JAKARTA – Utusan Khusus Presiden sekaligus adik kandung Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) merupakan gagasan ayah mereka, Sumitro Djojohadikusumo. Pembentukan BPI Danantara yang resmi diluncurkan pada Senin (26/2/2025) menjadi momen emosional bagi mereka berdua.
“Saya bisa bersaksi bahwa berdirinya Danantara ini bagi Pak Prabowo sangat emosional. Bagi saya juga. Karena sesungguhnya, Danantara ini adalah gagasan orang tua kami 40 tahun lalu, sekitar 1980-an sampai 1990-an,” ujar Hashim dalam acara Economic Outlook 2025 di Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Menurut Hashim, ide mantan Menteri Keuangan ke-8 itu diwariskan kepada anak-anaknya dan baru bisa terwujud 40 tahun kemudian, setelah Prabowo menjadi Presiden Indonesia.
“Sayangnya, saat itu pemerintah yang berkuasa belum berkenan dengan gagasan orang tua kami. Tapi mungkin Tuhan tahu yang terbaik untuk kita semua. Setelah 40 tahun, putra Profesor Sumitro diberi mandat oleh rakyat Indonesia dan kesempatan untuk mewujudkan cita-cita orang tua kami,” ujarnya.
Dengan adanya BPI Danantara, Hashim berharap badan yang akan mengelola aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini bisa menjadi solusi untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
“Kita diberikan kesempatan untuk benar-benar melakukan sesuatu yang menurut orang tua kami merupakan salah satu solusi dalam menanggulangi kemiskinan,” katanya.
BPI Danantara akhirnya diluncurkan pada Senin lalu, setelah sempat batal diperkenalkan pada 7 November 2024 karena Presiden Prabowo sedang melakukan kunjungan luar negeri selama 16 hari.
Sovereign Wealth Fund Pertama di Indonesia
Peluncuran ini dilakukan setelah Presiden Prabowo menandatangani tiga aturan dasar pembentukan Danantara, yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2025 tentang organisasi dan tata kelola Danantara. 3. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 30 Tahun 2025 tentang dewan pengawas dan dewan pelaksana Danantara.
Pembentukan Danantara didasarkan pada perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Revisi ini disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 4 Februari 2025 dan mengatur tugas serta fungsi Danantara sebagai badan pengelola investasi.
Dengan pembentukan BPI Danantara, Indonesia kini memiliki Sovereign Wealth Fund (SWF) pertama yang bertugas mengoptimalkan kekayaan negara melalui investasi. Pada tahap awal, Danantara akan mengelola dividen dari tujuh BUMN, yaitu: – Bank Mandiri – Bank BRI – BNI – PLN – Pertamina – Telkom Indonesia – MIND ID
Nantinya, BPI Danantara akan mengelola aset senilai lebih dari 900 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14.670 triliun (kurs Rp 16.300 per dolar AS).
Dengan jumlah ini, Danantara menjadi badan pengelola aset terbesar di Indonesia dan disebut-sebut memiliki skema yang mirip dengan Temasek Holdings Limited di Singapura.
Apa Dampak Langsung bagi Masyarakat Umum?
Kepada Bergelora.com.di Jakarta.dilaporkan, menurut Prabowo, Danantara fokus menginvestasikan sumber daya alam dan aset negara ke proyek berkelanjutan mencakup sektor energi terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, dan produksi pangan.
“Semua proyek tersebut diharapkan dapat berkontribusi pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen,” ujar Prabowo, dikutip dari Indonesia.go.id, Senin.
Danantara diharapkan akan mempercepat pembangunan ekonomi berkelanjutan di Indonesia, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berdaya saing tinggi.
Praktisi pasar modal sekaligus Co-founder Pasardana, Hans Kwee, menyebut Danantara hadir saat kondisi perekonomian Indonesia terganggu.
Menurutnya, Indonesia membutuhkan dorongan pertumbuhan ekonomi karena memiliki utang yang besar akibat kebijakan pemerintah sebelumnya. Utang sebanyak Rp 800,33 triliun itu jatuh tempo pada 2025.
“Untuk mendorong pertumbuhan (ekonomi), kita harus mengoptimalkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satunya dengan membentuk holding (perusahaan induk) sehingga nanti memperkuat leverage dari BUMN,” ujar Hans saat, Senin (24/2).
Nah, dia menilai, Danantara dibentuk untuk mendorong perekonomian Indonesia agar tumbuh sampai 5 persen. Nantinya, Danantara berperan dalam proyek strategis pembangunan Indonesia.
Peran tersebut, katanya, membuat Danantara akan berdampak positif bagi masyarakat umum yakni dengan membuka lapangan pekerjaan baru bagi warga Indonesia.
Lapangan-lapangan pekerjaan baru yang akan tersedia bagi masyarakat umum berkaitan dengan proyek strategis yang dikerjakan Danantara. Misalnya, pada sektor pertambangan, energi terbarukan, dan proyek ketahanan pangan.
“Kalau bisa melibatkan masyarakat, ada multiplier effect economy bagi masyarakat,” tegas Hans.
Multiplier effect atau efek berganda adalah pengaruh dari suatu kegiatan ekonomi untuk peningkatan pengeluaran nasional yang akan mempengaruhi peningkatan pendapatan dan konsumsi di sekitarnya.
Hans mencontohkan, Danantara dan BUMN dapat menggandeng pertambangan lokal yang ada di antara masyarakat untuk menjalankan suatu proyek strategis nasional. Cara ini diyakini akan menciptakan lapangan baru bagi masyarakat.
Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, juga menilai kehadiran BPI Danantara akan mampu mendorong ekspansi ekonomi yang berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja.
“Dengan strategi diversifikasi portfolio yang mencakup greenfield, brownfield, dan akuisisi strategis, Danantara mampu mendorong ekspansi ekonomi yang berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja,” terang Josua pada Senin, dikutip dari Antara.
Selain itu, melalui co-investment dengan investor global, Danantara diyakini berpotensi akan menarik foreign direct investment (FDI) yang lebih besar, memperkuat pasar modal Indonesia, serta meningkatkan produksi dan ekspor nasional.
“Danantara diharapkan dapat berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui investasi strategis di sektor prioritas, seperti energi terbarukan, ketahanan pangan, hilirisasi nikel, dan industri berorientasi ekspor,” jelas Josua.
Ia membeberkan beberapa dampak positif kehadiran Danantara, termasuk peningkatan produktivitas aset BUMN, pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja berkualitas, serta kontribusi terhadap ekspor dan ketahanan energi dan pangan nasional.
“Dengan leverage investasi hingga 10 kali lipat dari dividen BUMN, Danantara berpotensi memobilisasi modal yang signifikan untuk proyek strategis,” pendapat Josua.
Risiko dampak negatif Danantara Meski begitu, Hans menilai, keberadaan Danantara tetap berisiko. Sebab, badan tersebut akan mengelola aset negara dengan nilai mencapai senilai 900 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14.648 triliun.
Jumlah aset tersebut bahkan lebih besar ketimbang badan pengelola kekayaan negara lain seperti Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia. Hal ini akan menjadikan Danantara sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF) keempat terbesar di dunia.
“Tetap ada risiko kalau ternyata pengelolaannya tidak prudent (bijaksana) dalam mengelola itu (Danantara),” lanjut Hans.
Menurut dia, dampak negatif tersebut berupa para BUMN berisiko tersandera oleh utang jika terdapat kesalahan dalam pengelolaan aset oleh Danantara. Pengelolaan Danantara yang salah juga berisiko menyebabkan tidak ada pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan banyak proyek strategis nasional yang mangkrak.
Untuk mencegah risiko Danantara bermasalah, Hans menekankan agar pemerintah menunjuk orang-orang yang profesional dalam mengelola aset kekayaan negara.
“Cross and check harus dilakukan. Pengawasan harus kuat ya,” lanjut dia.
Dia juga mendorong seluruh perusahaan BUMN yang dananya dikelola Danantara harus menjadi perusahaan publik. Hal ini agar ada pengawasan dari otoritas dan masyarakat. Jika membandingkan dampak positif dan risiko negatif dari keberadaan Danantara, Hans optimis badan tersebut mampu mengelola aset kekayaan negara dengan baik dan bermanfaat.
“Ini kan solusi untuk Indonesia. Kalau tidak dilakukan, Indonesia akan menjadi negara miskin,” ungkap Hans.
Josua juga mengingatkan untuk memperhatikan adanya risiko, seperti trust issue di pasar modal akibat ketidakpastian saat peluncuran Danantara, serta potensi kekhawatiran publik terhadap transparansi dan independensi politik.
“Risiko investasi juga muncul jika tidak dilakukan pemisahan yang jelas antara risiko operasional dan investasi,” jelas Josua.
Jangan Ulangi Jiwasraya
Sebelumnya, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) berharap Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara, bisa mengelola aset negara secara profesional dan transparan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
Sekretaris Jenderal Hipmi Anggawira menyatakan, pengurus Danantara harus bebas dari intervensi politik maupun kepentingan bisnis tertentu.
“Independensi ini penting untuk memastikan bahwa keputusan investasi dan pengelolaan aset dilakukan semata-mata untuk kepentingan nasional, tentu kita tidak ingin kejadian seperti (kasus korupsi) 1MDB di Malaysia atau Jiwasraya terjadi kembali,” ujar Anggawira di Jakarta, Sabtu (22/2/2025) seperti dikutip dari Antara.
Dia mengatakan, kepemimpinan Danantara harus dipegang oleh individu yang memiliki rekam jejak bersih dan profesionalisme tinggi, tidak memiliki konflik kepentingan, serta benar-benar berdedikasi untuk kepentingan nasional.
“Jangan sampai ada kepentingan pribadi yang bermain dalam badan ini,” kata Anggawira. Memetik Pelajaran Efisiensi Anggaran Pemerintah AS dan Vietnam Artikel Kompas.id Menurut dia, pengelolaan aset negara dalam skala besar seperti yang akan dilakukan Danantara memerlukan pengurus yang memiliki keahlian luas di bidang investasi dan manajemen aset.
“Mengelola aset sebesar ini bukan hal yang mudah. Kita butuh orang-orang yang sudah terbukti mampu di tingkat internasional agar Danantara dapat bersaing secara global dan memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian nasional,” ujarnya.
Anggawira menekankan pengelolaan dana investasi negara harus dilakukan dengan tingkat transparansi dan akuntabilitas yang tinggi agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
Dia berharap dengan memperhatikan aspek independensi, transparansi, serta pemilihan pengurus yang tepat, Danantara dapat menjadi badan pengelola investasi yang benar-benar berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Tanpa mekanisme pengawasan yang ketat, ada risiko besar yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kita butuh sistem yang jelas dan transparan agar kepercayaan publik tetap terjaga,untuk itu perlu ada keterlibatan publik yang jelas,” imbuhnya. (Web Warouw)