JAKARTA – KPK telah mengembalikan uang Rp 883 miliar yang diperoleh hasil rampasan kasus investasi fiktif PT Taspen ke negara. KPK menyebutkan korupsi dana pensiun menjadi salah satu kasus paling miris.
“KPK memandang korupsi pada dana pensiun adalah salah satu kejahatan yang paling miris karena korbannya adalah kelompok masyarakat yang telah mengabdi puluhan tahun kepada negara,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dilaporkan Bergelora.com, Sabtu (22/11/2025).
Asep bercerita bahwa orang tuanya merupakan pensiunan pegawai negeri. Dia menyebutkan dana pensiun merupakan salah satu pemasukan bagi pensiunan pegawai negeri dalam menghidupi keluarganya.
“Ketika orang tua saya pensiun dan orang tua saya bekerja di kecamatan nun jauh di sana, di pedalaman, uang ini sangat berharga sehingga bisa digunakan untuk kembali menjadi modal usaha dan ini sangat menolong. Dan ketika terjadi dikorupsi tentu sangat miris,” ujar Asep.
KPK meminta ada perbaikan pengelolaan dana pensiun yang dilakukan PT Taspen setelah kasus investasi fiktif itu terungkap. Menurut Asep, tiap rupiah yang dikorupsi berdampak pada masa tua hidup pegawai negeri.
“Kami sangat berharap pengelolaan ke depan bisa lebih transparan dan bisa menghasilkan berkembangnya ekonomi dan memberikan sesuatu yang lebih baik lagi kepada rekan-rekan ASN. Setiap rupiah yang dikorupsi artinya merenggut penghidupan masa tua ASN se-Indonesia bersama keluarganya,” tutur Asep.
“Jika dikonversi nilai Rp 1 triliun itu setara membayar 400 ribu gaji pokok ASN,” sambung Asep.
Hari ini KPK memamerkan aset korupsi yang berhasil dirampas terkait kasus investasi fiktif PT Taspen. Nilai uang yang dirampas untuk negara mencapai Rp 883.038.394.268.
Uang rampasan itu dipamerkan di ruang konferensi pers Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Tumpukan uang tersebut terdiri dari pecahan Rp 100 ribu.
Penyidikan kasus investasi fiktif PT Taspen telah bergulir di KPK. Awalnya dua orang ditetapkan tersangka dalam kasus ini, yaitu Dirut Taspen Antonius NS Kosasih (ANSK) dan mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto (EHP).
Kosasih telah divonis 10 tahun penjara. Hakim menyatakan Kosasih bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus investasi fiktif yang merugikan keuangan negara Rp 1 triliun.
Ekiawan Heri Primaryanto divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Hakim menyatakan Ekiawan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus korupsi investasi fiktif yang melibatkan PT Taspen Persero.
Hakim juga menghukum Ekiawan membayar uang pengganti USD 253,660. Hakim mengatakan jika harta benda Ekiawan tidak mencukupi membayar uang pengganti itu, akan diganti dengan 2 tahun kurungan.
Penyidikan kasus itu lalu berkembang dan KPK menetapkan PT IIM sebagai tersangka korporasi. Penetapan ini merupakan pengembangan dari penyidikan korupsi terkait dengan penyimpangan investasi pada PT Taspen yang dikelola oleh manajer investasi PT IIM.
Rp 300 M Dipamerkan KPK: Diambil dari Rekening Penampungan Sitaan, Sore Dikembalikan
Uang rampasan Rp 300 miliar dari Rp 883 miliar lebih dalam kasus investasi fiktif Taspen dipamerkan ke publik setelah KPK meminjam dari bank tempat KPK menyimpan rekening penampungan.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa KPK telah mentransfer aset yang sudah dirampas ke rekening giro Tabungan Hari Tua (THT) Taspen di BRI Cabang Veteran Jakarta sebesar Rp 883 miliar.
“Hari ini KPK akan melakukan penyerahan kepada PT Taspen Persero atas penjualan kembali aset yang sudah dirampas yakni dalam bentuk uang sebesar Rp 883.038.394.268 yang telah disetorkan atau ditransfer pada tanggal 20 November 2025 ke rekening giro THT Taspen pada BRI Cabang Veteran, Jakarta,” kata Asep dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).
Uang yang ditampilkan KPK tidak Rp 838 miliar namun hanya sebagian dari itu yakni Rp 300 miliar karena keterbatasan tempat dan alasan keamanan.
