DKR: Saatnya Tetapkan Bencana Sumatera Sebagai Bencana Nasional
JAKARTA- Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) menegaskan agar pemerintah pusat perlu segera menetapkan bencana alam di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat sebagai bencana nasional. Hal ini disampaikan Roy Pangharapan dari Pimpinan Nasional Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) kepada pers, di Jakarta, Minggu (30/11).
“Tujuannya agar semua sumber daya di pusat bisa dimaksimalkan untuk mengatasi dampak bencana di ketiga provinsi, tanpa menunggu kemampuan pemerintah daerah bergerak mengatasinya,” jelasnya.
Ia mengingatkan bahwa pemotongan anggaran daerah belakangan pasti akan mempengaruhi kemampuan daerah untuk bisa tanggap bencana.
“Jadi tidak bisa lagi mengandalkan kemauan daerah untuk bisa cepat menanggapi bencana alam terakhir ini,” ujarnya.
Hal yang sama disampaikan oleh DKR Aceh yang mengeluhkan bantuan yang belum masuk ke pengungsi.
“Harga bahan pokok makanan meningkat. Sementara para pengungsi kehilangan kemampuan ekonomi. Telur Rp5.000/butir, cabe merah Rp 250.000/kg hari ini di Banda Aceh. Pasokan sembako menipis, ” Ketua DKR Aceh, Zamzam mielaporkan dari Banda Aceh hari ini, Minggu (30/11)
DKR Sumatera Utara juga melaporkan pengungsi di Medan kesulitan makanan.
“Sejak kemarin hingga sekarang pengungsi belum mendapat bantuan. Segera lah beri. Bantuan pertama yang kami harapkan, beras atau kebutuhan pokok lah lebih dahulu,” kata Ketua DKR Sumatera Utara, Sugianto dari Medan.
“Pengungsi sudah tidak ada lagi makanan. Sudah tidak ada dijual, habis semua terendam banjir,” tuturnya.
Kemampuan Pemda
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai bencana longsor dan banjir yang melanda Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh belum bisa ditetapkan sebagai darurat bencana nasional.
Trubus beralasan, pemerintah daerah masing-masing masih sanggup menangani bencana di wilayahnya.
“Iya belum (masuk kriteria bencana nasional). Aceh masih sanggup melayani sendiri, Sumut masih nanganin sendiri, Sumbar masih nanganin sendiri,” ujar Trubus, Minggu (30/11/2025).
Trubus menjelaskan, jika mengacu pada kriteria status darurat bencana nasional, sebuah daerah harus dinyatakan lumpuh terlebih dahulu sebelum pemerintah pusat menetapkan bencana nasional.
Ketika pemerintah dari kabupaten/kota menyatakan sudah tak mampu menghadapi bencana, maka mereka menyerahkan penanganan kepada provinsi.
“Provinsinya yang mengkaji, betul enggak seperti itu? Kalau memang provinsi mengatakan sudah enggak mampu sama sekali, seluruh wilayah Sumatera lumpuh total. Nah, dia menyerahkan kepada pemerintah pusat, mengusulkan,” tutur Trubus.
“Kalau tidak ada itu, ya memang urusannya pemerintah daerah. Dulu di Yogyakarta dan Palu juga sama. Di Yogyakarta itu bencananya di kabupaten/kota, di Bantul, Sleman, tapi yang nanganin ya Kabupaten Sleman sama Bantul. Terus kalau ada yang enggak mampu, baru provinsi ikut nimbrung menyelesaikan,” imbuh dia.
Ia turut menegaskan bahwa status darurat bencana nasional bukan ditetapkan berdasarkan berapa jumlah korban, melainkan apakah suatu pemerintahan itu sudah lumpuh atau belum.
“Kalau tuntutan di publik, itu segera menetapkan, itu bukan masalah jumlah korban. Yogyakarta dulu sampai 6.000 korban meninggal, tapi itu enggak ditetapkan nasional. Karena Pemprov DIY masih bertanggung jawab. Tugas pemerintah pusat itu memfasilitasi bantuan-bantuan. Bantuan dari TNI-Polri, masyarakat juga bantu semua,” kata Trubus.
Kriteria bencana nasional Berdasarkan dokumen BNPB berjudul “Pedoman Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana”, bencana nasional merupakan salah satu tingkatan status keadaan darurat bencana. Di mana sejatinya ada tiga tingkatan status keadaan darurat bencana, yakni bencana kabupaten/kota, bencana provinsi, dan bencana nasional.
Adapun status bencana nasional merupakan kondisi yang ditetapkan pemerintah pusat ketika suatu bencana dinilai berdampak sangat luas dan melampaui kemampuan pemerintah daerah dalam penanganannya.
Artinya, memang tidak semua bencana yang terjadi di Indonesia berstatus bencana nasional. (Web Warouw)

