Senin, 13 Januari 2025

Airlangga Hartarto, Hilirisasi, dan Imperialisme IMF

JAKARTA- IMF (International Monitary Fund) kembali menekan Indonesia agar membuka kembali ekspor nikel. Maklum, Indonesia dibawah Presiden Jokowi menegaskan untuk menghentikan ekpor nikel dan memastikan kebijakan hilirasasi pada semua mineral yang dikeruk dari bumi Indonesia.

Walaupun negara Eropa dan Amerika megap-megap dalam krisis global akibat perang Rusia melawan NATO di Ukraina, meminta agar ekspor dibuka untuk memenuhi kebutuhan industri mereka. Presiden Jokowi tetap tak bergeming.

Walaupun pengadilan internasional memenangkan gugatan WTO atas larangan impor mineral, Indonesia tetap bersikukuh untuk naik banding. Jokowi tetap menegaskan kebijakan hilirasi pada semua hasil pertambangan.

Kristalina Georgieva, Managing Director of the International Monetary Fund (IMF) menegaskan RI harus mempertimbangkannya dengan menghapusnya secara bertahap dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain.

“Biaya fiskal dalam hal penerimaan (negara) tahunan yang hilang saat ini tampak kecil,” muat IMF dalam paparan “Article IV Consultation”, dikutip Rabu (28/6/2023).

“Ini harus dipantau sebagai bagian dari penilaian biaya-manfaat ini,” ujar IMF lagi mengingatkan kebijakan hilirisasi menimbulkan rambatan negatif bagi negara lain.

Karenanya IMF menghimbau adanya analisa rutin mengenai biaya dan manfaat hilirisasi. Analisa ini wajib diinformasikan secara berkala dengan menekankan pada keberhasilan hilirisasi dan perlu atau tidaknya perluasan hilirisasi ke jenis mineral lain.

“Kebijakan industri juga harus dirancang dengan cara yang tidak menghalangi persaingan dan inovasi, sambil meminimalkan efek rambatan lintas batas yang negatif,” tambah IMF.

“Meningkatkan nilai tambah dalam produksi, dengan menghapus secara bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan untuk komoditas lain,” paparnya lagi meminta otorita mempertimbangkan kebijakan hilirisasi dalam negeri yang lebih tepat

Sebelumnya, Indonesia menginisiasi hilirisasi nikel sejak 2020. Kebijakan ini diklaim memberikan nilai tambah dari hilirisasi nikel mencapai US$ 33 miliar atau setara dengan Rp 514,3 triliun pada 2022.

“Kita ingin kekayaan alam negeri ini bermanfaat maksimal bagi kesejahteraan rakyat. Kita ingin rakyat di luar Jawa juga merasakan manfaat yang signifikan dari pembangunan yang ada,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato Hari Lahir Pancasila beberapa waktu lalu.

Ekonomi RI Melambat?

Dalam paparannya, IMF kembali juga menakut-nakuti memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami moderasi di kisaran 5% pada 2023, setelah tumbuh 5,3% pada 2022. Proyeksi ini diungkapkan IMF dalam laporan yang sama.

Adapun, IMF menegaskan bahwa penurunan ini dipicu oleh lesunya permintaan dari partner dagang Indonesia. Di sisi lain, Indonesia diperkirakan akan menghadapi tekanan dari sisi permintaan domestik.

“Pemulihan permintaan domestik pada tahun 2023 juga akan menghadapi hambatan dari kebijakan konsolidasi fiskal terkini dan sikap kebijakan moneter yang lebih ketat, yang menyebabkan pertumbuhan kredit lebih lambat,” papar IMF dalam laporannya.

IMF melihat inflasi Indonesia diperkirakan akan kembali ke kisaran target BI pada paruh kedua tahun 2023 dan menurun menjadi 3 persen pada pertengahan 2024.

“Moderasi harga pangan dan energi global dan penurunan yang jelas dalam biaya pengapalan diperkirakan akan menurunkan harga impor dan inflasi utama,” tulis IMF.

Adapun, lesunya pasar tenaga kerja Indonesia dipastikan akan meredam tekanan inflasi. Sementara itu, pengetatan baru-baru ini Kebijakan moneter diproyeksikan dapat menjaga ekspektasi inflasi tetap terjangkar dan inflasi inti tetap terjaga sekitar 3,0 persen pada tahun 2023.

Dari sisi perdagangan, IMF menegaskan bahwa ekspor riil diperkirakan akan berkembang. Meskipun dalam laju yang lebih lambat, 10% dengan impor yang tetap kuat.

“Sejalan dengan perkembangan ini harga komoditas diperkirakan bergerak lebih rendah, diperkirakan akan menyebabkan arus defisit neraca pada tahun 2023 dan 2024,” kata IMF.

Namun demikian, secara keseluruhan, IMF masih membujuk bahwa surplus neraca pembayaran diperkirakan akan meningkat secara bertahap yang mencerminkan peningkatan FDI. Termasuk kembalinya aliran masuk portofolio, dan sedikit peningkatan cadangan devisa.

IMF masih mengira pemerintahan Joko Widodo yang didukung 85% rakyat Indonesia akan tunduk seperti Presiden Seoharto menjelang jatuh di bulan Mei 1998. Jokowi tentu berbeda dengan Soeharto!

Kolonialisme dan Imperialisme

Menjawab tekanan IMF sikap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto cukup mencengangkan bagi ekonom Indonesia pro barat tentunya. Dengan percaya diri Ketua Umum Golkar menunjukkan sikap tegas menolak permintaan IMF.

Airlangga Hartarto menyatakan Indonesia akan tetap memperjuangkan hak Republik Indonesia untuk hilirisasi meski Dana Moneter Internasional (IMF) meminta pemerintah Indonesia mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor nikel.

“Itu bukan hanya rekomendasi IMF, tapi juga keputusan dari WTO (Organisasi Perdagangan Dunia). Tapi, kita akan terus banding. Karena yang kita ekspor bukan Tanah Air, tapi nilai tambah,” kata Airlangga saat ditemui di Jakarta, Selasa (27/6).

Airlangga menambahkan, sikap tersebut bukan hanya untuk memperjuangkan hak hilirisasi tetapi juga untuk membebaskan Indonesia dari bentuk kolonialisme baru.

Dia berpendapat permintaan IMF untuk memaksa Indonesia tetap mengekspor komoditas nikel merupakan salah satu bentuk regulasi imperialisme. Sebab, ia menilai tak seharusnya negara lain memaksakan kehendak kepada suatu negara dalam membuat kebijakan tertentu.

Oleh karena itu, dia mengatakan akan tetap berusaha mempertahankan hak Indonesia memperoleh nilai tambah dari komoditas dan melakukan pembatasan ekspor nikel secara bertahap.

Diketahui, dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia memberikan catatan terkait rencana hilirisasi nikel di Indoonesia.

Dalam dokumen tersebut, IMF menyebut kebijakan harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Selain itu, kebijakan juga perlu dibentuk dengan mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.

Atas dasar itu, IMF mengimbau Indonesia untuk mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap pembatasan ekspor nikel dan tidak memperluas pembatasan ke komoditas lainnya.

Kebijakan Indonesia terkait nikel juga pernah mendapat penolakan dari Uni Eropa.

Uni Eropa menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan berhasil memenangkan gugatan pada Oktober 2022 lalu.

WTO menilai kebijakan larangan ekspor nikel Indonesia telah melanggar Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) XX (d) GATT 1994.

Namun, Airlangga menegaskan Indonesia akan terus mengajukan banding.

Sikap Airlangga Hartarto ini tentu sejalan dengan garis politik ekonomi Presiden Jokowi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kepemimpinan nasional yang kuat akan menentukan sikap pemerintah terhadap ekonomi politik luar negeri.

Walaupun IMF berhasil lebih mencengkeram Indonesia selama puluhan tahun sejak reformasi 1998 namun Indonesia bisa menghentikan eksploitasi yang sudah berlangsung sejak kebangkitan Orde Baru.

Lebih mendasar lagi, seorang Airlangga Hartarto sang Ketua Umum Golkar telah berani menggunakan pisau analisa ‘kolonialisme baru dan imperialisme’ secara tepat dalam menghadapi tekanan IMF. Pisau analisa inilah yang selama ini dilarang dipakai oleh semua analis barat bahkan mayoritas akademisi Indonesia yang menyusu pada kepentingan barat. Pisau analisa yang berakar pada Marxisme tentang kapitalisme, Lenisme tentang Imperialisme dan Soekarnoisme tantang neo kolonialisme-imperialisme ini dikuatirkan membangkitkan nasionalisme patriotik yang mengganggu kepentingan modal barat.

Namun kekuatiran itu tak terhindarkan karena secara nyata memang Indonesia harus bangkit dan keluar dari penjajahan, penghisapan kapitalisme barat, seperti perintah dari Preambule Undang-undang Dasar 1945 alenia pertama:

Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.

Anehnya lagi pernyataan revolusioner yang berbasiskan ajaran ekonomi politik Soekarno itu itu keluar dari Ketua Umum Golkar yang berkuasa dimasa Orde Baru yang menjadi kaki tangan Imperialis Amerika. Bukan keluar dari mulut anak Bung Karno yang memimpin PDI Perjuangan yang mengaku sebagai partai wong cilik pewaris ajaran Bung Karno. (Web Warouw)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru