JAKARTA – Militer Israel mengancam serangan lebih besar terhadap Jalur Gaza jika para sandera yang tersisa tidak segera dibebaskan. Peringatan ini disampaikan Tel Aviv setelah rentetan serangan udaranya menewaskan sedikitnya 55 orang (bertambah dari sebelumnya 44 orang) di berbagai wilayah Gaza sepanjang Kamis (24/4).
Militer Israel melanjutkan kembali rentetan serangan terhadap Jalur Gaza sejak 18 Maret lalu, setelah kolapsnya gencatan senjata yang berlangsung selama dua bulan yang sempat menghentikan pertempuran di wilayah tersebut.
Panglima militer Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (25/4/2025), mengancam akan memperluas serangan di Jalur Gaza jika para sandera yang masih ditahan sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 tidak segera dibebaskan.
“Jika kami tidak melihat ada kemajuan dalam pemulangan para sandera dalam waktu dekat, kami akan memperluas aktivitas kami ke operasi yang lebih besar dan lebih signifikan,” tegas Zamir ketika mengunjungi langsung pasukan Israel di Jalur Gaza pada Kamis (24/4) waktu setempat.
Peringatan ini disampaikan saat militer Israel merilis perintah evakuasi baru untuk wilayah utara Jalur Gaza menjelang serangan yang direncanakan.
Peringatan dari militer Israel ini dilontarkan setelah rentetan gempuran menewaskan total sedikitnya 55 orang di wilayah Jalur Gaza dalam sehari.
Badan pertahanan sipil Gaza dalam laporannya menyebut enam orang di antaranya, yang berasal dari satu keluarga, tewas ketika serangan udara meratakan rumah mereka di area Gaza City bagian utara. Keenam korban tewas terdiri atas pasangan suami-istri dan empat anak mereka.
Disebutkan bahwa gempuran Israel menghantam rumah keluarga Palestina itu ketika mereka sedang tertidur.
Sedikitnya 9 orang lainnya, menurut pernyataan dari Rumah Sakit Indonesia di Gaza, tewas dan beberapa orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan udara lainnya yang menghantam bangunan bekas kantor polisi di area Jabalia, Jalur Gaza bagian utara.
Militer Israel, dalam pernyataannya, mengklaim pasukannya menargetkan “pusat komando dan kendali” Hamas yang ada di area tersebut.
Dalam serangan lainnya, 12 jenazah korban ditemukan di area Jabalia setelah rumah keluarga bernama Hajj Ali dihantam serangan udara. Menurut petugas medis setempat dan badan pertahanan sipil Gaza, sebanyak 28 orang lainnya tewas dalam serangkaian serangan di berbagai wilayah Gaza.
Rentetan serangan udara itu terjadi saat militer Israel memerintahkan warga Palestina yang tinggal di wilayah utara Beit Hanoun dan Sheikh Zayed untuk mengungsi sebelum gempuran terjadi.
“Karena aktivitas teroris yang sedang berlangsung dan tembakan penembak jitu terhadap pasukan IDF (Angkatan Bersenjata Israel) di area tersebut, IDF beroperasi secara intensif di daerah tersebut,” kata juru bicara militer Israel berbahasa Arab, Avichay Adraee.
Mahmud Abbas Kecam Hamas, Desak Bebaskan Semua Tawanan Israel
Sementara itu kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan Presiden Otoritas Palestina (PA), Mahmoud Abbas, mendesak Hamas untuk segera membebaskan seluruh tawanan Israel yang ditahan di Gaza. Tuntutan ini disampaikan Abbas sebagai upaya untuk menghentikan apa yang disebutnya ‘perang pemusnahan’ di Gaza dan menghilangkan alasan bagi Israel untuk melancarkan serangan militernya.
Pernyataan yang disertai kata-kata kasar tersebut disampaikan dalam pidato pembukaan pertemuan Dewan Pusat PLO ke-32 di Ramallah, Tepi Barat yang diduduki.
“Kalian anak-anak anjing, serahkan apa yang kalian tahan dan keluarkan kita dari semua ini. Jangan beri Israel alasan. Jangan beri mereka alasan,” kata Abbas, dikutip dari The Cradle, Kamis (24/4).
Menurut Abbas, keberadaan tawanan di tangan Hamas memberikan Israel dalih untuk melanjutkan serangannya yang brutal.
Pemimpin Fatah yang berusia 89 tahun itu secara khusus menyebutkan tawanan AS-Israel Adi Alexander, dan menyatakan penolakan Hamas untuk membebaskannya menyebabkan ratusan kematian setiap hari di Gaza sejak Israel melanjutkan kampanye pembersihan etnisnya.
“Setiap hari ada ratusan kematian. Mengapa? Mereka tidak ingin menyerahkan tawanan AS,” kata Abbas.
Selain menuntut pembebasan tawanan, Abbas juga melayangkan tuntutan lain kepada Hamas. Ia meminta kelompok tersebut untuk menyerahkan kendali penuh atas Jalur Gaza kepada PA, melucuti seluruh persenjataan mereka, dan bertransformasi menjadi partai politik biasa.
Abbas menilai Hamas telah merusak persatuan Palestina dan memberikan Israel ‘alasan gratis’ untuk melancarkan kejahatan di Gaza.
Israel Tak Peduli Tawanannya
Sementara itu, Israel mengaku tawanan mereka di Gaza bukan hal penting.
“Kita harus mengatakan yang sebenarnya, memulangkan para tawanan bukanlah hal yang paling penting,” kata Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich pada Senin.
“Itu jelas merupakan tujuan yang sangat penting, tetapi jika Anda ingin menghancurkan Hamas sehingga tidak akan ada lagi 7 Oktober, Anda perlu memahami bahwa tidak boleh ada situasi di mana Hamas tetap berada di Gaza,” tambahnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, meskipun Hamas tidak menanggapi komentar Abbas, gerakan perlawanan tersebut mengeluarkan pernyataan yang menyebut pertemuan hari Rabu di Ramallah sebagai “kesempatan nyata untuk membangun posisi nasional yang bersatu guna menghadapi kebijakan genosida yang dilakukan oleh musuh Zionis terhadap rakyat kami di Jalur Gaza, dan operasi pembersihan etnis serta pengusiran paksa di Tepi Barat dan Yerusalem.”
Hamas juga mendesak faksi-faksi Palestina yang hadir untuk melaksanakan keputusan-keputusan sebelumnya oleh Dewan Pusat, khususnya “menghentikan koordinasi keamanan, memutuskan hubungan dengan musuh Zionis, dan meningkatkan perlawanan rakyat dan politik terhadap pendudukan dan proyek-proyek Yahudisasi dan permukimannya, yang bertujuan untuk mengubah Tepi Barat menjadi wilayah-wilayah berdaulat yang terpecah-pecah.” (Web Warouw)

