Pembangunan PLTN dunia saat ini antara lain meliputi India, Turki, Bangladesh, Mesir, Cina , dll disamping Rusia sendiri.
*Penulis Drs. Markus Wauran, Wakil Ketua Dewan Pendiri Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI)

