Sabtu, 5 Juli 2025

ADA IUP BODONG…! Save Sangihe Island Minta Kapolda Sulut Usut Dugaan Pelanggaran Pidana PT. TMS

JAKARTA- Save Sangihe Island (SSI) melalui Jull Takaliuang mengadukan dugaan pelanggaran pidana PT. TMS ke Markas Polda Sulawesi Utara. Surat tertanggal 28 Oktober 2021 itu ditujukan kepada Kapolda Sulut, Irjen Pol. Nana Sujana.

Sesuai surat yang diperoleh di Jakarta, Kamis (28/10/), SSI menduga terjadi tindak pidana penambangan tanpa izin (Peti) yang dilakukan PT TMS di Desa Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (locus delicti) pada waktu (tempus delicti) September sampai Oktober 2021 (hingga tanggal surat ini kegiatan masih berlangsung).

Akibat tindakan itu menyebabkan kerusakan sarana instalasi air masyarakat Desa Bowone sejak tanggal 21 Oktober 2021.

Selain itu, sejak kematian Helmut Hontong, Wakil Bupati Sangihe yang oleh beberapa pihak dikaitkan dengan penolakan beliau terhadap izin tambang, telah menimbulkan keresahan di masyarakat Sangihe baik yang bermukim di Pulau Sangihe maupun masyarakat diaspora Sangihe di berbagai penjuru dunia.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, situasi ini juga menimbulkan kegaduhan di berbagai level masyarakat di Sulawesi Utara maupun di tingkat nasional.

Dalam laporan itu, SSI melalui Jull Takaliuang menjelaskan secara detail dugaan pelanggaran pertambangan yang dilakukan di Pulau Sangihe.

Menurutnya, PT TMS melakukan kegiatan penambangan emas di Pulau Sangihe sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT. Tambang Mas Sangihe.

Hal ini sebenarnya, tidak cukup menjadi dasar untuk melakukan pertambangan karena Keputusan Menteri ESDM itu bukan IUP sebagaimana disyaratkan dalam perundang-undangan.

Jadi, kata Jull, tidak ada klausula hukum Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya sebagai Izin Pengusahaan Pertambangan.

Setelah mengkaji berbagai ketentuan, SSI menyimpulkan kegiatan penambangan di Pulau Sangihe tidak didasari IU sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan, dan memenuhi seluruh unsur tindak pidana tertentu yang diatur UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU 4/2009.

Jull menjelaskan, Keputusan Menteri ESDM Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe diterbitkan mengacu kepada Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan yang diterbitkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Sulut bersama-sama dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulut, yang pada pokoknya memberikan Izin Lingkungan untuk pertambangan kepada PT TMS di wilayah yang dilarang oleh UU.

Apalagi, katanya, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Sulut bersama-sama dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulut menyusun Amdal tanpa melibatkan masyarakat terkena dampak. Untuk itu, pihaknya menduga kalau Amdal yang digunakan merupakan Amdal “bodong”.

“Kami mohon Bapak Kapolda Sulawesi Utara agar kiranya dapat menindaklanjuti laporan atau pengaduan ini sesuai dengan hukum yang berlaku dengan mengusut pelanggaran hukum PT TMS dan pelanggaran hukum Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Sulut serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulut,” jelas Jull.

80 Desa di 7 Kecamatan

Dirjen Minerba ESDM mengeluarkan izin tambang Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 kepada PT. Tambang Mas Sangihe (TMS). Luas izin 42.000 Ha atau lebih dari setengah Pulau Sangihe. Artinya, Pulau Sangihe akan dibongkar secara terbuka dan masif selama 33 tahun (2021-2054).

Ada 80 Desa dari 7 Kecamatan di Kabupaten Sangihe yang dihuni sekitar 57.000 penduduk serta hutan Sahendarumang terancam digusur.

Sementara itu, UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, mengatur bahwa pulau dengan luas daratan kurang dari 2000 km2 dikategorikan sebagai pulau kecil dan dilarang oleh Pasal 35 huruf k UU No. 1 Tahun 2014 untuk ditambang.

Kemudian, dalam Pasal 26 A UU No. 1 Tahun 2014, tanpa Izin Pemanfaatan Pulau dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Jadi, PT TMS tidak boleh beroperasi di Pulau Sangihe, karena PT TMS tidak memiliki Izin Pemanfaatan Pulau dari Menteri Kelautan dan Perikanan.

Berdasarkan penelusuran dalam Minerba One Data Indonesia dalam website resmi ESDM, PT. Tambang Mas Sangihe beralamt di Kuningan, Jakarta Selatan. Saham PT. TMS dimili Sangihe Gold Corporation (Kanada) 70 persen, PT. Sungai Belayan Sejati (Indonesia) 10 persen, PT. Sangihe Prima Mineral (Indonesia) 11 persen, dan PT. Sangihe Pratama Mineral (Indonesia) 9 persen.

Susunan Direksi PT. TMS, terdiri dari Terrence Kirk Filbert (Direktur Utama), Gerhardus Antonius Kielenstyn (Direktur), Nicholas David John Morgan (Komisaris Utama), Ahmad Yani (Komisaris), Michael Rembangan (Komisaris), dan Todotua Pasaribu (Direktur). (Daniel)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru