JAKARTA- Ribuan kaum diaspora Indonesia tersebar di seluruh belahan dunia. Mereka bekerja, belajar atau bahkan tinggal dan hidup di negeri orang. Bergelora.com bekerjasama dengan Gerakan Kebaikan Indonesia (GKI) menurunkan kisah-kisah mereka yang sudah dimuat di http://www.kabar-rantau.com/
Anne Rufaidah memang bukan peneliti ataupun ilmuwan. Tapi perempuan kelahiran Bandung pada 1970 yang kini tinggal di London, sebisa mungkin membawa serta Indonesia dalam menjalani kehidupan di rantau. Sebagai pengusaha di bidang rambut palsu untuk memperpanjang rambut (hair extention) yang diberi nama Rapunzel Import, Anne memberi kesempatan pada para pekerjanya –yang tinggal di Indonesia— untuk melanjutkan sekolah. Menikahi lelaki Italia, bagi Anne, justru menjadi cara untuk lebih memperkenalkan Indonesia di mancanegara. Dia bertekad lebih berperan mempromosikan tanah kelahirannya ini di luar negeri.
Wahai tanah airku Indonesia, walaupun aku tinggal jauh di seberang lautan tapi hatiku tetap tertambat padamu. Meski aku menikah dengan warga negara Italia, saya ingin tetap terbuka denganmu, termasuk soal pilihan status kewarganegaraan saya dan anak-anak saya. Toh, pilihan tersebut sama sekali tidak mengubah rasa cinta saya terhadap Indonesia. Saya sangat ingin lebih banyak orang di mancanegara mengenalmu. Saya tidak rela bila mendengar orang-orang yang tinggal di negara-negara yang telah saya kunjungi, tidak mengenalmu. Saya ingin menjadi bagian dari orang-orang memperkenalkanmu, memperkenalkan tempat-tempat indah yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau, membanggakan keaneka ragaman budaya, keramah tamahanya, beragam adat istiadat, kesenian dan kepedasan serta keaneka ragaman makananmu. Alasan lain, saya ingin aktif berpartisipasi mempromosikanmu di mancanegara karena saya tidak bisa menerima pemberitaan di media massa internasional yang menjelek-jelekkan Indonesia.
Percakapan antar para pengusaha juga sangat mengganggu saya, karena mereka menyebut Indonesia penuh keburukan, seperti teroris, kemiskinan yang berdampak buruk pada semua sektor seperti pendidikan, kesejahteraan dan keadilan. Sangat bersyukur paling tidak saya bisa mengajak temanteman di Indonesia terlibat dalam bisnis yang saya tekuni sepuluh tahun terakhir, yaitu di bidang penyewaan mobil, penyedia karangan bunga untuk hotel berbintang lima dan Indonesian hair extension. Nah, di bidang pengadaan rambut palsu itulah, saya memiliki tempat usaha di Indonesia. Semua karyawan yang bekerja mendapatkan fasilitas, seperti bila yang ingin melanjutkan sekolah, saya membantu biayanya 50 persen. Bagi yang ingin memperoleh ketrampilan tambahan, saya pun memfasilitasi mereka. Saya juga memberikan dana bantuan pendidikan ke beberapa anak yatim piatu dan yang kurang mampu Jawa Barat. Setelah mereka lulus, mereka bisa bekerja di perusahaan saya dan tempat-tempat usaha rekanrekan saya. Banyak karyawan saya di Indonesia yang ibu rumah tangga yang sekaligus kepala rumah tangga. Pekerjaan utama mereka adalah di pabrik atau perusahaan lainnya sengan masa tugas dari pukul 9 pagi hingga pukul 5 sore.Ketika mereka selesai bekerja rutin itu, mereka bisa mengambil pekerjaan di perusahaan rambut palsu dan dikerjakan di rumah masingmasing. Saya menerapkan manajemen berdasar kepercayaan kepada setiap pegawai.
Dari pengalaman sebagai penduduk London –tempat kami sekeluarga berdomisili—saya ingin berbagai pengalaman dan menyampaikan saran. Pertama soal kemacetan lalu lintas. Di London, pemerintah mewajibkan pengguna jalan untuk membayar ‘harga kemacetan’ (congestion charge) bagi setiap kendaraan yang melewati beberapa daerah rawan macet. Ada cara pembayaran dengan sistem elektronik dan tunai dalam jangka waktu tidak lebih dari 24 jam sejak mereka melewati daerah tersebut. Bila mereka lupa membayar maka denda akan dikirim ke pemilik mobil yang nomer registrasinya telah tercatat di kantor otoritas bersangkutan. Nah, agar terbebas dari macet sekaligus biaya-biayanya yang tinggi, publik semakin banyak yang memilih sepeda. Yang kedua soal sampah. Sistem sampah Inggris patut dicontoh Indonesia. Kesadaran masyarakat membuang sampah sesuai jenis ke tempat yang tepat. Misalnya, mereka sudah terbiasa memisahkan antara sampah plastik, sisa makanan, kertas dan sampah umum ke dalam masing-masing tampat. Kesadaran daur ulang sampah memang harus datang dari setiap orang. Ketiga, Indonesia yang terletak di garis katulistiwa memiliki sinar matahari selama 365 setiap tahu. Bila di Inggris yang sinar matahari hanya datang dalam separuh tahun dimaksimalkan energinya listrik. Bayangkan bila Indonesia bisa memberdayakan energi tenaga surya yang tak berkesudahan itu. (Web Warouw)