Kamis, 3 Juli 2025

AGENDA PANDEMIC TREATY NIH..! Kasus Covid-19 Naik di Asia Tenggara, Kemenkes: Kondisi di Indonesia Tetap Aman

JAKARTA – Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Aji Muhawarman mengatakan, kondisi di Indonesia, masih aman terkait penyebaran Covid-19 Hal itu merespons meningkatnya kasus Covid-19 di beberapa negara Asia Tenggara seperti Singapura dan Thailand, yang terjadi di tengah tingginya mobilitas masyarakat yang diperkirakan akan bepergian untuk menghadiri berbagai agenda internasional, seperti konser Lady Gaga.

Aji Muhawarman menjelaskan bahwa berdasarkan pemantauan hingga minggu ke-19 2025, kondisi penyebaran virus masih dalam batas aman.

“Di tengah dinamika global, kami ingin menyampaikan bahwa kondisi di Indonesia tetap aman. Surveilans penyakit menular, termasuk Covid-19, terus kami perkuat, baik melalui sistem sentinel maupun pemantauan di pintu masuk negara,” ujar Aji dalam keterangan pers, Senin (19/5/2025), dikutip dari Antaranews.

Kemudian, menurut dia, pemerintah belum memberlakukan pengetatan akses keluar-masuk negara. Namun, pengawasan dan pemantauan di pintu masuk internasional tetap ditingkatkan Hingga saat ini, Aji mengatakan, belum ada larangan perjalanan ke luar negeri. Tetapi, masyarakat diimbau untuk lebih waspada, terutama jika berencana bepergian ke negara yang sedang mengalami lonjakan kasus.

“Kami mendorong masyarakat untuk mengikuti perkembangan situasi di negara tujuan, mematuhi protokol kesehatan yang berlaku di sana, dan menunda perjalanan apabila sedang kurang sehat,” katanya.

Aji juga mengatakan, Kemenkes terus mengingatkan pentingnya penerapan protokol kesehatan dasar seperti mencuci tangan, menggunakan masker saat batuk atau pilek, serta segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala yang mengarah pada infeksi saluran napas.

Selain itu, vaksinasi booster COVID-19 tetap direkomendasikan, terutama bagi mereka yang belum mendapatkannya atau termasuk dalam kelompok rentan seperti lansia dan penderita komorbid.

“Masyarakat tidak perlu panik, namun kewaspadaan tetap penting. Kami pastikan langkah-langkah deteksi dini, pelaporan, dan kesiapsiagaan terus kami jalankan untuk menjaga situasi nasional tetap aman,” ujar Aji.

Kepada Bergelora.com.di Jakarta dilaporkan pada18 Mei 2025, kasus Covid-19 mengalami lonjakan di Thailand dan Singapura. Berdasarkan data terbaru, Thailand melaporkan lebih dari 16.600 kasus baru dan enam kematian dalam periode 4–10 Mei 2025.

Sementara itu, Singapura mencatat peningkatan signifikan kasus mingguan, dari 11.100 kasus menjadi 14.200 kasus selama periode 27 April hingga 3 Mei 2025.

Saat ini, terdapat 133 pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit akibat infeksi Covid-19.

Menurut keterangan resmi pemerintah Singapura, peningkatan kasus Covid-19 dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk menurunnya kekebalan populasi.

Penundaan Pandemic Treaty

Kepada Bergelora.com di Jakarta sebelumnya dilaporkan, Majelis Kesehatan Dunia atau World Health Assembly (WHA) yang digelar oleh negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 27 Mei-1 Juni 2024 telah usai.

Pertemuan yang digelar di Jenewa, Swiss, ini menghasilkan keputusan terkait pengesahan Amandemen Peraturan Kesehatan Internasional atau International Health Regulation (IHR) dan penundaan pengesahan Perjanjian Pandemi

IHR adalah peraturan kesehatan internasional yang bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan mewajibkan negara untuk melakukan pengawasan dan pelaporan kepada WHO terkait ancaman kesehatan internasional.

Sementara, Perjanjian Pandemi membahas mengenai kesiapsiagaan, kesiapan, dan respons terhadap pandemi yang sedang dibahas melalui Badan Perundingan Antarpemerintah atau <span;>Intergovernmental Negotiating Body (INB).

Keduanya dibahas secara paralel sejak bulan November 2022 dan diharapkan dapat selesai pada WHA ke-77 lalu. Dalam keputusan tersebut, negara-negara anggota WHO akhirnya menyetujui Amandemen IHR.

Pandemi COVID-19 menunjukkan kelemahan dalam instrumen IHR, termasuk tidak adanya penyebutan kata ‘pandemi’ dan tidak adanya antisipasi terhadap ketimpangan akses pada produk kesehatan.

Amandemen IHR akhirnya mengadopsi beberapa aturan seperti penambahan kondisi darurat pandemi, ketentuan untuk mengatasi ketimpangan akses pada produk kesehatan, serta dukungan pembiayaan.

Keputusan ini disambut baik oleh masyarakat sipil sebagai langkah penting dan strategis untuk mengatasi ketimpangan akses

Communication, Campaign, & Advocacy Coordinator Indonesia AIDS Coalition (IAC), Ferry Norila, menyatakan bahwa “Amandemen IHR ini menjadi langkah yang penting untuk mengatasi persoalan ketimpangan akses selama Pandemi COVID-19, meski tidak ada penyampaian secara eksplisit mengenai persoalan monopoli Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini cukup disayangkan, mengingat bahwa  ketimpangan akses selama pandemi COVID-19 dan yang juga dialami oleh beberapa penyakit lain seperti HIV dan TB mayoritas disebabkan oleh persoalan monopoli tersebut.”

Keputusan lain dari WHA adalah terkait penundaan pengesahan Perjanjian Pandemi, yang mendapat sejumlah catatan dari masyarakat sipil. Masyarakat sipil menyayangkan sikap dari negara-negara maju yang masih menolak untuk menambahkan beberapa ketentuan demi mengatasi persoalan ketimpangan akses pada produk kesehatan, sebagaimana dengan yang terjadi pada masa Pandemi COVID-19.

Penundaan atas pengesahan Perjanjian Pandemi dan Amandemen IHR ini harus menjadi momentum agar Perjanjian tersebut dapat memuat ketentuan yang dapat mengatasi masalah ketimpangan akses global.

Peneliti senior Indonesia for Global Justice (IGJ), Lutfiyah Hanim, berpendapat bahwa “Kerangka kerja untuk menyelesaikan persoalan pandemi seperti COVID-19, Ebola, dsb. perlu mengantisipasi persoalan akses pada produk kesehatan yang kerap terjadi. Untuk itu, masa perpanjangan waktu perundingan perlu menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Amandemen IHR bisa menjadi contoh yang cukup baik, tetapi masih perlu diperkuat untuk isu-isu teknis seperti transfer teknologi, akses patogen dan pembagian manfaat, serta pembiayaan.”

Koordinator Isu Kesehatan IGJ, Agung Prakoso, menambahkan, “Diskusi Perjanjian Pandemi yang mengalami kebuntuan ini dikhawatirkan menjadi pertanda bahwa Perjanjian tidak akan lagi menjadi prioritas. Sebab negara-negara maju lebih tertarik untuk mendorong Amandemen IHR yang telah disepakati. Untuk itu, kami terus mendorong negara-negara anggota WHO, terutama Pemerintah Indonesia, untuk terus memperjuangkan kepentingan masyarakat untuk akses pada produk kesehatan sehingga Perjanjian ini dapat mengatasi persoalan-persoalan tersebut jika kembali terjadi pandemi di masa mendatang. Sebelumnya masyarakat sipil juga mendorong agar Pemerintah tidak terburu-buru dalam menyetujui Perjanjian Pandemi.”

“Kami mengapresiasi posisi Pemerintah Indonesia karena sejauh ini sejalan dengan aspirasi masyarakat sipil. Namun proses perundingan Perjanjian Pandemi ini tetap perlu dikawal, juga diperlukan adanya diskusi yang intensif terutama terkait diseminasi informasi mengenai proses perundingan dan hasil dari WHA. Kami juga mendorong pihak-pihak lain seperti DPR untuk turut mengawasi perundingan-perundingan semacam ini.” (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru