Jumat, 4 Juli 2025

AMERIKA PARANOID..! China Desak AS Buktikan TikTok Ancam Keamanan

JAKARTA – Otoritas China mendesak pihak Amerika Serikat membuktikan pernyataannya bahwa aplikasi video singkat asal China TikTok menjadi ancaman bagi keamanan nasional AS.

“(Sampai sekarang) AS belum bisa menunjukkan bukti bahwa TikTok mengancam keamanan nasionalnya,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) Wang Wenbin di Beijing, Jumat (17/3).

Karena tidak bisa membuktikan ancaman tersebut, Beijing menentang sikap AS yang dianggapnya berlebihan dan menyalahgunakan kekuasaan dengan melarang perusahaan asing, seperti ByteDance selaku perusahaan teknologi internet China yang mengembangkan Tik-Tok.

“AS harus menghormati prinsip ekonomi pasar dan persaingan usaha yang sehat,” kata Wang.

Pihaknya juga mendesak AS tidak lagi menekan dan mendiskriminasikan perusahaan asing yang beroperasi di negara adidaya tersebut.

“Keamanan data tidak boleh digunakan sebagai alat untuk menyalahgunakan kekuasaan negara yang menghambat perusahaan asing,” ujarnya menambahkan.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan,
Gedung Putih memerintahkan lembaga pemerintahan AS untuk menghapus aplikasi TikTok dari semua perangkat sesuai perintah Kongres. Aplikasi TikTok dianggap berpotensi mengancam keamanan nasional AS.

Pengguna TikTok di AS diperkirakan lebih dari 100 juta orang.

AS  Paksa TikTok Jual Sahamnya

Sebelumnya, pemerintah AS memerintahkan ByteDance menjual kepemilikan sahamnya di TikTok setelah selama dua tahun berunding tak bisa meyakinkan Washington bahwa aplikasi video pendek nan populer itu tidak mengancam keamanan nasional Amerika Serikat, kata orang yang mengetahui soal ini seperti dikutip laman Nikkei Asia, Kamis (16/3).

Komisi Investasi Asing AS (CFIUS) meminta raksasa teknologi China itu agar mendivestasikan sahamnya di TikTok. Jika menolak permintaan ini, maka ByteDance bakal dilarang beroperasi di AS.

CFIUS adalah sebuah badan di bawah kewenangan Departemen Keuangan AS yang memiliki tugas mengevaluasi kesepakatan perdagangan dan investasi lintas batas negara.

CFIUS memiliki yurisdiksi untuk merekomendasikan penjualan saham karena ByteDance telah mengakuisisi Musical.ly, perusahaan AS yang merger dengan TikTok pada 2017.

Ini bukan kali pertama ByteDance diperintahkan menjual sahamnya di TikTok karena pada 2020, Presiden AS saat itu, Donald Trump, mengeluarkan dua instruksi yang melarang TikTok digunakan di AS dan mewajibkan ByteDance menjual sahamnya di AS, sekaligus wajib menghapus semua data pengguna TikTok di AS.

Inpres Trump ini sempat digugurkan oleh pengadilan, tetapi kemudian diajukan kembali oleh Presiden Joe Biden pada 2021. Inpres Biden ini pula yang menjadi dasar bagi CFIUS untuk memerintahkan ByteDance agar menjual sahamnya di TikTok.

“Jika tujuannya demi melindungi keamanan nasional, maka divestasi tak akan menyelesaikan masalah. Perubahan kepemilikan saham juga tak akan bisa membatasi aliran atau akses data,” kata seorang juru bicara TikTok kepada Nikkei Asia.

Menurut dia, cara terbaik untuk mengatasi kekhawatiran terancamnya keamanan nasional AS adalah dengan menciptakan perlindungan data pengguna dan sistem yang transparan yang berkedudukan di AS yang diawasi dan diverifikasi oleh pihak ketiga.

“Dan itu sedang kami terapkan,” kata juru bicara TikTok itu.

CEO TikTok Shou Zi Chew akan menghadiri dengar pendapat dengan Kongres AS pekan depan guna menjawab kekhawatiran para anggota dewan bahwa TikTok mengancam keamanan dan keselamatan pengguna di AS.

Sementara itu, kantor berita Reuters pada Kamis menyebutkan bahwa Juru Bicara Kementerian China Wang Wenbin menyatakan AS tak memberikan bukti bahwa TikTok mengancam keamanan nasional AS.

AS Ancam Larang TikTok

Sebelumnya Pemerintah Amerika Serikat meminta pemilik TikTok China untuk mendivestasi saham mereka di aplikasi video populer itu atau menghadapi larangan di AS, kata laporan Wall Street Journal, mengutip sumber yang mengetahui persis masalah tersebut.

Langkah tersebut akan menjadi kebijakan paling dramatis yang dibuat oleh pejabat dan legislator AS yang merasa khawatir kalau data pengguna TikTok akan dibocorkan kepada Pemerintah China. TikTok mempunyai lebih dari 100 juta pengguna di AS.

Gedung Putih menolak untuk memberikan komentar terkait berita tersebut.

Brooke Oberwetter, juru bicara TikTok, menyatakan: “Jika tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan keamanan nasional, divestasi tidak akan menyelesaikan masalah: perubahan kepemilikan tidak bisa memaksakan aturan baru terhadap aliran data atau akses.”

Shou Zi Chew, pimpinan TikTok, dijadwalkan untuk memberikan keterangan kepada Kongres AS pekan depan.

AS diperkirakan tidak bisa begitu saja menerapkan kebijakan tersebut karena harus berhadapan dengan aturan yang berlaku. Seperti yang terjadi pada era Donald Trump pada 2020 yang juga berusaha untuk melarang TikTok, tapi terhalang oleh keputusan pengadilan.

Pihak TikTok dan Komite Investasi Asing AS yang berada di bawah Kementerian Keuangan (CFIUS) sudah melakukan negosiasi selama dua tahun untuk membahas masalah keamanan data.

TikTok menyatakan bahwa mereka telah mengeluarkan lebih dari 1,5 miliar dolar AS untuk menjaga keamanan data dan menolak tuduhan melakukan tindak mata-mata.

The Wall Street Journal melaporkan bahwa adalah pihak CFIU yang meminta TikTok melepaskan saham mereka. Tapi juru bicara Kementerian Keuangan AS menolak untuk berkomentar.

TikTok pada Rabu menyatakan bahwa “cara terbaik untuk mengatasi kekhawatiran mengenai keamanan nasional adalah perlindungan data dan sistem pengguna di AS yang transparan, dengan pemantauan, pemeriksaan, dan verifikasi pihak ketiga yang terpercaya”. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru