JAKARTA – Ketegangan di kawasan Timur Tengah kembali meningkat tajam setelah Israel meluncurkan serangan udara besar-besaran terhadap wilayah-wilayah yang dikuasai kelompok Houthi di Yaman, termasuk sejumlah pelabuhan strategis.
Serangan ini diklaim sebagai respons atas rangkaian serangan drone dan rudal yang terus dilancarkan oleh kelompok bersenjata tersebut terhadap Israel sejak pecahnya perang di Gaza pada Oktober 2023.
Dalam pernyataan resmi pada Senin (7/7/2025), militer Israel menyatakan bahwa jet-jet tempurnya telah “menghancurkan infrastruktur teror milik rezim teroris Houthi”, dengan sasaran utama meliputi Pelabuhan Hodeida, Ras Isa, dan Salif. Israel menyebut serangan ini sebagai “tanggapan atas serangan berulang dari rezim teroris Houthi terhadap Negara Israel”.
“Di antara target yang dihantam adalah pelabuhan-pelabuhan yang digunakan oleh Houthi untuk melancarkan ancaman terhadap kapal-kapal Israel dan infrastruktur regional,” demikian bunyi pernyataan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF), sebagaimana dilansir AFP.
Tak lama sebelumnya, media milik Houthi, Al-Masirah TV, melaporkan bahwa “musuh Israel” telah menyerang pelabuhan Hodeida dan sasaran lain seperti Pelabuhan Ras Isa, Salif, dan pembangkit listrik Ras Al-Kathib.
Serangan-serangan itu dilaporkan terjadi sekitar 30 menit setelah juru bicara militer Israel mengeluarkan peringatan melalui media sosial bahwa serangan akan segera dilakukan.
Salah satu target serangan Israel, menurut IDF, adalah kapal kargo Galaxy Leader yang ditangkap oleh kelompok Houthi pada November 2023. Kapal tersebut diduga telah dimodifikasi dengan sistem radar untuk melacak lalu lintas maritim di Laut Merah.
Sejak disita, kapal itu menjadi simbol dari kampanye Houthi melawan kepentingan Israel di jalur pelayaran internasional.
Israel sebelumnya telah melancarkan beberapa serangan terhadap infrastruktur milik Houthi di Yaman, termasuk bandara di ibu kota Sana’a dan pelabuhan-pelabuhan di kawasan Laut Merah. Namun, serangan terbaru ini menandai eskalasi signifikan mengingat skala dan simultanitas sasarannya.
Adapun kelompok Houthi, yang didukung oleh Iran, telah secara konsisten meluncurkan rudal balistik dan drone ke wilayah Israel sejak dimulainya konflik antara Hamas dan Israel di Gaza.
Mereka menyatakan bahwa aksi mereka adalah bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina.
Setelah jeda selama 2 bulan karena gencatan senjata di Gaza, serangan Houthi kembali meningkat pada Maret 2024.
Selain menargetkan Israel secara langsung, kelompok ini juga membidik kapal-kapal dagang yang mereka anggap terkait dengan Israel di Laut Merah dan Teluk Aden.
Bahkan, sejak Januari 2024, sasaran mereka diperluas mencakup kapal-kapal milik atau terkait Amerika Serikat dan Inggris, setelah kedua negara tersebut melakukan serangan militer untuk mengamankan jalur pelayaran internasional.
Menyusul intensitas serangan yang tinggi, pada Mei 2024, Houthi dan Amerika Serikat menyepakati gencatan senjata yang mengakhiri gelombang serangan udara AS terhadap kelompok tersebut.
Namun, Houthi menyatakan bahwa kesepakatan itu tidak akan menghentikan niat mereka untuk terus menyerang kepentingan Israel di kawasan.
Arab Membara Lagi!
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebuah kapal kargo berbendera Liberia dan dimiliki oleh Yunani mengalami serangan hebat di Laut Merah pada Minggu (6/7/2025), menjadi insiden pertama di jalur pelayaran strategis itu sejak pertengahan April.
Seluruh awak kapal dilaporkan berhasil diselamatkan setelah meninggalkan kapal yang terbakar dan mulai kemasukan air.
Menurut laporan United Kingdom Maritime Trade Operations (UKMTO), kapal bernama Magic Seas diserang di sekitar 51 mil laut di sebelah barat daya kota pelabuhan Hodeidah, Yaman. Serangan tersebut melibatkan tembakan senjata api, granat berpeluncur sendiri (self-propelled grenades), dan kendaraan laut tak berawak (Unmanned Surface Vehicles/USV) yang menyebabkan kebakaran dan kerusakan pada muatan kapal.
“Awak kapal berhasil dievakuasi dalam keadaan selamat oleh kapal dagang yang sedang melintas di wilayah tersebut,” tulis UKMTO dalam pernyataan resminya, dilansir Reuters.
Perusahaan keamanan maritim swasta Ambrey melaporkan bahwa awalnya kapal diserang oleh delapan perahu kecil yang melepaskan tembakan senjata ringan dan peluncur granat. Personel keamanan bersenjata di atas kapal sempat membalas tembakan.
“Setelah itu, kapal kembali diserang oleh empat kendaraan laut tak berawak. Dua di antaranya menghantam sisi kiri kapal dan merusak muatan,” ujar Ambrey dalam laporan terpisah.
Meskipun belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan ini, Ambrey menilai karakteristik serangan cocok dengan pola yang biasa dilakukan oleh kelompok Houthi yang berafiliasi dengan Iran.
Insiden ini menjadi serangan pertama terhadap kapal komersial di Laut Merah sejak pertengahan April 2025, setelah Amerika Serikat dan kelompok Houthi mengumumkan penghentian serangan timbal balik.
Pada Mei lalu, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa AS akan menghentikan pemboman terhadap posisi Houthi di Yaman setelah kelompok itu menyatakan kesediaannya untuk tidak lagi mengganggu jalur pelayaran di kawasan Timur Tengah.
Menurut pemerintah Oman yang saat itu menjadi mediator, kesepakatan mencakup komitmen bahwa AS dan Houthi tidak akan saling menyerang, termasuk terhadap kapal AS yang melintas di Laut Merah dan Selat Bab al-Mandab.
Namun, situasi kembali memanas setelah AS melancarkan serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran bulan lalu. Pada akhir Juni, Houthi mengancam akan kembali menargetkan kapal-kapal AS jika Washington kembali terlibat dalam serangan terhadap Iran.
Hingga kini, belum ada kejelasan apakah ancaman itu akan direalisasikan.
Serangan terbaru ini terjadi di tengah ketegangan kawasan yang belum mereda akibat perang berkepanjangan antara Israel dan Hamas di Gaza, serta eskalasi militer antara Israel dan Iran yang memuncak dalam perang udara selama 12 hari pada Juni lalu.
Sejak November 2023, kelompok Houthi telah melancarkan lebih dari 100 serangan terhadap kapal-kapal internasional, yang mereka klaim sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina. Sepanjang serangan tersebut, mereka menenggelamkan dua kapal, menyita satu kapal, dan menewaskan setidaknya empat pelaut.
Serangkaian serangan itu memaksa banyak perusahaan pelayaran untuk mengalihkan rute, memicu lonjakan biaya logistik, dan memperburuk ketidakstabilan di jalur perdagangan global yang vital.
Ennio Aquilino, seorang pejabat senior di layanan penyelamatan maritim Eropa, mengatakan bahwa insiden seperti ini menunjukkan bahwa Laut Merah masih menjadi zona risiko tinggi, meskipun ada klaim deeskalasi dari pihak-pihak yang terlibat. (Web Warouw)