JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui penyaluran kredit di segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih lesu di tengah banjirnya likuiditas perbankan dari penempatan kas negara. Pertumbuhan kredit UMKM bahkan masih tertinggal dibandingkan sektor lain di industri keuangan.
Padahal, pemerintah telah menempatkan dana dari kas negara ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mencapai Rp200 triliun untuk memperkuat permodalan dan mendorong pemulihan perekonomian di sektor tersebut.
“Memang pertumbuhan kelompok UMKM sampai belakangan ini memang lebih rendah dari rata-rata,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dikutip Bergelora.com diJakarta, Jumat (31/10/2025).
Mahendra mengatakan, salah satu penyebabnya adalah masih lemahnya permintaan dari sisi industri maupun pelaku ekonomi kecil yang menjadi sasaran utama pembiayaan program.
Selain itu, katanya, ada juga permasalahan struktural di sisi penyalur pembiayaan, khususnya di perbankan, terutama Himbara dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang masih menghadapi tantangan dalam membersihkan kemacetan kredit portofolio.
Meski begitu, katanya, pemerintah masih optimistis ke depan akan terus berkembang seiring dengan adanya pemulihan sektor riil
“Ada juga elemen yang masih tersisa dengan kondisi kinerja dari pembiayaan yang ada,” kata dia. ” Ini yang perlu dikhawatirkan dengan langkah-langkah melalui penghapusan tagih dari mereka yang masih ada dalam catatan di perbankan terkait.”
Bank Indonesia (BI) sebelumnya melaporkan kinerja kredit UMKM pada September 2025 hanya naik 0,23% secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka itu melambat dibandingkan kinerja kredit UMKM pada Agustus 2025 yang tumbuh 1,35% (yoy), meski tetap di level rendah.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan minat penyaluran kredit perbankan pada segmen kredit UMKM dan konsumsi kredit tergolong paling buruk, disertai dengan sikap kehati-hatian bank di tengah adanya risiko kredit pada kedua segmen tersebut.
“Minat penyaluran kredit perbankan pada umumnya cukup baik, tercermin pada persyaratan pemberian kredit (kebutuhan peminjaman) yang cukup longgar, kecuali pada segmen konsumsi kredit dan UMK,” ujar Perry, belum lama ini.
Tak hanya pertumbuhan kredit UMKM yang melambat, pertumbuhan kredit modal kerja dan konsumsi kredit juga menyusut masing-masing sebesar 3,37% (yoy) dan 7,42% (yoy). Pembiayaan syariah juga mulai melambat ke level 7,55% (yoy).
Tetapi secara umum, pertumbuhan kredit perbankan pada September 2025 tercatat 7,70% (yoy), meningkat tipis dari pertumbuhan kredit perbankan pada Agustus 2025 yaitu sebesar 7,56% (yoy). (Enrico N. Abdielli)