Sementara, alasan KPK memamerkan uang ini sebagai bentuk transparansi kepada publik terkait penyerahan uang kepada negara.
Jaksa Eksekusi KPK, Leo Sukoto Manalu, mengungkapan bahwa lembaganya meminjam uang kepada salah satu bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang lokasinya tidak jauh dari KPK.
Peminjaman uang tersebut untuk keperluan jumpa pers hari ini terkait penyerahan uang senilai Rp 883 lebih dari KPK kepada PT Taspen.
“Masalah peminjaman uang ini, kita meminjam tadi pagi jam 10.00 WIB,” kata Leo.
Dia menjelaskan bahwa KPK telah mentransfer Rp 883 miliar ke PT Taspen, namun kemudian KPK berkomunikasi dengan bank agar KPK bisa menghadirkan Rp 300 miliar di KPK seperti yang dipampang ke publik ini.
“Kita tadi pagi masih bisa komunikasi dengan BNI Mega Kuningan, mohon dipinjami uang Rp 300 miliar. Jadi uang ini kami pinjam dari BNI Mega Kuningan,” ungkap Leo.
Sementara, Leo memastikan bahwa pengamanan uang dari BNI Mega Kuningan pun berlangsung ketat.
“Jam 16.00 WIB sore, kita akan kembalikan lagi uang ini. Kita juga akan dibantu pengamanan dari kepolisian,” jelas dia.
Jumlah kerugian negara capai Rp 1 triliun Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengungkapan, kerugian negara dalam kasus investasi fiktif PT Taspen (Persero) senilai Rp 1 triliun.
Hal tersebut diketahui KPK berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif oleh Badan Keuangan Negara (BPK) Republik Indonesia pada 22 April 2025.
“Nah, dari hasil, perhitungan kerugian keuangan negara, diperoleh bahwa kerugian keuangan negaranya yang diderita oleh PT Taspen adalah sejumlah Rp 1 triliun,” ungkap Asep.
Kendati demikian, KPK hanya menyerahkan uang senilai Rp 883 miliar kepada PT Taspen. Dana tersebut telah disetorkan pada 20 November 2025 ke rekening giro Tabungan Hari Tua (THT) Taspen di BRI Cabang Veteran, Jakarta.
Asep menjelaskan, uang senilai lebih dari Rp 883 miliar itu merupakan hasil rampasan dari terdakwa mantan Direktur PT Insight Investment Management, Ekiawan Heri Primaryanto, yang perkaranya kini telah berkekuatan hukum tetap.
Sementara, dalam perkara ini, ada terdakwa lain, yakni mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius NS Kosasih.
“Uang yang ada di belakang kami atau di depan rekan-rekan itu khusus untuk perkaranya Pak Ekiawan. Jadi tidak untuk yang Pak ANS,” ujar dia.
“Ya. Jadi Pak ANS ada lagi sekitar Rp 160 (miliar). Jadi kalau dihitung-hitung mungkin ya memang pas Rp 1 triliun, bahkan lebih ya mungkin ya,” sambung dia.
Dalam jumpa pers ini, KPK memamerkan uang Rp 300 miliar yang merupakan bagian dari lebih dari Rp 883 miliar uang rampasan dari Ekiawan Heri Primaryanto.
Asep menyampaikan bahwa uang yang ditampilkan tidak bisa diperlihatkan seluruhnya karena keterbatasan tempat dan alasan keamanan.
Penjelasan Jubir KPK
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, memberikan penjelasan soal peminjaman uang yang dipampang dalam acara serah terima barang rampasan negara dari KPK kepada PT Taspen pada Kamis (20/11/2025).
Budi menjelaskan bahwa KPK menitipkan uang sitaan dan rampasan ke rekening penampungan milik KPK di bank. KPK lantas meminjam dari rekening itu untuk acara Kamis (20/11/2025) karena KPK tidak menyimpan barang rampasan di gedungnya.
“KPK tidak menyimpan uang-uang sitaan maupun rampasan di Gedung Merah Putih atau di Rupbasan (Rumah Penyitaan Benda Sitaan Negara). Maka KPK menitipkannya ke bank. Ada yang namanya rekening penampungan,” kata Budi, Jumat (21/11/2025).
“Jadi jangan sampai keliru, karena ada yang masih sebut KPK pinjam uang bank,” kata Budi.(Web Warouw)

